Langit senja kembali menarik langkahku pergi. Aku tidak peduli. Ia memang selalu kembangkan senyuman tiap kali aku mencoba mundur dari tempatku tegakkan diri. Tidak kawan, ini bukan kebohongan. Ia pun tahu kalau aku sedang menutup diri, menghapuskan sisa tawa yang sedaritadi sibuk mencari alasan kosong. Aku terdiam, berpikir sejenak. Aku memang bukan bunga yang sedang mekar di musim ini.
Namaku Wina, siswi tingkat menengah atas di negeri sakura, negeri matahari terbit. Aku tidak banyak berbeda dengan gadis remaja lain seusiaku. Aku senang jalan-jalan, bercengkrama, berbelanja, menyanyi atau berdansa bersama. Tapi, keinginanku untuk terus berteman membawaku menjadi seorang yang extrovert. Tentu itu banyak membantuku dalam pergaulan. Sedikit demi sedikit, kedekatanku dengan teman-temanku berhasil memperbaiki tiap sisi diriku yang sebetulnya mudah sekali terkelupas. Memang benar, keramahan adalah salah satu modal utama dari terjalinnya suatu persahabatan yang hakiki. Namun sesekali, seorang extrovert juga senang menarik diri, menyendiri.
Dingin... Angin musim gugur mengelus pelan bahuku. Aku mengangkat wajahku, entah untuk mencari apa di langit yang bewarna merah itu. Aku mengedarkan pandangan, sejenak menangkap beberapa pasang burung-burung bebas yang asik memadu cinta. Aku mengeluh dalam hati. Cinta? Tidak pernah kupikirkan itu sebelumnya. Namun kali ini, dadaku sedikit sesak memaksa rasa rindu itu kembali mengusik alam sadarku. Kawan, ajarkan aku cinta...
Kulangkahkan kakiku menuju jalan sempit tak jauh dari pasangan-pasangan muda itu. Aku diam, membisu, mengosongkan pikiranku, membuang pergi angan yang tak memiliki arti, saat ini. Perlahan dedaunan dari pohon yang tumbuh tepat di seberang jalan itu terjatuh di hadapanku. Lagi-lagi, otot leherku diminta untuk bergerak nyaris sama pelannya dengan dedaunan yang berjatuhan itu. Aku tatap pohon itu lamat-lamat. Tempat apa ini? Pohon rindang itu terlihat berdiri anggun di tengah taman kecil penuh dedaunan rontok yang bagaikan lautan berwarna kecoklatan.
Aku tertarik untuk merebahkan diri tepat di bawah sosok anggun itu. Aku hempaskan tas sekolahku. Aku rebahkan tubuhku setelah yakin tidak ada seorang pun di sekitar sana. Mataku terpejam setelahnya. Dingin memang, tetapi rasanya tidak ada lagi yang bisa mengusik alam sadarku untuk kembali mengingat-ingat atau bahkan mengenang sesuatu yang mungkin saja hanya kamuflase.
Perlahan aku dengar suara itu. Langkah lembut yang seakan berbisik di telingaku. Kubuka mataku perlahan, melihat sekitar, rasanya tidak ada seorang pun di sini, sampai tiba-tiba...
"Yo!" terdengar suara laki-laki yang akrab menyapaku.
Aku melihat sekitar, mencari sumber suara, tidak ada siapapun. Hawa aneh menjalar ke seluruh tubuhku. Hantu? Tidak mungkin.. Tidak mungkin ada hantu di sini.
"Hey... Ya ampun.. Memangnya aku tidak terlihat?" suara laki-laki itu lagi.
Aku sudah hendak berdiri dari tempatku ketika sebuah benda jatuh tepat di keningku. Aku mengaduh, melihat ranting kecil tersangkut pasrah di seragam sekolahku. "Apa sih?! Eh?" aku mengalihkan pandangan ke arah pohon rindang yang berdiri kokoh di atasku.
"Payah!" laki-laki itu tersenyum jahil padaku sambil bertengger santai di dahan pohon.
"Kau siapa? Seenaknya melempar itu padaku! Sepertinya memang tidak ada tempat bagus untukku." Ucapku sebal sambil bersiap meninggalkan tempat yang semula seperti surga bagiku.
"Hey.. Tunggu.. Aku.. Huwaaah!!" Jerit laki-laki itu.
Aku tersentak kaget. Laki-laki aneh itu terjatuh bebas di sampingku. Entah bagaimana jadinya kalau ia mendarat tepat menimpaku. Ia tidak gemuk, terlalu kurus mungkin? Pasti sakit!"Ganjaran untukmu!" Aku tidak peduli dan berjalan menjauh dari sana. Awalnya memang aku tidak peduli, tetapi tidak keluar satu suara pun di belakangku. Langkahku terhenti. Otot leherku memaksa untuk menoleh. Laki-laki itu tergeletak tidak bergerak. Aku memang tidak peduli, namun rasanya naluriku menuntut untuk segera mendekatinya, laki-laki yang memang tidak ku kenal. Aku melangkah pelan ke arah sosok itu. Rasa takut perlahan menyelimuti sekelilingku. Tapi tahukah kawan? Mungkin ini adalah kesalahan terbesar bagiku. Mungkin...