Barista series

64K 1K 85
                                    

Siapa namanya?

Mandy? Lusi? Irina? Sialan, aku lupa! Dia tersenyum manja kepadaku dan memutar jarinya di atas cangkir kopi miliknya. Gambar hati itu pasti sudah meluluhkan hatinya. Dan sekali lagi sebutan Barista Penakluk Wanita terbukti dari diriku. Malam ini, kira-kira apa yang akan wanita itu berikan kepadaku.

“Anda mulai lagi, Pak!”

Aku melihat ke arah suara itu dan menemukan asistenku sedang membawa beberapa cangkir bersih dari arah dapur. Anak itu masih muda, tapi mulutnya sedikit menyebalkan untukku. Mungkin itu karena negara asalnya yang terbiasa untuk bicara terbuka, tapi tetap saja bagiku menyebalkan.

“Mike, sini!” perintahku memangil anak kurang ajar itu. Dia terlihat patuh dan segera mendatangiku. “Berapa umurmu? 18…19…”

“20 tahun, Pak!” jawabnya sedikit sebal.

Aku meraih wajahnya dengan satu tanganku dan dia terlihat sedikit ketakutan.

“Wajahmu tampan, terutama muka bule-mu itu bisa bikin banyak cewek suka, badanmu juga bagus…”

“Pak, saya masih normal…”

“Jangan besar kepala!” aku memukul kepalanya dengan tanganku yang masih bebas, sementara tanganku yang satunya masih memegang erat dagunya. “Dengan semua kelebihan itu, seharusnya kamu bisa menjadi pria yang jauh lebih hebat daripada aku dalam hal merayu wanita!”

“Saya tipe yang setia, Pak!”

“Jangan sombong!” sekali lagi aku memukul kepalanya. “Setia itu kata lain dari ketidak mampuan diri mengatasi hatimu!”

“Maka saya siap menerima sebutan itu, Pak!”

Aku mengernyitkan alisku, menatap heran anak di depanku ini. Seorang pria dengan bakat menggaet wanita, tapi lebih memilih untuk setia.

“Kamu…gay?”

“Apa? Tidak, Pak! Saya pria normal, saya…”

“Ya...ya…ya…, terserah kamu aja! Sekarang jaga konter ini sementara aku bertemu dengan wanita kesepian di sana!”

Aku mulai meninggalkan Mike yang terlihat sedikit marah dan menuju ke arah wanita yang sedari tadi menungguku di meja itu. Wanita itu tersenyum semakin lebar ketika aku mendekatinya. Akhirnya aku ingat namanya, Samantha.

“Hai cantik, bagaimana kopinya?” tanyaku sembari mencium pipinya. Nanti malam giliran bibirmu dan juga tubuhmu, sayang.

“Enak, seperti biasa!” jawabnya senang. Dia menggeser letak duduknya seakan memberikanku tempat untuk duduk di dekatnya.

Aku mengambil kursi lain yang jauh dari tempatnya. Itu taktik untuk membuatnya penasaran. Semakin penasaran dia, semakin garang tingkahnya di ranjang nanti. Api gejolak di dalam tubuhku mulai menggelegak. Hari ini, kejutan apa yang akan dia berikan untukku? Aku tak sabar menunggu itu semua.

“Jadi, kenapa baru menghubungiku?” tanyaku merayu. Tanganku mulai meraih jemarinya, membuatnya tertawa geli.

“Bukannya kamu yang terus sibuk? Aku beberapa kali mengubungimu dan anak yang sedang mengelap gelas di sana mengatakan kalau kamu masih ada urusan.”

Begitulah, aku sibuk.

Selain cafe ini, aku juga harus mengurus perkebunan kopi, juga tempat pengolahan kopi milikku. Belum lagi usaha ekspor biji kopi milikku yang sedang kujalani beberapa saat ini. Cafe ini hanya sebagian kecil usahaku, Bung. Para wanita memuja kekayaanku selain ketampananku.

“Kamu kesepian, Cantik?”

“Sangat…”

“Ini awal video porno?”

Barista seriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang