Don't Wait For Tomorrow

1.1K 80 8
                                    

Disclamer: Masashi Khisimoto

Pairing: SasukeNaruto

Rate:T

Warning: YAOI, AU, OOC, TYPO, DLL(Fic ancur)

{Segala kritik, saran, flame dengan berbagai variasi rasa saya terima dengan SENANG HATI.}

.

Don't Wait For Tomorrow

.

By:Borax 007

.

Jangan menunggu besok karena kita tidak akan pernah mendapatkan hari ini kembali.

Jangan tunggu esok hari untuk mengatakan padanya karena esok hari itu ... mungkin tak akan pernah tiba.

.

.

.

Segalanya berawal ketika aku masih berumur 12 tahun. Kalah itu, pekerjaan ayah selalu membuat kami begitu sering berpindah rumah, berpindah kota.

Aku bukanlah anak yang pendiam, tapi pekerjaan ayah selalu saja membuatku sulit mendapatkan seorang sahabat. Bahkan, terkadang aku masih belum mengenal semua nama-nama teman sekelas ku lagi-lagi ayah harus pindah tugas.

Aku menjadi begitu sangat kesepian. Tentu aku punya seorang ibu yang perhatian tapi bukan berarti ia selalu berada di samping ku. Aku mengerti, ibu juga punya pekerjaan. Aku butuh seorang teman, seseorang yang bisa diajak bermain, bercerita dan diajak tertawa bersama.

Dan tibalah ketika ayah akan pindah tugas lagi, ini adalah yang ketiga kalinya selama setahun.

Malam itu, ibu sibuk mengepak barang-barang kami dan ayah sedang memilah-milah buku-buku di meja kerjanya. Ku perhatikan mereka, lagi-lagi kami harus pindah rumah dan lagi-lagi aku harus pindah sekolah. Padahal pekan ini, aku sudah punya janji dengan teman sebangkuku. Lagi, aku akan kehilangan kembali calon sahabatku. Sungguh, ini semua terasa begitu memuakkan.

"Ibu." Ku kepalkan tanganku erat.

Ibu menoleh ke arah ku.

"Ada apa, Naruto?" jawab ibu dengan senyumnya.

"Kupikir aku tak perlu pindah sekolah 'lagi'." kutekan nada suaraku pada kata 'lagi'.

"Hm?" Ibu terlihat bingung. Kulihat ayah juga ikut melirik kearahku.

"Aku bilang, aku tak ingin sekolah lagi. Aku benci terus-terusan pindah sekolah."

Ibu menatap ayah, kemuadian ia tersenyum. Ayah kembali melanjutkan pekerjaannya. Ibu berjalan kearahku kemudian duduk tepat di sampingku.

Tangannya membelai kepalaku dengan lembut.

"Naru, ibu pikir kamu seharusnya sudah mengerti. Ini bukan kemauan ayah atau ibu, pekerjaan ayahlah yang mengharuskannya. Dan dari pekerjaan ayah, semua kebutuhan kita terpenuhi, termasuk semua mainan yang ibu belikan." Bujuk ibu.

"Aku tahu bu, tapi sekolahpun rasanya percuma, aku bahkan ketinggalan banyak pelajaran."

Sesaat ibu terdiam.

"Tahu tidak? Kali ini kita mau pindah kemana?" Ibu tersenyum semangat.

Mengabaikan ibu. Aku tetap setia pada pose ngambekku. Palingan pindah ke kota-kota besar seperti biasanya.

"Kali ini kita akan pindah ke Jepang, lebih tepatnya Tokyo dan kita akan tinggal di rumah kakek dan nenek."

"Benarkah?"

Jangan Tunggu Hari EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang