Aku baru saja pindah dari rumah nenek di Jakarta yang sudah penuh sesak karena polusi dan suara suara yang hampir membuat gendang telingaku pecah. Aku pindah di tempat terpencil, dimana tidak ada hal hal menganggu aktivitasku dan keluargaku.
Aku pindah ke sebuah rumah tua dengan pohon besar dengan daun yang lebat. Aku mulai menurunkan barang barang dari mobil pick up ke depan teras rumah tua itu. Aku merasa lelah hingga keringatku keluar bagaikan air mata yang pernah aku keluarkan.
''Apakah sudah semua?''tanyaku sembari membersihkan keringatku dengan secarik sapu tangan bercorak mentari pagi.
Ayahku mengangguk sembari membawa satu box besar yang berisikan buku buku kunonya itu. ''Ya, ini yang terakhir''katanya sembari meletakkan box itu diatas box yang lainnya.
''Dimana Ibu? Katanya ia akan menyusul bersama Desi''gerutuku. ''Apakah ia tidak berniat membantu?''.
Ayahku mengusap kepalaku pelan. Lalu berkata,''Tidak boleh berkata seperti itu kepada Ibumu sendiri, Karin''. Ia tersenyum pelan padaku.
Ibuku menikah lagi dengan Ayahku Dony, yang masih 18 tahun itu. Sedangkan Ibuku sendiri sudah berumur hampir 45 tahun-an. Apakah itu hal yang wajar. Lebih baik orang tua itu menikahinya denganku yang sudah 16 tahun ini. Apa menariknya Dony menikah dengan Ibuku yang rambutnya hampir penuh dengan rambut putih?
''Dony, kenapa kamu menikah dengan Ibuku?''tanyaku dengan rasa ingin tahu. Aku memandang wajahnya yang kebingungan. Terus menatapnya hingga ia menjawab.
''Karena aku sayang padanya''jawabnya dengan lembut sembari mengusap kepalaku pelan. ''Sepertinya sebelum kau bertanya padaku seperti itu, kamu menghina Ibumu sendiri ya?''tanyanya pelan sembari mengecup keningku.
Aku tidak terima, pasti ada alasan lain.
''Dony, bagiku kau bukanlah seorang Ayah. Tetapi bagiku kau adalah Pangeranku''senyumku dengan rasa malu. Aku bisa menyadari jika pipiku sudah merona bagaikan kepiting rebus.
Dony terpaku ditempatnya, lalu menyempatkan membalikkan badan. Menatapku seperti sudah masuk ke dalam pesonaku. Ia berjalan mendekatiku, lebih dekat, dekat lagi.
Apakah aku akan mendapatkan first kiss disini?
Isi kepalaku kosong. Aku sudah merasakan nafasnya yang semakin dekat. Kita hampir saling menyentuh, apa yang haruus kulakukan?
''Ada sehelai daun yang jatuh di kepalamu''katanya yang tertawa kecil sembari menunjukkan sehelai daun yang sudah tua layaknya seperti anak kecil.
Aku terdiam sebentar. ''Apa menariknya Ibuku itu bagimu?''tanyaku dengan sungguh sungguh. ''Apa?''aku terus bertanya dan berjalan mendekatinya. Terus hingga ia terpojokkan di sudut rumah tua itu.
Dony menghela nafas panjang. ''Mungkin kau akan tahu alasannya nanti''.''Nah, bagaimana jika kita akan menelepon Ibumu. Karena aku tidak memegang kunci itu''katanya sembari menyalakan handphone-nya dengan sigap.
Aku mengernyitkan alisku, lalu aku menahannya menelepon Ibuku. ''DONY!''bentakku. Aku terus memegangi tangan besarnya itu yang lebih besar dariku. Dan aku berusaha memegangi tangan besarnya itu.
''Apa maumu?''katanya melepaskan pegangannku. ''Berhentilah memanggilku dengan nama. Panggillah aku dengan A-Y-A-H!''katanya sembari mengeja nama Ayah yang terdengar membosankan.
