-2-

13 2 4
                                    

"Kamu jangan sampe cursing kaya cewek cewek itu ya?" Dave berbisik ditelingaku, mungkin dia sengaja membuat cewek cewek itu geram padaku. Sialan kau Dave. Aku hanya memutar bola mataku, jengah dengan perkataannya.


****


"Kamu kenapa sih? Bete ya?" tanya Dave sambil memarkirkan mobilnya. Aku dan Dave sudah sampai di toko cake favoriteku. Aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawabannya. Dave menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Ayo, aku lapar" ujarku sambil menarik handle pintu mobil.

"C'mon"

Kemudian kami berdua turun dan memasuki toko cake tersebut. Tokonya tidak terlalu ramai, mungkin karena sudah sore? Mungkin.

"Kamu laper?" tanya Dave sambil menepuk pundakku pelan.

"Sangatttt lapar. Tapi gue mau makan di rumah. Mamah udah nyiapin masakan kesukaan gue" ucapku malas. Paling Dave akan mengajakku mampir di cafe sebelah.

"Kalo udah laper banget, mending kita makan dulu, gimana?" tuh kan dugaanku benar.

"Dave aku kan udah bilang, Mamah masak makanan kesukaan aku. Aku enggak mungkin makan di luar kan? Aku enggak mau bikin Mamah kecewa" jelasku pada Dave. Ia memalingkan wajahnya sebentar kemudian menatapku lagi, tatapannya melembut.

"Oke" jawabnya sambil tersenyum.


*****


Saat ini kami ada di depan pagar rumahku, aku sudah turun dari mobil tapi Dave memanggilku lagi.

"Besok aku jemput ya?" Tanya Dave.

"Enggak usah Dave, aku berangkat sama Kak Revan"

"Oh gitu, yaudah deh see you"

"Hati hati Dave. See yaa" setelah mobil Dave pergi aku pun masuk ke rumahku.

"Sore non Riana" ucap Mang Ujo, dia security di rumahku.

"Sore Mang Ujo" ucapku sambil tersenyum.

"Assalamualaikum" aku menjatuhkan badanku di sofa ruang tamu.

"Walaikumsallam" ucap seseorang dari arah tangga. Tunggu, bukankah itu suara Kak Revan? Akupun membalikkan badanku dan mencari keberadaan Kakak tampanku itu. Nihil, aku tidak menemukan siapapun disana. Mungkin hanya hayalanku saja, karena aku sudah sangat rindu dengan Kak Revan. Dia baru saja menyelesaikan kuliahnya di luar kota. Dan saat ini ia sudah lulus tinggal menunggu sidang katanya. Ia janji akan pulang hari ini, tapi ia belum pulang juga. Dasar pembual. Berjalan gontai ke dapur aku mengambil minum dan membawanya ke ruang TV.

Bosan dan lapar.

Saat aku sedang mencari chanel yang bagus, tiba tiba ada yang menutup mataku dari belakang.

"Jangan bilang kau penculik?" tanyaku gusar sambil mencubit cubit lengan tangannya.

"Mana mungkin aku tega nyulik adekku yang jelek ini!" ucapnya lemas sambil melepas tangannya yang menutupi mataku. Segera aku memutarkan badanku dan memeluknya dengan erat.

"Aku merindukanmu" ucapku dipelukannya. Ia pun membalas pelukanku tidak kalah erat.

"Aku lapar Kak" ucapku menyengir sambil melepaskan pelukan kami.

"Aku masih kangen tau de" jawabnya sambil memelukku lagi.

"Tapi aku lapar, sangat lapar"

"Kau memang selalu lapar gendut" ejeknya sambil mencubit hidungku.

"Change your uniform first" lanjutnya sambil mendorongku menuju tangga.

"Alright, I can do it"


****


Keesokan harinya....


"Na, mau bareng Kakak? Sekalian aku mau kerumah Jehan" ucap Kak Dave sambil mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja makan. Jehan itu pacarnya Kak Dave, mereka pacaran dari SMA sampai sekarang. Hebat kan?

"Iya Kak"

"Aku tunggu di mobil" ucap Kak Dave melangkahkan kakinya ke luar rumahnya.

"Mah, Pah aku berangkat ya" setelah mencium kedua pipi mereka aku langsung berlari keluar. Bahkan mereka belum menjawab ucapanku. Kak Dave sudah menunggu, dan aku enggak mau membuat Kakak tampanku menunggu lama.

"Let's go!" ucapku girang.


****


"Sampai jumpa minggu depan dan jangan lupa minggu depan tugas kalian harus sudah terkumpul di meja saya" Bu Dian nyerocos sendiri di depan kelas, padahal anak anak udah ada yang keluar kelas, sibuk sendiri, nyanyi nyanyi. Hanya beberapa yang masih memperhatikan Bu Dian. Haha, astaga mukanya sangar sekali ketika di ignore. Kemudian ia pun keluar kelas.

"Ana?" teriak seseorang dari dekat pintu, itu Yoss.

"Apa?" jawabku males.

"Dicariin tuh sama pangeran berkuda hahaa" ucapnya sambil berteriak, karena tempat dudukku dari pintu masuk lumayan jauh. Tawanya menggelegar, aku menghampirinya sambil ancang ancang untuk melempar buku yang siap melayang ke wajahnya.

Bukk

"Aduhh, baek baek lu ya sama singa kelaperan" ucap Yoss sambil melongokkan kepalanya keluar kelas. Siapa sih yang mencariku?

Yoss berjalan melewatiku sambil tersenyum miring, seperti orang orang yang ada di rumah sakit jiwa. Aku pun menatapnya tajam, sambil mengatakan 'watch out' namun tidak bersuara.

"Ehem" ucap seseorang yang kurasa berada tepat di depan ku. Posisiku berada di pintu kelas persis, mungkin dia ingin lewat. Aku menggeser tubuhku ke belakang memberinya ruang untuk lewat, tapi ia diam di tempat. Tidak bergerak sama sekali. Entahlah aku seperti tidak asing dengan wajah pria di depanku ini. Jambul dan kumis tipis menawannya seperti pernah kulihat, dan tatapannya mengitimidasi.  Aku pernah bertemu dengan di—

"Gue tau, gue ganteng" ucapnya menyadarkanku dari lamunan anehku. Ya, aku mengingatnya. Lelaki di depanku ini adalah lelaki tempo hari yang kukatai banci.

"Ternyata kau si banci yang sok ganteng" balasku sambil tersenyum sinis.

"Kau dipanggil sama Pak Yasir untuk menemuinya di ruang guru" ucapnya cuek sambil memutarkan badannya dan berjalan pergi.

"Ck, dasar banci" ucapanku membuatnya berhenti. Dia pikir aku takut dengannya?



To be continued....

Voments itu bentuk apresiasi untuk cerita ini guys. Gue harap, kalian voments. Amin.

enggak ada yang baca yakk? sedih banget gue, huhuhu :"(


All the love, S.

STOLENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang