"Dinda berangkat dulu ya!!" seru Dinda sambil menutup pintu rumah dengan terburu-buru. Begitulah setiap harinya, Dinda selalu terburu-buru saat menuju lokasi syuting. Padahal, ia sudah menyiapkan alarm di ponselnya. Hal ini tetap tidak berhasil.
Dinda berlari menuju halte dengan sejilid naskah di tangan kirinya, dan sekotak susu di tangan kanannya. Ia sangat menyukai susu. Tak jarang ia mengganti sarapannya dengan sekotak susu.
"Permisi ya.. permisi, tolong geser dikit dong..," pintanya saat berada di dalam bus yang sarat penumpang. Ia meminta seorang gadis menggeser tubuhnya agar ia bisa duduk.
"Makasih," katanya lagi saat gadis itu berhasil menyisakan sedikit tempat untuknya. Karena jarak rumah dan lokasi syuting saat ini cukup jauh, juga napasnya yang terburu setelah berlari, membuatnya harus mencari tempat duduk di bus ini.
"Kamu mau susu?" tawar Dinda pada gadis manis di sebelahnya, sambil menyodorkan sekotak susu cokelat.
"Mmm.." gadis itu ragu sejenak. Namun kemudian mengambil kotak susu tersebut, "Makasih ya."
Selanjutnya, Dinda mengobrol banyak hal bersama gadis itu.
---
Kevin tersentak. Ia bangun seketika. Bisa dirasakan tubuhnya yang basah oleh keringat. Entah apa yang dimimpikannya semalam, ia lupa. Pria itu lantas menoleh ke arah kanan, melihat jam di atas meja tidurnya. Jarum pendek menunjuk angka tujuh, jarum panjang menunjuk antara angka sembilan dan sepuluh.
Kevin mengacak rambutnya frustasi, lalu bangun dari tempat tidurnya. Ia melihat tirai kamarnya yang belum disibakkan, lalu berdecak kesal. Suasana gelap seperti itu makin membuat Kevin tak bersemangat. Ia berjalan menuju kamar mandi dengan malas, lalu membuka sebuah box di samping wastafelnya.
Diambilnya salah satu pil, lalu ditelannya paksa tanpa menggunakan air. Di kamar mandinya hanya ada air mentah, ia lupa menyediakan air matang lagi setelah semalam dihabiskannya. Kevin bisa merasakan tenggorokannya yang kering seakan ditusuk dengan pil itu. Tapi ia tak peduli. Pria berwajah tampan itu kemudian melepas bajunya dan mulai membasahi tubuhnya di bawah shower.
---
Di lokasi syuting, Satria menunggu dengan gelisah. Asistennya belum juga datang. Padahal ia berjanji akan memberikan revisi skenario untuk hari ini.
"Mas Satria, Kevin belum datang, padahal ini baru take pertamanya. Pemeran perempuannya sudah siap di tenda." Satria terkejut lalu menoleh ke sumber suara. Ternyata Ryan, salah satu kru yang bekerja bersamanya.
"Kalau begitu, tunda limabelas menit. Dinda juga belum datang, dia mau ngasih revisi naskah. Kita juga harus ngasih tau Kevin sama Resha."
"Oke mas aku kasih tau yang lain."
"Thanks, Yan."
Satria menatap punggung Ryan yang sudah berbalik menuju tenda. Ryan adalah sahabat yang paling dekat dengannya, meskipun umur Ryan lebih muda satu tahun darinya. Bahkan mereka membeli rumah, dan tinggal disana bersama. Karena itulah Satria sering dianggap suka sesama jenis, dan inilah hal yang membuat Satria sangat sebal. Padahal sudah diketahuinya betul-betul siapa gadis yang disukainya. Namun ia tak mau terburu-buru untuk memberi tahukannya kepada orang lain. Ia akan berusaha menyimpan dan menikmati rasa sukanya sendiri.
"Kaaaak!!!". Sebuah seruan yang menyadarkan Satria dari lamunannya. Ia segera mengalihkan pandangannya menuju sumber suara. Dilihatnya Dinda sedang berlari ke arahnya sambil melambai-lambaikan tangan kirinya yang sedang menggenggam sejilid kertas.
"Aduh maaf telat," kata Dinda dengan napas yang tersengal-sengal.
"Berkali-kali kamu telat, berkali-kali juga aku maafin. Sini duduk," balas Satria sambil menunjuk kursi di sebelahnya.
"Ini naskahnya sudah di revisi."
"Oke," kata Satria sambil tersenyum. "Thanks, ya."
"Iya, kak. Ini udah lengkap semuanya? Dinda jadi nggak enak, nih."
"Kayaknya Kevin belum datang."
"Hah? Kevin Park itu? Kak, ini kan take pertamanya. Masa telat sih."
Satria yang sedang membolak-balikkan naskah kemudian mengalihkan pandangannya menuju wajah Dinda yang manis dan putih. "Kamu juga sering telat."
Dinda nyengir,"Tapi waktu jadi asistennya kakak pertama kali aku nggak telat."
"Alasan aja," balas Satria sambil memukul pelan kepala Dinda dengan jilidan scenario yang digenggamnya. Dinda mengaduh pelan sambil mengelus kepalanya. Lalu mereka berdua tertawa.
---
"Kok tadi nggak dibangunin sih. Udah telat nih," gerutu Kevin pada supirnya. Sekarang, Kevin bersama supir dan managernya sedang dalam perjalanan menuju lokasi syuting.
"Maaf, mas. Habisnya saya nggak tega mau bangunin. Kan mas baru pulang jam dua pagi," jawab supirnya dengan hati-hati, sambil sesekali melirik Kevin melalui spion mobil.
"Tapi saya harus professional. Saya nggak suka telat kayak gini," balas Kevin masih jengkel.
"Iya mas, maaf. Ini saya tambah kecepatannya biar cepet sampai," kata si supir seraya menaikkan kecepatan mobil sedan mewah milik Kevin.
---
ini cerita pertama jadi butuh kritik dan saran. terimakasih
tunggu part selanjutnya :-)