''Aku yang pertama kali menemukanmu, mengapa kau menikah dengan Ibuku?''isakku sembari memukul mukul dadanya.
''Tidak tahu''jawabnya singkat.
Tiba tiba datang sebuah mobil sedan hitam putih yang masih berplot B untuk Jakarta. Turunlah dua orang yang aku kenal, Ibuku dan Desi. Ibuku terlihat sangat tua dengan baju terusan kuno yang dimilik Nenenekku ketika masih muda. Aku menghela nafas panjang.
''Yo, bro. Kenapa adik kecilku ini? Terlihat sedang patah hati. Makanya jadi cewek jangan gampang diselingkuhin. Kau sudah dijadiin korban oleh banyak orang loh''sahut Desi sembari merangkul pundakku.
''Ya.. Bisa dibilang begitu. Apa kabar Yogya?''tanyaku membuka pembicaraan.
''Menyenangkan''jawabnya singkat.
Dony membantu Ibuku menurunkan barang barangnya. ''Apakah kau membawa kunci rumah?''tanya Dony lembut.
Ibuku mengangguk pelan sembari menyerogoh isi tas kulitnya itu. ''Ini''katanya sembari memberinya sebuah kunci berwarna perak yang sudah pudar. ''Lain kali kita perbaiki''senyumnya.
Dony berusaha membuka pintu rumah. Ketika pintu itu terbuka, keluar kelelawar kelelawar berwarna hitam legam dengan jumlah yang tidak sedikit. Dan ketika kami berjalan memasuki rumah tua itu, sudah banyak benda yang ditutupi oleh kain berwarna putih. Lalu jam besar yang didiamkan tanpa kain putih seperti yang lainnya.
Aku terus mempunyai firasat buruk dengan jam besar itu.
Malam sudah datang begitu cepat, aku mendapat kamar bercat putih yang sudah pudar karena termakan usia. ''Lebih baik aku segera tidur. Aku ingin lebih cepat membereskan rumah ini, agar Dony terkejut dan membuatnya menikahiku''senyumku yang menarik selimut merahku.
Ketika aku sudah sepenuhnya terlelap aku terbangun dengan sendirinya ketika jam besar itu berbunyi. Aku terus berjalan menuruni tangga, dan berjalan ke arah jam besar itu. Ingin berhenti tetapi tidak bisa.
Ada apa dengan jam besar itu.
Aku seperti ditarik oleh tali yang tidak terlihat yang terus menarikku untuk menghampirinya. Bagaikan jam itu punya nyawa dan tak ingin sendiri lagi seperti sebelumnya.
Aku terus berusaha menjerit sekeras mungkin, tetapi yang aku dapatkan hanyalah tarikan yang semakin kencang hinggal membuatku menghampiri jam besar itu.
''Aku ingin tidur, jadi tolonglah jangan menganggu tidurku''mohonku yang berusaha untuk naik keatas. Aku mengucek mataku yang daritadi tidak melihat dengan jelas apa yang terjadi.
Tiba tiba pintu yang ada di jam besar itu terbuka dengan sendirinya. Membuat seperti sebuah video klip layar lebar. Aku bingung, apa yang ingin sebenarnya disampaikan untukku.
''Apa maumu?''gerutuku yang mulai sedikit merinding.
Video klip itu menunjukkan sebuah keluarga kecil yang pernah tinggal di rumah tua ini. Semuanya, seperti film horror yang pernah aku tonton. Jam besar itu tidak menunjukkan bagaimana mereka mati, tetapi jam besar itu hanya menunjukkan foto keluarga itu dan mencoret semua wajah mereka satu persatu.
''Tinggalkan rumah ini segera!''perintahnya sembari mengeluarkan tangannya lalu mendorongku ke sebuah lubang hitam dibelakangku.
Aku terbangun dalam tidurku. Aku mengucek ngucek mataku, dan melihat mentari yang sudah bersinar menerobos masuk melewati jendela kamarku.
''Mimpi?''