I'm sorry i fucked up, and I'm sorry i can't fix it...
***
Dulu ada sepasang muda-mudi yang sedang duduk santai di sebuah cafe di kawasan elit. Si gadis tampak sesekali tertawa menanggapi ocehan yang pria. Si pria mengucapkan beberapa lelucon lucu yang membuat gadis itu terkikik geli. Obrolan mereka tidak berhenti di situ saja, mereka lanjut mengobrol tentang hal-hal lain yang membuat mereka tertarik dan tentang mimpi-mimpi yang telah mereka simpan selama ini dengan erat. Tangan mereka saling bertautan di meja dan mata mereka tak henti2nya memandang satu sama lain. Mereka sekilas tampak seperti pasangan yang sangat berbahagia namun kenyataannya tidak.
Mereka berdua hanyalah sepasang sahabat dari kecil. Sebenarnya si pria itu ingin mengubah status mereka menjadi lebih dari sahabat namun ketika si gadis ditanyakan tentang ini, dia hanya menggeleng pelan dan berkata bahwa sudah nyaman dengan status hanya sahabat. Hari itu merupakan hari dimana si gadis dan si pria terakhir berbicara satu sama lain. And they never talk ever since...
Gadis itu membuat keputusan yang disesalinya sampai sekarang.
And that girl is me...
***
Aku menguncir rambutku asal-asalan, peduli amat sama penampilanku. Meski seharusnya aku lebih memperhatikan penampilanku, tapi aku hanya tidak mau. Mamaku sudah berkali-kali menasihatiku soal menjadi gadis yang lebih baik namun nasihat mama seperti masuk kuping kanan dan keluar dari kuping kiri alias sama sekali tidak kudengarkan.
Suasana cafe ini masih sama sejak terakhir kali aku kesini. Desain interiornya yang indah dan pencahayaannya yang baik plus memiliki perpustakaan gratis membuatku sangat menyenangi tempat yang satu ini. Seperti dia dulu.
Aku sudah lost contact dengannya sejak penembakan yang dia lakukan beberapa tahun yang lalu, aku tidak menyalahkannya untuk menjauhiku karena waktu itu aku menolaknya. Bukan aku tidak ingin menjadi pacarnya, hanya saja status itu membuatku merasa terbebani. Aku sudah terlanjur nyaman dengan persahabatan yang kami miliki sejak kecil. Fakta bahwa dia mencintaiku lebih dari seorang teman membuatku merasa telah memberinya harapan palsu.
Dan fakta bahwa aku baru menyadari bahwa aku mencintainya sekarang, bahkan lebih menyakitkan lagi.
***
Aku selalu menyukai bagaimana matanya akan berbinar-binar ketika membicarakan sesuatu yang dia suka.
Bagaimana rambutnya yang meski berantakan seperti belum disisir membuat mukanya tampak lebih tampan.
Bagaimana dia memanggil namaku.
Bahkan bagaimana dia tampak sangat cuek dengan sekitarnya.
I know this sound cheesy but i think there's always be something about him that makes my heart drops into my feet.
"Lula! Tunggu gue!" Ujar sebuah suara mengagetkanku dari lamunan. Aku menengok untuk melihat siapa itu. Oh, ternyata Kenzo.
"lo dah nyelesain tugas yang dikasih sama hmmm siapa tuh gue lupa nama gurunya, yang ngajar IPA itu loh..Siapa ya gue lupa namanya?"Kata Kenzo ketika dia sudah mensejajarkan langkahku dengannya. Mukanya berkerut-kerut lucu, tanda bahwa dia sedang berpikir keras.
"Bu Fika? Halah gitu aja kok lupa sih. Pikun banget sih jadi orang." Aku menjawab pertanyaanya sambil tertawa kecil. Kenzo hanya melihatku sambil salah tingkah.
"Lo udah kan? Gue liat dong boleh gak?" Dia melangkah ke depanku dan mengambil tanganku lalu menggoyang-goyangkannya ke kanan dan ke kiri. Bola matanya yang biru menatapku penuh harapan. Duh, cowok ini selalu tahu bagaimana membuatku mengalah. Aku mengambil kertas IPA milikku dari tas dan memberikannya padanya. Dia mengambilnya dengan senang hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry[One Shoot]
NouvellesIs it too late to say sorry? *** Amazing cover by fairygraphic