Cry

3.4K 338 4
                                    

"Siapa dua orang lainnya yang lolos?"
"Sugino dan Isogai."
Karma mengangguk paham. Ia tersenyum, bahkan senyum ini dapat Nagisa artikan dengan senyum tertulusnya.
"Aku tak menyangka kalau murid Koro-sensei yang akan saling bertarung."
Karma menyandarkan kepalanya di kedua tangannya yang ada di belakang. Ia menghela napasnya cukup panjang.
"Sepertinya Red Tim hanya aku saja. Yang lainnya Blue Tim ya?"
"Karma.."
"Wah, aku pasti kalah. Tapi, jangan sungkan untuk menyerang dengan seluruh kekuatanmu ya?"
"Karma!"
Nagisa menepuk kedua tangannya pada sisi sofa yang di tengah kedua tangannya ada Karma. Hmm, alisnya berkerut. Ia tampak marah dan gelisah. Karma yang tepat berada di depannya masih tersenyum. Mungkin Nagisa sedikit jengkel dengan situasi kali ini.
"Ada apa Nagisa? Tinggal besok, lho. Apa kau tak ingin beristirahat untuk mengumpulkan semua tenagamu?"

Nagisa mendekatkan wajahnya. Dikecupnya bibir Karma. Sedikit kaget dan melebarkan pupilnya, namun Karma menikmati itu.
"Hmngh.."

Kedua tangan Karma yang ada di belakang kepalanya, kini mengunci pinggang Nagisa. Dibawanya manusia bersurai biru itu ke pangkuannya. Ciuman yang panas dan menenangkan masih tetap terpaut manis penuh romansa dua insan manusia.
"Nnghh.. K-Karma"
Desah dan kecipak yang timbul memberisiki suasana apartemen Nagisa. Semoga ibunya saat ini tidak terganggu oleh suara panas dari mereka berdua.

"Uhm, Nagisa belajar 40 Hit dari siapa?"
"Dari Karma."
Karma terkekeh mendengarnya. Ia membelai surai itu lembut. Ditatapnya satu per satu sekian dari wajah Nagisa. Matanya yang biru dan besar menyiratkan hawa pembunuh. Karma terkadang merinding membayangkannya.

"Yoshh, besok aku akan dibunuh oleh kekasihku! Setelah itu jangan merindukanku ya!"
Derai air asin itu tiba-tiba mengalir begitu saja. Dipukul-pukulnya dada Karma. Isak dan rengek akhirnya terkoar menyelimuti ruangan itu.
"Hiks! Karma no Baka! Huhh.. kenapa harus kau yang membunuh pimpinan tertinggi?! Aku.. aku tidak bisa membunuh kekasihku! Hiks, Karma.. aku.. aku tidak-"
"Ssstt, Nagisa pasti bisa."
Karma mendekap tubuh kecil itu.

-

"Isogai! Awas dibelakangmu!"

DORR

Tembakan satu mengenai kepala Isogai. Warna merah mengucur deras dari pelipisnya.
"Haahh, Karma. Seperti biasa, hebat sekali. Kau sudah menyudutkanku dan Sugino. Saa, nikmati hari terakhirmu bersama Nagisa!"
Isogai berusaha berdiri, mendekat Nagisa yang berada di belakang dengan keringat yang bercucuran.
Karma sudah meninggalkan mereka berdua, mencari tempat terakhir yang pas bersama Nagisa, mungkin.

"Untung hanya peluru BB. Aku sangat bersyukur kepada Karma, Nagisa. Saat peluru kita adalah peluru asli, dia memaksa untuk menggunakan peluru BB pada pihak pemerintah. Sasuga Karma!"
Nagisa hanya tersenyum asam. Isogai belum mengetahui hubungannya dengan Karma.
"Nagisa, ini giliranmu."
Isogai menepuk pundak Nagisa yang sebentar lagi bergetar hebat. Air asin itu kini mengucur sesudah saat Isogai meninggalkannya dengan tanda merah peluru BB di pelipisnya.

"Karma.."
Nagisa menanggalkan pistolnya. Ia berlari sekencang mungkin mengejar Karma. Dalam hatinya, ia benar-benar tidak bisa membunuh sosok yang kini selalu ada untuknya. Bagaimana bisa? Nagisa terus berlari dan berlari seraya menjatuhkan beberapa tetes air asin dari manik birunya.

"Yoo, Nagisa."
Karma tersenyum yang tersirat akan tantangan duelnya lagi bersama Nagisa.
"Tak kusangka, kita berada dalam panggung yang sama lagi."
Meskipun hal ini terulang lagi, namun ada hal yang sangat berbeda dari yang dulu. Ini bukan misi untuk menyelamatkan atau membunuh Koro-sensei. Ini adalah misi dimana hati Nagisa akan dihancurkan dan mati berdarah-darah dengan pilu yang mendalam jika Karma terbunuh dengan tangannya sendiri. Nagisa tersenyum kecut. Akhir-akhir ini ia tak bisa merasakan indahnya senyum. Meskipun Karma selalu memberikan senyum untuknya.
"Nagisa? Matamu merah. Habis menangis ya? Dasar tikus cengeng."
Nagisa tak menanggapi.
"Pistolmu dimana? Atau jangan-jangan kau akan menggunakan pisau asli?"
Karma mencari-cari senjata kedua milik Nagisa. Namun ia tidak menemukan apapun.
"Karma...."
Nagisa menangis lagi. Kali ini pundaknya terlihat sangat bergetar. Melihat hal itu, Karma terkejut. Ia mendekat, ingin memeluknya.
"Nagi-"

HesitateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang