Part 1 : Perkenalan

24 2 0
                                    

Sebelumnya aku mau bertrima ksh dulu untuk para readers yang bersedia untuk meluangkan waktu membaca cerita abal-abal ini. Dan untuk venesiaaa yang telah memberi votenya. Itu sangat berharga buatku.
Happy reading

Warning typo bertebaran

Langkah kecil semakin membawa tubuh kecil ringkih Rani ke dalam salah satu sekolah international yang berada di Jakarta.

Suara-suara kasar berhasil masuk ke dalam telinga wanita itu, tapi dia hanya berlalu seolah tak mendengar apapun. Terlalu biasa untuk membiasakan diri.

Yah seperti itulah sambutan yang Rani terima dari seluruh sekolah setiap harinya. Caci dan maki sudah seperti sarapan baginya.

Tapi anehnya Rani tak pernah marah terhadap semua gunjingan orang, "Buat apa marah kalau memang itu yang sebenarnya," pikirnya.

Ia berbelok dan memasuki sebuah kelas, lalu berjalan menuju meja paling pojok di kelas ini. Seperti sebelumnya semua orang dikelas menatap sinis dan jijik padanya.

Rani mengeluarkan novel yang baru ia pinjam dari perpustakaan umum dekat rumahnya kemarin sore.

Tas biru dongker yang bentuknya sudah ketinggalan jaman dan sudah terlihat pudar menjadi tempat teraman untuk membawanya.

Ia membuka halaman yang telah ia beri tanda dan mulai larut didalamnya. Mengabaikan kelamnya dunia yang memandang sebelah mata padanya.

***

Jam terus berputar mengikuti aturan yang telah di tentukan, tak terasa jarum telah menunjukkan angka di mana kini sudah waktunya bagi sang lonceng untuk berbunyi dan membawa kebahagian untuk semua siswa.

Kantin telah ramai, setiap sudut meja dan kursi tak ada lagi yang bersisa.

Semua siswa berkumpul dan sibuk dengan urusan masing-masing.

Untuk meredam konser di perut atau sekedar duduk melepas penat dari pelajaran yang sangat membosankan.

Berdiri di depan pintu kantin seorang cowok dengan rambut blode coklatnya tengah berusaha menemukan sesorang, matanya dengan jeli menatap setiap meja mengabaikan teriakan dari para siswi yang merasa diperhatikan olehnya.

Dengan postur badannya yang tinggi ia merasa mudah mengamati seluruh dari kantin.
Merasa tak mendapatkan apa yang ia inginkan cowok tersebut menghela nafas
"ia tak ada" batinnya, dan mulai beranjak meninggalkan kantin.

***

Saat istirahat seperti ini Rani lebih memilih untuk menuju taman belakang sekolah yang jarang di kunjungi.

Taman hijau nan asri yang cukup berjarak dengan sekolah, hanya beberapa kali taman ini terlihat ramai tentu dengan adanya acara yang diadakan di sana atau hanya para murid baru yang tersesat jalan.

Rumput hijau dengan berbagai pohon yang ditanam berjejer di sekitan taman membuat Suasana hening dan damai yang benar-benar seperti surga bagi Rani.
Sangat cocok untuk menenangkan pikiran saat kemelut hidup datang atau menyelesaiakan membaca novel seperti yang sedang ia lakukan.

Rani tak pernah menyadari bahwa ada mata yang selalu mengawasinya setiap kali ia duduk di sana dari jauh.

Mata yang memancarkan kerinduan yang mendalam tapi juga penuh dengan dendam dan ambisi.

***

"Rani antar makanan ini ke meja nomor 4" perintah koki tempat ia bekerja.

Rani dengan tanggap mengambil nampan tersebut dan bergerak ke arah meja nomor 4.

Meja yang langsung menghadap ke arah luar dengan kursi yang dibuat berbentuk L, sehingga dapat membuat siapapun yang duduk di bagian sisinya dapat melihat trotoar jalan yang menampilakan keramaian kota.

Sebenarnya setiap kursi di kaffe ini dibuat dengan bentuk L agar para pengunjung merasa nyaman dan betah untuk berada didalamnya.

Ditambah lagi dengan suasana luar kaffe yang cocok untuk bersantai, jalanan yang terkadang terlihat padat ataupun terkadang senggang.

"permisi, pesanannya" ucap Rani sambil meletakkan dua orange juice dan sepotong tiramitsu coklat di atas meja.

Beginilah kegiatan Rani setiap harinya sepulang dari sekolah ia langsung bergegas untuk pergi ke kaffe yang cukup jauh dari sekolahnya dan tentu jauh dari rumahnya. Kerja part time, yang baru dimulainya sekitar 3 bulan yang lalu.

3 bulan yang lalu Rani tengah mengelami krisis keuangan yang parah. Kakaknya pergi dari rumah sudah sekitar lima hari dan tak meninggalkan uang sepeserpun untuk kebutuhan sehari-harinya.

Rani tak mungkin menunggu kedatangan kakak perempuannya yang tak pasti, ia harus bertahan hidup dengan ada atau tidak adanya kakakya itu.

Dengan tekat yang kuat Rani mendatangi satu-satu toko emperan yang mau menerima tenaganya.

Tak butuh pekerjaan yang besar yang penting cukup untuk membeli makan dan ongkosnya ke sekolah.

Semua telah Rani coba mulai dari melamar jadi tukang cuci piring sampai menjaga toko buah milik tetangganya, tetapi semuanya gagal.
Bukan kerja Rani yang mengecewahkan hanya saja waktu kerja yang tidak dapat disesuaikan dengan waktu belajarnya sehingga membuat Rani harus mundur.

Rani tak dapat meninggalkan tugasnya sebagai pelajar, ia bukan anak orang kaya yang akan langsung mendapatkan perkerjaan atau harta warisan setelah lulus sekolah.
Ia hanyalah anak haram, jika tak punya pendidikan lantas apa yang dapat ia banggakan selama hidup.

Ditenggah keputusasaan Rani yang tak mendapatkan pekerjaan, ia berjalan berniat mengelilingi kota hanya untukmenenangkan pikiran.

Entah sebuah kesialan atau keberuntungan saat Rani tersesat di tengah ramainya orang yang berlalu lalang. Memang ia lahir dan besar di kota metropolitan Indonesia ini, hanya saja untuk keluar dan berjalan-jalan Rani tak pernah melakukannya.

Ia tak mempunyai sesorang yang di percaya untuk mengajaknya berkeliling dan memperkenalakan seperti apa Jakarta yang sebenarnya, Jangankan mengajak menegurnya saja Rani sudah bersyukur ada yang mau.

Di menit berikutnya seyum Rani mengembang ia yakin ini bukan kesialan, ini sebuah keberuntungan yang di lukiskan di atas takdir sulit yang mengikatnya.

Tak ingin kehilangan kesempatn maka Rani yang saat itu masih mengenakan seragam sekolah nekad memasuki sebuah kaffe di pinggir jalan dan melamar bekerja setelah melihat kertas yang tertempel di balik kaca.

"Membuka Lowongan Pekerjaan" begitulah tulisannya.

Tak perlu ijazah hanya dengan keramahan dan semangatnya, sang pemilik mengijinkan Rani untuk bekerja.

Kali ini Rani merasa cocok dengan pekerjaannya yang sekarang, selain jam kerja yang dapat di sesuaikan dengan waktu beajarnya, ia juga dapat menyelesaikan tugas di kaffe saat pengunjung belum terlalu ramai.

Maka dengan sekuat tenaga Rani tak ingin terlempar dari kaffe ini. Ia akan bekerja keras untuk tak mewujudkan hal itu.

***

"Tunggu aku sayang, waktu kita untuk bertemu sudah semakin dekat" batin seseorang dengan mata yang tak lepas memandang layar komputer menampilakan situasi sebuah kaffe. Kaffe tempat Rani bekerja.

Jeng.......
Hehehe akhirnya selesai juga satu part.
Cerita ini memang aneh dan banyak kesalahannya. Maklum pemula :-)

Vote n coment nya di tunggu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia RAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang