Ketika merasa ragu, Nagisa memejamkan matanya. Menghirup sebagian oksigen dalam diam dan memusatkan kembali fokusnya. Tujuan yang harus ia raih demi segenap dirinya, keluarganya, dan tentunya -teman baiknya.
"Bagaimana, Nagisa? Apa kau berhasil melakukannya?"
Suara berat mengguncang pendengarannya. Bola netra bulat yang tersirat tatapan tajam serta surai darah yang tergerak pelan berirama dengan hembusan angin, membuat laki-laki itu sedikit merasa hangat dan nyaman. Ia sunggingkan sedikit senyumannya dan memperlambat langkah kaki kecilnya diatas permukaan tanah gembur berhumus.
Tangannya tergerak meraih sesuatu dari balik jahitan kain tebal yang telah dibentuk yang tergantung di pundaknya, secarik kertas berisi cetakan tulisan, ia pampangkan di depan wajah orang itu. Lalu, kedua senyuman saling bersungging."Wah, Nagisa memang hebat. Kau telah membuktikannya."
Laki-laki itu atau pada tag name di dada kirinya yang bertuliskan 'Shiota Nagisa' menunduk sejenak. Lalu keheningan dalam diam diiringi sepoi angin menyelimuti situasi kali itu."Aku pasti akan mengabulkan janji itu, Nagisa. Janji yang kita buat. Hanya un-"
Nagisa menenggelamkan raganya dengan kaki yang berjinjit dalam sebuah pelukan hangat seseorang di depannya.
"-tuk sekarang."
Nagisa menggeleng kuat. Derai air bak kristal bercucuran dari netra birunya. Suara tangis sesaknya mengalahkan lirihan lanjutan kalimat yang seseorang itu ucapkan.
"Karma, aku mohon! Jangan, jangan ucapkan kalimat itu. Hiks.."
Kedua tangan yang lebih besar darinya membalas pelukan hangatnya. Punggung yang sempit, rambut biru yang harum dan halus, serta suhu tubuh yang selalu hangat, benar-benar terasa pas dan nyaman untuk orang itu. Ia tersenyum menenangkan isak tangis yang terus terdengar."Yang terpenting adalah kau berhasil membuktikannya, Nagisa. He, hentikan tangismu dasar cengeng."
Akabane Karma, name tag yang tercantum rapi. Ia melonggarkan pelukan dan menghapus air asin perasaan Nagisa yang membasahi pipi mulus itu."Simpanlah kertasnya, nanti basah lho."
"Karma.."
"Hm?"
"Buat aku percaya pada diriku untuk menggenggam satu dari banyak pilihan."
"Agar kau berhasil seperti ini?"
Matanya kini tertuju pada anggukan lemah Nagisa yang menunduk menuju ke arah tanah basah.
"Apa yang kau rasa, yang kau yakini, pilihlah sesuka hatimu. Kita tak akan tahu apakah itu benar atau tidak. Lalu-"
Tangan itu kini menengadahkan dagu Nagisa agar sepasang iris itu saling bertemu.
"Jangan menyesal dengan jawabannya."Udara bergerak berhembus lebih kencang. Surai merah dan biru tergoncang mengiringi kedua bibir merah muda yang saling terpaut. Membagi suatu kehangatan dan emosi cinta yang saling terhubung satu sama lain.
"Ya, ini kau dan aku. Mungkin aku tak bisa menebak takdir. Tapi, mungkin aku bisa menemukan petunjuk takdir. Nagisa, maukah kau mencarinya bersamaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hesitate
FanfictionKetika nurani dan akal pikir tak sejalan. Membawa jiwa dalam emosi kebimbangan. Akankah benar suatu pilihan yang Nagisa genggam? This is Karma x Nagisa Fanfiction. Assassination Classroom ©Matsui Yuusei Don't Like Don't Read Jangan lupa V & C minna...