AKdC- 1

452 17 5
                                    

Kalau sudah takdirnya begini ya aku jalanin, gak baik ngelawan takdir.
-Elea Ratu Permata.

Udara dingin di pagi hari menggelitik kulit tubuhku, membuatku mau tak mau harus membuka mata . Aku pun bergegas mandi kemudian melaksanakan kewajibanku sebagai seorang Muslim, walau aku bukan seorang muslim yang taat, tapi aku hampir tak pernah meninggalkan solat.

Pagi ini seperti biasa aku di sibukan dengan peralatan memasak di warung ibuku. Ya sekarang aku sedang membantu ibu memasak untuk keperluan berdagang nanti. Kebiasaan rutin yang selalu aku lakukan mulai dari kelas enam sekolah dasar.

"Lea,lulus nanti mau ngelanjutin sekolah dimana ?" tanya ibuku dengan tangan yang tak berhenti mengulek bumbu bumbu masakan. Oh ya ampun aku sampai lupa mengenalkan namaku, perkenalkan namaku Elea Ratu Permata. Kalian bisa memanggilku Lea seperti ibuku tadi.

"Aku maunya masuk sekolah Negri bu, masa dari TK swasta terus bosen." balasku sambil sibuk memotong sayur sayuran.

"Semua sekolah itu sama saja Lea, lagi pula sekolah Negeri itu mahal bayar di awalnya, ibu mana ada uang kalau harus bayar semua sekaligus.  " kata ibu lagi sekarang sembari menatapku jengah.

"Bisa kok bu pakai dana miskin, nanti tinggal minta surat kekelurahan. Terus di kasih keringanan sama pihak sekolahnya ." jelasku kepada ibu.

"Nanti coba ibu bicarakan sama Ayahmu dulu ya, berdoa biar semua yang kamu mau di kabulin." terang ibu dengan memandangku sebentar lalu berlanjut dengan mengupas bawang.

Aku tak membalas,aku sibuk berkutat dengan pikiranku. Haruskah aku tak sekolah hanya karena egoku. Haruskah aku putus sekolah karena rasa maluku ? Entah lah, kadang akupun jengah dengan diriku sendiri. Aku sepeerti memiliki dua kepribadian, kadang aku bisa sangat baik. Tapi kadang juga aku bahkan terlalu cuek dan bisa menjadi kejam hingga orang di sekitarku marah kepadaku.

*GEDUNG SEKOLAH SAAT ITU

"El,lo udah tau belum kalau ada nama lo di tempel di mading ? " tanya sahabat ku Aira dengan wajah menahan emosi.

"Belum, emang kenapa sih ?" tanya ku kepada Aira

Tanpa menjawab pertanyaanku Aira langsung menarik tangan ku dan membawaku kedepan papan mading, dan dia langsung menunjuk namaku di barisan siswa-siswi yang belum membayar uang sekolah sama sekali. Di situ tertulis dengan jelas bahwa Elea Ratu Permata di deretan paling atas. Aku diam seperti orang linglung, bagaimana tidak ? Tertera namaku dengan tunggakan paling besar senilai empat juta tujuh ratus ribu . Aku pun menatap Aira yang sejak tadi dia memandangku dengan rasa prihatin dan menggenggam erat tanganku, seolah memberi kekuatan kepadaku. Aku mencoba tersenyum, namun susah malah air mata yang terlebih dulu jatuh sebelum aku memberikan senyum kepada Aira.

Sedetik kemudian aku menarik tangaku dari genggaman Aira lantas mencabut kertas tersebut dan aku berlari ke ruang Kepala Sekolahku.

Semua murid menatapku dengan pikiran mereka masing masing. Aku tak peduli yang aku pikirkan saat ini adalah menemui kepala sekolah dan menanyakan apa maksut dari ini semua .

"El lo gila ya ! Ngapain lo kesini ? Udah El, balik lo lagi emosi" ucap Aira dengan perasaan takut. Namun aku hanya memandang nya tanpa berkata suatu apa pun.

Aku melangkah kan kaki ku dengan tergesa -gesa,sampai di ruang guru dengan wajah merah padam menahan malu, tangis dan emosi sekaligus. Sampai Aira pun memegang lenganku mungkin dia takut aku kepas kendali .

Aku langsung menerobos masuk kw ruang kepala sekolah,tak menggubris semua pertanyaan guru guru yang cemas karena sikapku. Beruntung kepala sekolah ada di ruanganya .

Aku Kau Dan Cerita HidupkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang