Bahkan dia telah lelah untuk menunggunya. Percuma untuk berharap kedatangannya. Dia tak akan pernah datang.
Lagi, lagi dan lagi. Dia menyendiri di kamar. Tak keluar kamar. Bahkan dirinya tak terurus. Memakai pakaian yang sama seperti kamarin. Tak peduli tentang hal itu. Yang ingin dia pedulikan adalah perasaannya saat ini.
Melupakan seseorang yang mampu membuat arti hidup yang begitu berarti. Melupakan seseorang yang tak mudah untuk di lupakan. Selain mencintainya secara diam-diam, dia juga takut kehilangan.
Setelah pergi selama hampir setahun, hidupnya hancur berkeping-keping. Kurus tak terurus. Tangan yang penuh goresan luka kaca karna frustasi. Yang dia tau saat ini adalah, kehilangan orang yang dia cintai yang selama ini membangunkan kehidupan matinya menjadi seperti manusia layaknya yang ingin bahagia. Dan, tak peduli dengan keadaan yang sekarang.
Dia hanya minta satu permohonan kepada Tuhan. Izinkan untuk bertemu dalam keadaan apapaun. Tak peduli dengan siapa dan bagaiman bisa. Yang di ingin hanya itu. Tidak lebih.
Lagi lagi dia mengambil kertas dan bulpoinnya. Secarik kertas dengan tulisan tinta hitam.
Aku merindukanmu. Pulanglah. Ku mohon. Jangan tinggalkan aku. Not someone like you, Rizky.
Dilipatkan kertas itu. Dia terbangkan tak tentu arah. Berharap suratnya bisa dibaca oleh kekasihnya. Ralat, hanya sebatas sahabat yang dia anggap sebagai kekasih.
Airmatanya kini kering. Setetespun tak keluar. Matanya bengkak memerah karna setiap hari menangis. Dia berharap ada yang menghapus tetesan bening itu. Impiannya hilang bersama mimpi-mimpi kelabu yang membawanya seakan ingin mati dari kehidupannya.
Tak terbayangkan akan menjadi seperti ini pada akhirnya. Selalu mementingkan kebahagiaan sampai lupa akan kesendiriannya dulu. Kadang dia ingin hidup lama dan selalu berharap bersamanya setiap waktu. Tak berharap untuk berpisah dan kehilangan seperti ini.