Pagi menjelang. Sang surya tak segan bersinar di singgasananya. Ratusan siswa dengan seragam putih abu-abu bergantian masuk kedalam gerbang SMA Garuda Jaya. Para siswa lama, XI dan XII, saling bertegur sapa. Bertanya tentang liburan, tugas liburan, atau malah ada yang bisik-bisik untuk mengerjai adik kelas. Guru-guru piket mendelik pada 'anak lama' yang tidak lengkap atributnya. Dan masih beramah-tamah dengan 'anak baru'.
Nesia melambaikan tangannya kearah Dewi dan Fina, gadis itu lantas berlari menuju arah mereka berdua. Dewi tersenyum, Fina balik melambaikan tangan antusias.
"Tumben, sudah berangkat, Nes?". Tanya Dewi sarkas.
"Halah, paling juga cuman awal-awal, jaga image. Nanti-nati juga kalau berangkat mepet bel masuk". Cibir Fina, Nesia manyun.
"Kamvret kalian". Desis Nesia sebal. Mereka tertawa bersama, berangkulan, lalu berjalan masuk kedalam.
"Eh, Zee sekelas sama kita ya, Nes?". Tanya Dewi, ingatannya kembali saat kemarin ia melihat nama teman satu SMPnya itu di daftar siswa kelasnya.
"iya". Jawab Nesia singkat.
Mereka bertiga menaiki tangga lalu belok ke kiri. Beberapa langkah kemudian mereka sampai di depan kelas mereka. Terlihat sudah ada beberapa pasang sepatu di rak sepatu. Mereka bertiga melepas sepatu mereka, meletakkannya di rak, lalu membuka pintu masuk kedalam. Dan hal yang terjadi selanjutnya adalah hal biasa yang selalu terjadi ketika kau masuk kedalam sebuah komunitas baru.
Rasanya tuh something gitu. Baru buka pintu semua pandangan sudah menuju kearahmu, setiap langkahmu diperhatikan, belum lagi beberapa orang saling berbisik, berasa jadi artis kan?.
Nesia berjalan ke deretan bangku dekat jendela, mengambil bangku nomor tiga, tengah-tengah. Agar tak terlalu jadi sorotan. Pundaknya ditepuk lembut membuatnya terkejut. Segera ia menoleh ke samping, didapati wajah teman SMPnya itu tersenyum lebar kearahnya.
"Aku pikir siapa, Zee. Kau membuatku kaget". Ucap Nesia sebal, sedang senyum gadis yang dipanggil Zee itu melebar.
"Jangan lebar-lebar, nanti robek jadi kuchisake onna-nya Indonesia kamu".
"Dan hal itu diucapkan oleh gadis yang tidak bisa berhenti jika sudah tertawa terbahak-bahak". Nesia tertawa, namun buru-buru ia menghentikannya ketika beberapa pasang mata menatapnya lekat. Meski setelahnya perutnya terasa tidak nyaman.
Jarum jam terus berputar, suasana kondisi kelas X MIA 6, kelas Nesia, semakin didatangi penghuni-penghuni barunya. Beberapa anak terlihat mulai berkenalan, saling membagi cerita saat MOS bahkan ada yng sampai mengupat segala. Seperti "Njir, tuh senior cantik tapi omongannya nyelekit men", "Eh, senior yang itu keren banget, ganteng pula", "Alah, seniornya hobi tebar pesona", dan semacamnya. Biasanya disaat-saat seperti ini Nesia akan lebih sibuk mantengin notebooknya, biasanya. Namun sedari tadi Nesia dan Zee tak segera melepaskan pandangannya dari seorang laki-laki yang duduk tak jauh dari meja Nesia. Bukan, mereka tidak jatuh cinta pandangan pertama. Karena faktanya in bukan pertemuan pertama mereka.
"Nes, itu Mika kan?". Tanya Ze lirh.
"Mungkin". Jawab Nesia. "Sapa sono, Zee".
"Ya elah, yang lebih kenal siapa coba?". Nesia menggigit bibir bawahnya, bingung. Mau nyapa, rasanya gimana gitu. Syukur kalau Mika masih inget, kalau nggak?. Nesia sudah memutuskan, untuk semantara ini dia akan puara-pura tidak kenal. Dia melirik Zee, gadis itu sepertinya berpikiran hal yang sama. Mereka berdua mengangguk sepakat. Namun, setelah itu seorang gadis menghampiri mereka. Senyum mengembang di wajahnya.
"Kamu Nesia kan?. Nggak nyangka kita sekelas lho". Nesia tertawa canggung, Zee mengalihkan pandangannya.
"Eh, Bella. Hahaha, iya ya. Kok aku tidak sadar kita sekelas ya?". 'Sadar sih, tapi kikuk'. Nesia tersenyum canggung. Bella menatap Zee lekat-lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABSURD SUNSET
Teen Fictionorang bilang, masa-masa SMA itu tidak terlupakan. penuh warna. ada merah, biru, abu-abu, atau malah hitam. ada senang, sedih, tawa, canda, marah, pertengkaran, atau malah kehilangan. X MIA 6, generasi kedua kurikulum 2013 di SMA Garuda Jaya, berang...