Bagian 2 - saksial(2)

27 3 0
                                    

Nama ku Stefara Ordelia, umurku saat ini memasuki 17 tahun. Tahun yang benar-benar manis dalam tiap hidup cewek, tinggal 2 bulan lagi umurku menjadi sangat manis, aku tidak sabar dengan kejutan dari orang-orang terdekatku. Mempunyai rambut panjang serta tubuh yang tidak terlalu pendek, orang-orang bilang aku memiliki sosok tubuh yang sempurna.

Saat ini, dihari minggu siangku. Aku harus bertemu dengan seorang laki-laki kejam, dia membawaku didalam mobilnya yang—bisa dibilang—kotor. Banyak bungkus snack berserakan dan juga ada abu rokok, aku tidak yakin semua cowok akan seperti dia keadaan mobilnya.

***

15 menit sudah aku di dalam mobil dengan cowok serem yang dari tadi menampilkan wajah tak pedulinya dengan kepanikannku, akhirnya kami sampai dirumahnya yang... WOW banget. "Ini rumah kamu?" ucapku tanpa sadar. Dia melirik sekilas dengan ekspresi dingin, "Bukan." Aku bingung sembari takut bertanya lagi, "Te..terus?" Dia membuka pintu mobil dan keluar, "Ini rumah bukan rumah gue, tapi orang tua gue." Jawabnya datar. "I..iya maksud sa...saya gitu." gumamku pelan dengan muka yang masih panik. "Gak perlu gue bukain kan pintu mobilnya?" Sambung dia dan aku menggelengkan kepala dengan cepat. Ia berjalan cepat kearah pintu rumahnya yang besar, aku menyusul dibelakang sambil mengaggumi setiap sudut rumahnya. Cat rumahnya berwarna putih dan ada corak-corak kuning dan coklat dibeberapa bagian. Tamannya luas dan tertata begitu rapih.

Pembantunya membukakan pintu yang berdaun dua itu, "Selamat datang, tuan." Cowok ini melenggang masuk keruang tengah, aku tersenyum kearah pembantu yang membukakan pintu dan dibalas dengan senyuman ramah.

Diruangan tengah itulah, cowok jangkung ini memanggil ayah dan ibunya untuk membicarakan tentang kejadian tadi. Mereka duduk besebrangan, cowok ini duduk denganku disofa yang menghadap tangga sedangkan ayah ibunya duduk disofa yang menghadap foto keluarga berukuran besar.

Cowok disampingku membuka percakapan, "Mah, pah. Ini..." cowok itu melirik kearahku, mengisyaratkan aku untuk memperkenalkan diri, "Nama saya Stefara Ordelia, biasa dipanggil Fara atau Odel. Salam kenal om, tante." Aku menyalami kedua orang tua cowok itu. Mereka mengulurkan tangan dengan tersenyum ramah kepadaku, benar-benar hangat. Beda 180 derajat dengan anaknya.

"Jadi, ada apa, nak?" Pertanyaan ibunya diarahkan kepada cowok tinggi disampingku ini, "Rayn sudah mutusin Gita. Rayn kan sudah bilang gak mau tunangan sama dia, nah Fara inilah saksi dari pemutusan pertunangan Rayn sama Gita..." Aku mengangguk-ngangguk setuju, kedua orang tuanya saling bertatapan. "...Dia juga saksi kalo Gita itu suka seenaknya sama Rayn, dia gak peduli Rayn suka atau gak. Yang dia pikirin Cuma apa yang dia suka." Ungkapan terakhir membuatku menoleh kearahnya, what???? Saksi apa lagi dia bilang????

Akhirnya setelah lama terdiam, ayah dan ibunya tersenyum penuh kasih sayang, "Oke, kalau itu keinginan kamu. Ayah sama ibu ingin yang terbaik untuk kamu." Ucap ibunya dengan lembut. "Ayah akan bilang kepada ayahnya Gita. Kamu mau ayah carikan calon yang lain?" Tanya ayahnya.

"Rayn akan mencari sendiri, yah."

Percakapan berlangsung beberapa menit lagi. Setelah itu rayn mengajakku kehalaman belakang rumahnya, dia menceritakan mantan tunangannya yang sering menghamburkan uang, berpesta, belanja, memerintah, merajuk, dan lain lain yang sangat menyebalkan.

"Oh iya, ini punya lo ya? gue baru ngeh soalnya baru tau nama lo, dan disini ada nama lo. S.T.E.F.A.R.A." ia menunjukan sebuah handphone bergambar 2 beruang coklat yang satu duduk memegang kotak dan satu lagi berdiri memegang balon berbentuk love.

"Eh iya, nemu dimana?"

"Di tempat lo nguping."

"haha I..itu bukan nguping, itu... cuma kedengeran."

Tralalalala...

Bunyi telepon masuk terdengar, "Itu ada telpon. Siniin dong?" Aku mencoba meraih ponselku, tapi gagal keburu dia mengangkat dan dengan santainya dia menjawab. "Selamat siang menjelang sore, dengan Arayn Saputra. Ada yang bisa saya bantu?" Ia menjawab dengan nada ala seorang resepsionis ngaco, "Eh ini bukannya hapenya fara ya? Ini siapa? Kemana Fara?! Hah!! Jangan-jangan lo nyulik fara??? Aaaa gak mungkin! Fara? FARA??!!" Suara Yovina sampai terdengar kekupingku. "Fara lo lagi sama gue. Udah slow."

Tutt tutt...

Rayn mematikan sambungan telepon dari Yovina, "Ko dimatiin?" tanyaku bingung dan kesal. "Gak penting. Oh iya, ibu gue biasanya kalo ada yang dateng kesini dia bakalan bikin makan malem."

Aku mengerutkan dahiku, "Ma..."

"Berenti nunjukin muka bego didepan gue."

"Ah, be..be..?"

"Dah bye."

"Eh hape?"

"Entar. Oh iya, lo gak boleh pulang sampe jam 9. Lo bakal jadi saksi, inget? Orang tua Gita bakal kesini."

Ia kemudian balik kearah rumahnya, meninggalkanku sendirian dihalaman rumah. Aku menatap punggung itu, mengepalkan kedua tangan, "Gue janji bakal nendang dia. Inget ya tendang." Gumamku geram. Aku berjalan menghentak-hentak dengan keras, rasanya emosiku sudah sanggup membakar diriku sendiri.

***

Sehabis menjadi saksi—saksi bisu, karena daritadi aku hanya berdiam diri—dirumah megah milik ayah dan ibu Rayn, aku pamit pulang dan diantar oleh sopir ayahnya.

"Terima kasih, om tante. Saya pamit pulang dulu."

"Iya, nak fara. Lain kali main kesini lagi ya. Saya sangat senang kedatangan tamu perempuan." Ibu Rayn menggengam tanganku dengan ramah.

"Haha...yaa" aku tertawa kecil sambil menggaruk leher belakangku, "...Aku pulang ya, tante."

Kesini lagi? haha... sampe dora ubanan juga gak bakal kesini.

Aku melambaikan tangan kearah ibu Rayn yang ramah itu, lalu masuk ke mobil yang didalamnya sudah duduk sopir dari orang kaya. Orang dirumah ini semua Nampak ramah, kenapa anak itu doang yang blangsak?

Sampai rumah dan duduk santai disofa ruang depan, barulah kejanggalan itu berasa. Handphone! Ya, handphone gue masih sama cowok itu!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Man Is SucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang