Dua

1.8K 181 7
                                    

Pajero Sport putih itu memasuki halaman kantor Rena dan berhenti tepat di depan lobby. Tak lama, pintu mobil depan mobil itu terbuka dan menampakkan Rena yang keluar dari sana.

"Nanti kalau memang aku selesai sebelum jam lima, aku jemput kamu," ucap Dafi yang duduk di kursi kemudi.

"Gampang, Daf. Nanti aku naik taksi aja nggak papa."

Dafi mengangguk sambil menaikkan perseneling mobilnya.

"Hati-hati, ya." Rena menutup pintu mobil, dan setelah itu mobil putih itu berjalan menjauh.

Rena menghela nafas, ia siap untuk kerja di hari Senin ini.

.

"Re?"

Rena mendongakkan kepalanya dari laptop dan menatap seorang wanita berkacamata yang berdiri di depan mejanya.

"Eh, Mbak Risa." Rena berdiri dan menghampiri Risa. "Sorry aku nggak tahu kalau Mbak Risa masuk."

Risa terkikik. "Mana bisa tahu kalau kamunya liatin laptop kayak mau nagih hutang."

Giliran Rena yang tertawa. Rena lalu menyilakan Risa untuk duduk di sofa ruangannya.

Risa adalah teman sekantor Rena yang berbeda divisi. Risa bekerja di divisi HRD kantor mereka lebih dahulu dari Rena. Walaupun begitu, mereka cukup dekat karena jarak umur mereka hanya empat tahun. Mereka seringkali makan siang bersama. Bagi Rena, Risa adalah sosok kakak perempuannya ketika di kantor.

"Ada apa, Mbak? Tumben kesini pagi-pagi?" tanya Rena.

"Nggak ada apa-apa, Re. Kebetulan tadi aku lihat kamu waktu diantar suami kamu, jadi pas lewat depan ruangan kamu aku mampir deh."

Rena mengerutkan alisnya heran. "Emang kenapa kalau aku diantar suamiku, Mbak?"

Risa tertawa sambil mengibaskan-kibaskan satu tangannya. "Bukan, bukan masalah kamu diantar suamimu, Re."

"Lalu?"

"Hari ini kamu datangnya pas aku udah di kantor. Langka banget, kan?"

Rena semakin tidak mengerti maksud Risa.

"Sejak kamu kerja di sini aku nggak pernah datang sebelum kamu, bahkan setelah kamu nikah dua tahun yang lalu kamu selalu datang sebelum pun tetap sama. Nah pagi ini ada yang aneh, aku datang sebelum kamu. Langka banget, kan?"

"Ooh..." Rena mengangguk-angguk paham, lalu tertawa heran setelah itu. "Mbak Risa kok ngerasa aneh gitu?"

"Ya ini langka banget, Re. Untuk pertama kalinya pagi ini aku bisa ngalahin kamu."

Rena sontak tertawa, Risa pun juga. Ruangan kantor yang beberapa saat lalu hening itu kini dipenuhi suara tawa wanita.

"Semalam aku nggak bisa tidur, Mbak. Makanya bangunnya agak siangan dari biasa," ucap Rena setelah ia berhasil menghentikan tawanya.

Mata Risa memicing penuh interogasi. "Emang Dafi ngapain kamu sampai nggak bisa tidur?"

Rena mendelik. "Apaan sih, Mbak? Orang kita nggak ngapa-ngapain, kok."

"Ya kalau ngapa-ngapain juga nggak papa, Re. Toh ya kalian suami istri."

Wajah Rena pias. Wanita itu memalingkan muka dan tidak tahu harus menanggapi seperti apa.

"Re?"

Dengan enggan Rena menoleh. "Ya?" sahutnya dengan sedikit menghindari tatapan Risa.

Risa memicing, menangkap hal aneh dari Rena. "Nanti kayaknya kita harus makan siang bareng deh."

Untuk Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang