-1-

28 2 5
                                    

Tett tettttttttt


Bel istirahat berbunyi, membuatku cepat-cepat menuju kantin. Tak heran melihat banyaknya muka ganas yang sedang kelaparan, termasuk aku. Setelah mendapat makanan yang kumau aku bergegas mencari tempat kosong. Sejauh mataku memandang, aku tidak menemukan adanya meja yang kosong.

"Na" teriak seseorang tepat ditelingaku. Membalikkan badan, kutemukan sahabat tersayangku.

"Nasya, lu bikin gua jantungan tau enggak?" ya, Nasya. Dia itu cerewet, namun aku menyayanginya seperti saudara kandung.

"Sorry, abisnya dari tadi gua panggil panggil lu nya enggak nengok nengok. C'mon". Naysa membawaku ke meja yang hampir dipenuhi oleh makhluk makhluk yang kusayangi. Iya, mereka adalah sahabat sehidup sematiku. Agak berlebihan memang.

"Tadi gua kekelas kok enggak ada lu?" tanya David. Panggilannya Dave, sebenarnya sih hanya kami yang memanggilnya Dave. Dave ialah satu satunya lelaki yang dibilang sebagai kekasihku. Mereka semua tidak mengetahui kebenarannya, padahal kami sahabat. Nasya, Raka dan Dena – mereka adalah sahabatku—menurut mereka aku, dan Dave sangat cocok menjadi sepasang kekasih. Hell-o, aku tidak ingin berpacaran dengan sahabat ku sendiri.

"Soalnya tadi aku buru buru ke kantin, hehe" jawabku sekenanya.

"Yasudah. Ada yang mau nitip?" tanya Dave.

"Aku nitip air mineral" aku lupa membeli minum tadi, karena kantin sangat amat crowded.

"Okay babe"

"Ehem ehem, makin hari makin mesra aja. So sweet"

"Sya please, anterin gue beli kue ya pulang sekolah" ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Enggak, enggak bisa. Bukannya nanti kita ada rapat osis? Tepat bel pulang sekolah. Wahai Mba Sekretaris" ucap Dane. Huhh beginilah ribetnya jadi osis.

"okay, lain kali aja deh" ucapku pasrah.

"You okay?" Dave meletakan nampan berisi pesanan kami, sambil mengelus rambutku pelan. Aku tidak terlalu suka diperlakukan penuh kasih sayang oleh Dave,  apalagi di tempat umum seperti ini.

"Ya" jawabku cuek sambil tersenyum kecut.

"Yaudah nanti aku yang anterin"

"Hmm?" aku menggernyit menatap Dave.

"Kamu mau beli cake kan?"

"Tapi aku ada rapat, lain kali aja" jawabku sambil tersenyum kecut. Berbalik dengan Dave yang menatapku dengan serius dengan senyum mautnya.

"Its Ok. I'll wait yaa" ucapnya menatapku serius, membuat sudut sudut bibirku tertarik membentuk senyuman. Aku menyayangi Dave dengan segenap hatiku, sebagai sahabat.

"Ehemm, kayaknya kalian lagi jadi pusat perhatian guys" ucap Nasya membuat aku mengalihkan pandangan pada sekitar. Benar ucapan Nesya, banyak yang sedang menatap kami seperti terheran atau kagum. Ck, aku tidak peduli.

"Sepertinya kalau hanya sahabat, tidak perlu sampai mengelus pipi si perempuan bukan?" goda Raka sambil tertawa dengan Dena. Mereka berdua itu berpacaran.

"Apa masalah kalian, dude?" ucap Dave pada mereka yang memandangi kami dengan nada yang meninggi.

"Udahlah" ucapku berusaha menenangkan Dave. Aku tau pasti Dave sangat emosi, liat saja. Dadanya naik turun dan hidungnya kembang kempis. Ia menggenggam tanganku erat, mungkin dengan ini emosinya dapat mereda.

"Gue denger denger, bakalan ada murid baru. Katanya sih gantengnya naujubilah, gue jadi enggak sabar, sumpah!!" Nesya memang selalu up to date. Sebenarnya bukan dia yang mencari cari informasi, tapi karena perkumpulan kami termasuk kedalam 'murid famous'. Tapi aku benci dengan kata 'famous', karena saat sudah tidak lagi eksis, aku tidak ingin dibicarakan orang seperti 'Riana yang dulu terkenal akan—blablabla' fuck off.

STOLENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang