Elvan menatap lurus jalan raya yang ada didepannya. Ia sudah berkomitmen sebelumnya pada gadis yang ia tabrak ini bahwa ia akan bertanggung jawab. Awalnya gadis itu menolak, tetapi hasutan temannya merubah segalanya.
Elvan membuang nafas perlahan. Sebelum mengantar gadis ini pulang ia sempat menemani mereka makan. Gadis yang diketahuinya bernama Pearl dan Sasha.
Elvan tau ia tidak sembarang menabrak seorang gadis biasa. Ia belum pernah sekalipun ia merasakan diacuhkan oleh seorang gadis kecuali dengan gadis yang berada disamping kemudinya ini."Yak disini belok kanan, itu gak jauh 10 meter lagi rumah gue diseberang rumah pearl di kanan" suara Sasha memenuhi isi mobil ini selain musik di radio. Elvan hanya mengangguk dan berhenti didepan sebuah rumah di perumahan klasik.
"Pear, lo bisa turun gak?" Sasha keluar dari mobil, membawa keluar semua belanjaanya.
"Gak, sakit kaki gue" ucap Gadis disebelah Elvan yang membuatnya reflek turun dari mobil dan membuka pintu kemudi asal suara.
Pearl memperhatikan lelaki ini yang membuka pintu mobil seraya berjongkok sambil mengatakan "ayo turun sama gue"
Pearl terkesima bukan main. Ia sempat ragu. Tapi ia melihat Sasha sudah penuh dengan barang belanjaan dan akhirnya ia naik di punggung Elvan.
"Gadis pintar" ucap Elvan saat mulai melangkah.
"Kalo bukan karna terpaksa gue juga gak mau"
Sasha ikut masuk kedalam rumah Pearl dan memberikan belanjaan Pearl kepada bibinya lalu ia pamit untuk pulang karena sudah larut.
Lagi-lagi mereka berdua dalam diam. Elvan betul-betul tak suka suasana sepi. Gadis ini begitu tahan diam saat Elvan mulai menaiki anak tangga perlahan-lahan, ia merasakan gadis ini bersandar dibahunya. Sudah lama rasanya Elvan tidak disentuh atau menyentuh seorang wanita. Apalagi wanita ini adalah seorang gadis yang baru ia temui di supermarket. Elvan ingin bertanya dimana kamar gadis ini sampai tiba-tiba ia berkata "kamar gue disitu" Elvan mengikuti arah jari gadis itu.
"Yang warna warni itu?"
Pintu kamar itu memang terlihat penuh warna dan apapun yang berwarna pink dan tosca.Gadis itu tidak menanggapi pertanyaan Elvan. Tapi Elvan merasa bahwa gadis ini mengangguk karena pergerakan tubuhnya. Perlahan Elvan membuka pintu kamar dan menatap kamar yang lebih mirip kamar seorang anak kecil yang menyukai disney.
'Gadis ini umur berapa' batinnya. Elvan mendudukkan Pearl di tempat tidurnya. Melepas heels hitamnya dan tiba-tiba saja seorang wanita paruh baya memasuki kamar Pearl dan memasuki kamar mandinya."Non, bibi siapkan air hangatnya dulu ya"
Ucap wanita paruh baya tersebut dan entah ia melakukan apalagi dikamar Pearl."istirahat ya setelah mandi, kalo ada apa apa tolong hubungi gue" Elvan memberikan sebuah kartu namanya kepada Pearl.
"Untuk apa?"
"Pertanggung jawaban" Elvan hanya tersenyum lalu pamit dan melangkah pergi.
Biasanya dengan cara ini akan mudah. Batin Elvan.
●●●
Sudah hampir dua jam Elvan terpaku pada layar di laptopnya dan sesekali melirik ponselnya. Dia berharap gadis itu menelpon, atau sekedar memberi kabar bahwa ia baik-baik saja.
Apa Elvan terlihat khawatir? Sepertinya tidak. Ia hanya sedikit cemas. Sedikit.
"Elvan, sarapan bareng yuk nak" suara Liana terdengar dibalik pintu kamar Elvan.
"Sebentar ma, tugas Elvan belum kelar"
Elvan melirik ke arah jam dinding. Ini pukul delapan dan mamanya mengatakan bahwa ini adalah sarapan. Yang benar saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
One Chance
RomanceKamu gak akan selalu menang. Kamu juga manusia. Kamu bisa aja kalah. Hidup ini sebuah perjalanan. Sebuah tantangan. Kalo kamu gak bisa menjalani hidup ini. Bagaimana dengan cinta? Kamu butuh cinta bukan? Dan bagaimana cinta itu hadir? Bukankah kamu...