Aku tiba di sekolah hanya dalam waktu sepuluh menit saja. Sebenarnya, perkiraanku perjalanan ini membutuhkan waktu lima belas sampai dua puluh menit. Gara-gara aku berjalan cepat biar Justin gak ngeliat aku, jadinya malah aku sampai di sekolah dengan keringat yang bercucuran.
"Morning, Chris." Sapaan seseorang membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang wanita tengah tersenyum ke arahku.
"Eh iya. Morning, Jess." Aku membalas sapaan Jessica. Jessica adalah teman kelasku yang duduk di bangku depanku. Ia berkulit putih dengan mata yang sipit. Ya, dia pasti keturunan Tionghoa.
"Lagi mikirin apa, Chris? Kok kayaknya ada masalah gitu," tanya Jessica.
"Oh itu... eh... Nanti kan ada ulangan fisika. Gue kurang paham." Aku terpaksa berbohong pada Jessica. Masa iya aku menjawab sejujurnya?
"Oh gitu... Ya udah, gue ke kelas sebelah dulu ya. Mau ngembaliin bukunya Melly. Bye." Jessica melambaikan tangannya dan tersenyum ke arahku.
"Okay, bye." Aku ikut melambaikan tangannya dan tersenyum.
"Hai, cantik." Seseorang menepuk pundakku dari belakang hingga aku yang sedang memegang knop pintu kelas tidak jadi membuka pintunya. Suaranya sudah tidak asing lagi. Sudah pasti itu suaranya Sandra.
"Ya ampun, San... Ngagetin aja. Pagi-pagi udah bikin jantungan," cibirku sambil mengerucutkan bibirku.
"Hahaha. Gitu doang aja kaget. Itu bibirnya biasa aja.. Gak usah dimanyunin segala," ucap Sandra sambil menunjuk bibirku.
"Ya lo sih ngagetin gue," balasku dengan muka dicemberut-cemberutkan dan memasuki kelas. Sandra mengekoriku sampai aku duduk di bangkuku.
"Iye, iye sorry, Neng. By the way, lo kok keringetan gitu? Abis dikejar anjing? Atau ayam? Atau han..." Sandra menggantungkan omongannya.
"Hantu? Iya emang hantu! Tapi bukan dikejar hantu, DIKAGETIN sama hantu," ucapku dengan penekanan pada kata 'dikagetin'.
"Lo nyindir gue? Jahat amat lo."
"Hahaha... Bagus deh kalo ngerasa," jawabku sambil tersenyum sinis.
"Terserah lo deh. Eh tapi serius, lo keringetan kayak habis lari-lari," ujar Sandra.
"Ya kan gue ke sini jalan kaki. Gue gak mau dianterin sama ayah gue pake mobil. Tapi rumah gue gak jauh dari sini kok," elakku.
Untungnya, Sandra hanya menjawab dengan ber-oh-ria dan tidak tanya-tanya lagi.
"Hai, cewek," sapa Franda yang tiba-tiba duduk di depan kami dengan menaik-turunkan alisnya.
"Ih jijik gue liat lo, Fran," ucap Sandra.
"Hahaha. Kasar amat lo, San. Ntar kalo Steven denger, lo ditabokin loh," ujarku.
"Udah lah. Pagi-pagi udah bahas Steven. Eh, Chris, San! Liat deh," kata Franda sambil menunjuk ke arah depan kelas.
"Itu siapa yang bertengkar?" lanjut Franda.
"Gak tau tuh," jawab Sandra yang juga melihat ke arah yang ditunjuk Franda.
"Gue kesana dulu ya. Mau cari informasi siapa yang tengkar," ujar Franda.
"Penyakit kepo-nya kambuh tuh," ucapku.
"Gue penasaran banget nih," sahut Franda yang langsung meninggalkan aku dan Sandra dan menuju ke tempat yang dikerumuni anak-anak.
"Tuh orang emang kepo banget. Makanya, dia gak pernah ketinggalan berita," ucap Sandra sambil terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
But I Choose You
Teen FictionCewek yang tidak pernah merasakan cinta akhirnya mengungkapkan rasa cintanya pada seorang cowok, setelah berkutat sekian lama dengan pikirannya yang bingung memilih antara dua laki-laki. Apalagi kedua laki-laki itu memiliki hubungan darah. Bagaimana...