Part 13

31 5 0
                                    

Loisa bingung dengan cara membunuh Felix, "Felix sudah tiada, dan jiwanya yang selalu menghantuiku. Bagaimana aku bisa membunuhnya lagi? Bukankah dia sudah tiada?" tanyanya dalam hati.

***

"Brakk"
Loisa menghempaskan dirinya ke kasurnya bergambar bunga Violet itu.
"Jam 9." ucapnya kemudian jam tangannya.

Foto-foto dan album kenangan keluarga mereka serta video dalam tape mereka terdapat di laci kamar.

Terpaan cahaya matahari masuk begitu saja ke dalam kelopak mata Loisa yang belum mekar, dan Loisa akhirnya membukanya.

"Bangun sayang."

*Loisa bangun*

"Hari ini, hari spesial ulang tahunmu kan!" teriak ayah.

"Iyaa benaar." suara anak kecil itu sangat keras.

*Loisa hanya menatapnya dengan jelas*

"Ayo, Loisaku. Kita turun kebawah. Ada kue Tart disana."

"Asyikkk"

Anak kecil itu turun dengan lincah, di gandeng oleh ayah dan ibu. Loisa hanya memandangnya dengan menangis namun ia ikut turun juga.

"Jadi mari kita ucapkan.... SELAMAT ULANG TAHUN LOISA!!" teriak ibu dan bibi Rue.

*anak kecil itu meniup lilinya.*

"Ibu, ini aku!!! Loisa."
Loisa mencoba untuk menyentuh tangan ibunya, dan... Ia gagal.

"Tembus pandang? Ibu ini akuuuuuu! Loisa sadarlah."

Tidak ada balasan sama sekali.
"Ibuu!!!!"

***

Loisa terbangun, dan menatap atap. Bantalnya basah karena air matanya.
"Kenangan." ucapnya.

***

"Brak... Kresek...brak.."

Loisa terperosok ke samping tempat tidurnya, dan membuka sebuah album foto besar.

Air matanya menitik begitu saja, ketika melihat foto keluarga mereka pada saat merayakan hari Valentine .

"Ayah... Ibu... Dimana kalian sekarang... Loisa merinduimu." katanya sambil mengusap gambar wajah mereka.

Rambatan cahaya di balut dengan bayangan jari-jari daun yang besar. Loisa mencoba untuk memahami bulir-bulir permasalahan setiap kalinya.

Tetapi tetap saja tidak ada ide penyelesaian nya untuk itu, seharusnya ia tau pada malam Halloween sebelum ia bercanda melempar batu ke arahnya. Seharusnya ia tau kalau ia psikopat murni.

Tidak ada siapapun yang tau itu, dan dapat membaca seluk beluk pikiranya. Menurut Loisa itu terlalu berlebihan untuk memikirkan secara logis tentang itu.

***

"Andie, kau bisa ambilkan wyne untuk ku " kata Bernie, si jangkung yang selalu memakai topi lusuh.

"Ini." ucapnya Andie.

Mereka duduk di kursi rotan tua panjang di depan rumah, dan jarang sekali mereka bercakap berdua. Selama ini mereka selalu tak acuh seksama, ada kemungkinan mereka sudah baikan.

"Dimana, anak kita?" tanya Bernie.
"Dia sedang bermain di lapangan. Ku rasa kau tidak perlu khawatir tentang itu."
Balas Andie.

Kehidupan yang rumit dan tidak sehat sudah menjadi tradisi mereka, bahkan mereka juga mengajarkan pada anak mereka. Felix.

Rumah biru norak di selingi dengan cat berwarna hitam serta dinding-dinding marmer pada dalam rumah yang kuat. Dan dihiasi oleh macam-macam bunga di depan rumah yang sebagian sudah layu.

THE LAST CHILDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang