"Tapi kau kan satu-satunya yang belum punya pacar, Hyejung."
Rentetan kalimat barusan terus terngiang di kepalaku. Rasanya seperti kepalamu terkurung dalam helm penuh nyamuk, terus berdengung dan menganggu. Sungguh, aku benar-benar bingung memikirkan bagaimana caranya menghentikan dengungan kalimat konyol itu di kepalaku. Memangnya kenapa kalau aku satu-satunya yang belum punya pacar? Toh, Menara Eiffel tidak akan runtuh, dan kupikir Menara Pisa juga tidak akan seketika lurus hanya karena aku belum punya pacar, kan? Jadi, kenapa aku harus dihukum sampai seperti ini? Tidak lucu kan? Oh, atau mungkin lucu. Apalagi setelah kalian mendengar apa hukumannya. Demi Tuhan, aku jamin tidak ada keluarga lain yang lebih konyol dari keluargaku dan keluarga pria itu.
"Bu! Yang benar saja? Aku baru 20 tahun dan belum lulus kuliah. Menikah muda tidak pernah ada di daftar impianku, bu. Lagipula masih ada Kak Hyerin dan Hyena, kan? Kenapa tidak mereka saja?" Protesku berapi-api. Tentu saja aku tidak boleh kalah dalam perdebatan ini. Well, kalau tidak mau nasibku berakhir konyol.
"Hyerin sudah ada Jisoo dan Hyena sudah ada Hansol. Dan kau? Siapa yang kau punya, Hyejung? 20 tahun kau hidup dan 20 tahun itu juga kau tak pernah dekat dengan pria manapun. Seharusnya kau berterima kasih. Ini bisa dibilang bantuan dari nirwana, kau tahu?" Ujar ibuku tak mau kalah. Sumpah, dia yang melahirkanku dan dia juga yang mengejekku. Benar-benar ibu yang baik. Tch.
"Apapun itu alasannya. Aku tidak mau, bu. Kalau ibu tetap memaksa, aku akan kabur." Ancamku.
"Ya sudah coba saja sana. Aku juga penasaran bagaimana caramu bertahan hidup tanpa rumah, fasilitas, dan kartu kreditmu." Ancamnya balik. Serius, aku penasaran. Setelah ini aku harus cek akta kelahiranku atau tes DNA sekalian. Jangan-jangan aku ini anak pungut.
"Astaga, ayah! Coba lihat kelakuan istrimu. Dia memaksaku menikah ayah. Dia menjodohkanku dengan seseorang yang bahkan tak ku kenal. Bagaimana kalau aku di perkosa saat malam pertama? Atau dipukul saat lupa menyapu lantai? Atau bisa jadi dimutilasi ketika tidur? Tak ada yang tahu, yah." Kali ini aku mencoba beralih pada ayahku.
"Ya! Dasar anak kurang ajar. Mana ada anak yang menyebut ibunya seperti itu." Ujar ibu. Well, aku tak perduli. Salahnya sendiri sembarangan menjodoh-jodohkanku.
"Ayah sudah bertemu Mingyu, Hyejung. Dan ia pria baik-baik. Ayah jamin itu. Lagipula, keluarga kami sudah saling berjanji bahkan sebelum Hyerin dilahirkan." Demi Tuhan. Aku pasti benar-benar anak pungut. Lihat, tak ada satupun orang di ruang keluarga yang membelaku. Kakak dan adikku? Percayalah, mereka sedang tertawa geli di balik bantal sofa mereka.
"Ah! Kalian semua sama saja!"
Duh, kenapa sih harus janji-janji segala. Perjodohan di tahun 2016 itu hal yang sangat amat super dupe konyol, kau tahu?
"Sudahlah, kak. Kim Mingyu tampan kok." Ujar Hyena, adik bungsuku.
"Iya. Dia juga baik dan sopan. Dia pasti akan memperlakukanmu dengan baik." Ujar Hyerin, kakakku sambil mengelus kepalaku lembut.
"Kenapa tidak kalian saja yang menikahinya kalau begitu, uh?"
"Kan alasannya sudah diuraikan oleh ibu tadi. Masa kau masih harus bertanya sih, kak?"
"Karena aku satu-satunya yang tak punya pacar? Serius, kalian konyol." Ujarku sambil melenggang ke kamar. Aku butuh tidur. Semoga saja ini hanya salah satu dari mimpi burukku. Well, mimpi buruk terdengar lebih baik dibanding hal buruk yang benar-benar terjadi, kan?
Jadi, itulah awal dari semuanya.
Awal dari perjodohanku dan Kim Mingyu.
Janji antar keluarga, dan alasan konyol yang dibuat ayah dan ibuku.