Ikhlas

65 0 1
                                    

♧Fania♣

"Morning, Fania." sapa Meta.

"Morning juga, Meta." jawabku saat sampai di kantor.

"Wiiihh, nggak salah tuh mukanya. kusut banget. Kayak nggak pernah makan." kata Meta berseloroh.

"Sialan kau, Meta."

"Eh, tapi tunggu dulu. Sepertinya matamu sedikit sembab. Kau menangis?" kata Meta menyadari sesuatu pada wajahku.

"Entahlah, Meta."

"Ya sudah, ayo kita ke ruangan kamu. kita bicarakan disana" kata Meta sambil mendorongku menuju ruang kerjaku.

Setelah di dalam ruangan...

"Ada apa sih, Fania?" kata Meta membuka pembicaraan.

"Sebenarnya aku pun tidak tahu apa yang terjadi denganku. yang aku ingat, semalam aku bermimpi tentang Desta."

"Desta?" tanya Meta. Aku mengangguk.

"Bukankah urusanmu sudah selesai dengannya?"

"Iya, memang sudah selesai. Dan seperti yang aku bilang, aku bermimpi."

"Apa yang kamu mimpikan?"

"Hanya kejadian saat dia memutuskanku. Dan sepertinya dalam mimpi itu aku menangis. Pagi ini, saat aku terbangun, mataku sudah sembab dan basah karena airmata"

"Kau sangat mencintainya ya?" tanya Meta mendadak.

DEG !!

Meta bisa menebak bahwa aku masih sangat mencintainya. Karena Desta adalah lelaki pertama yang mengajaknya berkomitmen sejak awal. Tanpa basa-basi. Bahkan Desta bisa meyakinkanku.

'Aku menyayangimu. Bahkan mungkin aku sudah jatuh cinta padamu. Dan aku yakin kau pun merasakan hal yang sama denganku. Benar begitu 'kan?' kata Desta.

'Tapi kau pernah bilang, bahwa yang bisa dipegang dari seorang laki-laki adalah ucapannya. Karena itu adalah janji. Lalu bagaimana dengan semua ucapanmu itu?' kataku dengan suara parau.

Aku menitikkan airmata. Lagi dan lagi. Suara Meta yang memanggilku telah menyadarkanku dari lamunan itu.

"Ya ampun, Fania. Sebesar itukah cintamu pada Desta?" kata Meta sambil memelukku.

"Entahlah, Meta. Yang aku tahu, aku menyayanginya" kataku terisak.

"Ikhlaskanlah dia, Fania, agar kau tidak terlalu merasa sakit."

○●○●○

Sisa hari ini dilalui Fania dengan kesibukan di kantornya. Walaupun matanya sedikit sembab karena dia menangis tadi pagi. Bahkan dia harus menemui client untuk menangani project design interior sebuah rumah pejabat.

Fania dan Meta bekerja bersama dalam satu perusahaan. mereka telah berteman sejak kuliah. Setelah lulus kuliah mereka sempat hilang contact, karena Meta harus mengambil bea siswa di Singapore.

Namun mereka bertemu kembali di perusahaan design interior dimana Fania bekerja. Dan persahabatan mereka pun semakin erat. Tidak ada yang tidak diketahui oleh Fania dan Meta tentang pribadi masing-masing.

Fania sedang menunggu client yang akan mendengarkan persentasi design yang diinginkan clientnya. Saat receiptionist mengatakan tamunya telah datang dan sudah berada di ruang meeting.

"Selamat siang, Pa_" lidah Fania terasa kaku saat dia melihat sosok pria yang ada di hadapannya. Dunianya seakan berputar dan waktu seakan berhenti begitu saja.

Fania tidak mempercayai penglihatannya. Dia terdiam cukup lama, mungkin sekitar 5 menit. Sehingga tanpa sadar Fania menggumamkan sesuatu, Desta...

"Selamat siang, Bu Fania." kata pria yang ada dihadapan Fania meraih tangannya yang telah terjulur. Dan hal itulah yang membuat Fania kembali tersadar.

"Se..Selamat siang, Pak." kata Fania kaku.

Pria itu tersenyum ramah, "Apakah ada yang salah, Bu Fania? Sehingga anda begitu terkejut melihat saya." kata pria itu lagi.

"Oh, tidak, Pak. Maaf, saya pikir anda seseorang yang saya kenal." kata Fania tersenyum kaku.

Lagi-lagi pria itu tersenyum, "kalau begitu perkenalkan nama saya, Dewa. Bisa kita mulai?"

"Selamat datang, Pak Dewa. Silahkan duduk."

○●○●○

Maaf ya chapter ini agak aneehh... maklum pemula. ditunggu commentnya yaaa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Maybe YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang