00

72 7 3
                                    

Tap..tap..tap..

Suara langkah sepatu terdengar menggema di sepanjang koridor yang sepi. Shila baru saja kembali dari ruang bp. Gadis itu baru saja terlibat masalah lagi.

"Sialan kok ujan sih! Gue lupa gak bawa payung." Gadis itu menggerutu lantaran hujan turun tanpa permisi.

"Darimana, Shil?" Shila menoleh ke arah sumber suara dan menemukan Alen sedang bersandar di salah satu pilar.

"Gausah sok peduli deh! Bukan urusan lo juga." Jawab nya ketus.

For your info! Shila sama Alen ini musuh bebuyutan dari jaman mereka masih pake pita warna - warni waktu mos, terus leher di kasih kalung segala macem. Sejujurnya hanya Shila yang menganggap Alen musuh bebuyutan nya. Karena ia benci dengan laki - laki itu.

"Dih, nyolot. Orang gue nanya baik - baik juga." Jawaban santai Alen semakin membuat Shila kesal. Ingin rasanya nabok tuh mulut pake sepatu gue, batin Shila.

"Gak ada di kamus lo nanya itu baik - baik. Kalo baik - baik arti nya tuh gak baik - baik alias modus. Hafal gue sampean." Shila mendengus kesal. Daripada percakapan gak penting ini terus berlanjut. Dia memilih untuk pergi dari tempat terkutuk tersebut. Apalagi kalo bukan di sekitar Alen.

Baru juga Shila selangkah maju. "Eh, lo mau kemana?" Shila hanya memberi tatapan tajam pada Alen sebelum ia benar - benar pergi dari tempat terkutuk tersebut. Sedangkan Alen, dia hanya tersenyum kecil melihat tingkah Shila yang sedang kesal. Menurut nya itu menggemaskan.

Wajah ceria Alen berubah menjadi dingin. Wajah ceria nya hanya akan ia tunjukan di depan Shila seorang. Entah alasan nya apa? Hanya saja Alen sulit untuk menampakan ekspresi dingin nya selain di depan gadis itu.

* * *

"Aduh tayang tu kenapa? Tok muka nya tembelut?" Shila memandang jijik dengan nada suara yang di keluarkan oleh Voni. Sahabat nya.

"Ishh.. jijik, Von!" Voni hanya terkekeh pelan. Sedangkan Shila masih berdecak kesal.

"Lagian lo kenapa sih? Muka bete mulu. Kaya nya lo mesti ingetin gue buat bawa setrika deh." Shila mengernyitkan dahi nya. Menandakan ia tak mengerti maksud perkataan Voni.

"Buat, apaan setrika?"

"Noh, buat setrika muka lo. Biar gak kusut mulu." Tawa Voni langsung meledak dan itu sukses membuat kepalanya di hadiahi tonyoran oleh Shila.

"Sakit bego!" Protes nya.

"Rasain. Lagian ganggu mulu." Keduanya langsung menghentikan percakapan mereka. Karena guru matematika mereka, yaitu bu Gia sudah masuk ke dalam kelas.

sepanjang pelajaran mata gadis itu tak berhenti melihat banyak nya hujan yang turun. Seolah candu, aroma khas yang di hasilkan hujan selalu membuat nya tenang.

Bel pulang, baru saja berbunyi. Semua siswa SMA Harapan terlihat berhamburan keluar dari dalam kelas. Sedangkan Shila, gadis itu masih asik duduk di kursi nya dengan kedua tangan yang menjadi penopang wajah nya.

"Shil, gak balik?" Tanya Voni. Shila hanya menggeleng. Ia masih beta berlama - lama menghirup aroma hujan. Dan Voni, sahabat nya itu tau bahwa Shila sedang ingin sendiri mencari ketenangan dan ia tidak berhak mengganggu atau merusak momen ketenangan Shila.

"Gue duluan ya. Abang gue udah jemput di depan. Lo yakin ga papa gue tinggal." Ada nada cemas saat Voni mengatakan itu. Tapi sekali lagi Shila menggeleng.

"Gue gapapa, Von. Udah duluan aja sono! Gue masih beta." Ujar Shila tanpa sedikit pun menolehkan wajah nya ke Voni. Voni langsung bangkit dari kursi nya dan langsung memeluk Shila.

"Gue tau lo kenapa - napa. Kalo lo siap, lo bisa cerita ke gue. Gue siap denger kok." Tanpa sadar. Setetes cairan bening keluar dari sudut mata Shila. Gadis itu menangis dengan pandangan yang masih mengarah pada rintikan hujan.

Hancur. Satu kata yang saat ini tengah mendeskripsikan suasana hati nya. Semuanya hancur. Hancur menjadi berkeping - keping.

Memori kejadian itu terus terulang dalam ingatan nya. Dia sekarang benar - benar hancur.

* * *

TBC~

Voment pliss :) ...
.
17 maret 2016

Everything About Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang