1.

14 0 0
                                    

This story contains suicide.

*…*…*…*…*…*…*…*…*…*…*…*…*…*…

Taman kota adalah sudut pandang yang tepat untuk melihat semua orang bahagia. Sebagian dari mereka tertawa dengan bahagia, menceritakan pengalaman masing-masing dan menunggu musim panas. Musim panas di bulan April.

Aku sendiri hanya bisa menatap penuh minat pada mereka, pikiran-pikiran berkecamuk dengan berat didalam otakku, memaksa diriku untuk terjaga di pengujung musim gugur dengan suhu mendekati musim panas; aku bisa merasakan musim panas itu sendiri.

Suara itu kemudian muncul lagi, selalu. Sehingga aku tidak merasa terkejut ketika aku mendengarnya - selalu seperti itu. Suara aneh di sudut yang paling tidak kondusif didalam kota, suara aneh penuh spekulasi, berusaha keras mendapatkan perhatianku.

Sekarang suara itu semakin keras - dan aku mampu mendengarnya begitu jelas sehingga itu agak mengganggu - aku tidak mengenal sang pemilik suara - dan ketika aku menoleh, suara itu menghilang seperti biasanya. Seperti ditelan bumi. Umpama ini adalah lautan, suara itu tenggelam dalam samudra yang jauh.

Dan yang aku percaya adalah: Suara itu adalah suara iseng. Dan menemukan suara didalam lautan yang penuh debur ombak dan angin yang berhembus kuat hanyalah suatu kemustahilan - jadi aku berupaya untuk mengabaikannya.

Aku terbiasa untuk tidak merasa terganggu dengan apapun. Jadi, alih-alih ketakutan, aku justru meperhatikan setiap orang yang lewat dan menatapnya tajam. Tidak jarang mereka terganggu dengan kebiasaanku yang satu itu.

Contohnya Carlos, Carlos adalah pria Kuba berumur dua puluh empat tahun dan bekerja di perusahaan besar milik swasta. Dia selalu kemari setiap hari minggu; hanya itulah waktu senggangnya, dia selalu kemari di jam yang sama - jam delapan pagi - bersama istri tercintanya; Bella.

Kemudian ada juga Hideki. Dia pria baik yang berasal dari Jepang. Dia tidak merasa baik di negaranya dan memutuskan untuk merantau ke California. Dia seorang mahasiswa berumur sembilan belas tahun, berpacaran dengan gadis lokal bernama Malice.

Aku tidak pernah mengobrol dengan Carlos maupun Hideki, atau pasangan mereka. Aku berbicara dengan bayangan mereka.

※※※

Aku kembali lagi kemari; sudut taman kota yang sama, memerhatikan setiap orang yang lewat dan terkadang berbicara dengan bayangan mereka.

Hari ini hari minggu. Aku menatap jam tangan yang selalu bertengger di pergelangan tangan kiriku dan menyerngit. Sekarang sudah jam sembilan. Dan aku tidak bisa melihat Carlos dimanapun.

Akhirnya aku merogoh saku celana jins biru kesukaanku - yang kupakai hampir setiap hari - dan meraih bungkus rokok didalamnya. Aku menyulutnya seperti biasa, menggunakan korek api yang entah bagaimana selalu tersedia di sudut kota ini.

Aku melihat dua orang pria berbadan kekar menghampiriku, menyipitkan mata dan bersedekap, menatapku dengan menuduh. "Ini kawasan bebas rokok, sir. Aku rasa peringatan itu cukup jelas," kata salah satu dari mereka, seraya mengedikkan dagunya kearah papan putih reot payah yang tertancap di tanah dekat pohon akasia.

Aku mengangkat alis, menatap bayangan yang pria itu bentuk, aku terus menatapnya, sampai aku rasa pria itu cukup jengah. Mereka berdua meninggalkanku, dan aku mulai merokok.

"A...dam..." Aku menghembuskan asap melalui mulutku, dan aku mulai mendengar suara itu lagi. Aku pernah mengatakan jika aku sama sekali tidak tahu siapa pemilik suara. Yang aku yakini hanyalah; dia seorang wanita.

Dia memanggil namaku. Ah, betapa tidak sopannya aku. Tidak memperkenalkan diriku sendiri. Aku Adam. Adam Black. Pria bebas berusia tiga puluh sembilan tahun.

Black bukan nama belakang asliku. Aku tidak yakin itu penting. Pekerjaanku tiap hari hanyalah duduk di taman kota. Berangkat pada pagi hari dan pulang ketika matahari mulai terbenam. Aku bukan pria penting, Dan nama belakang asliku tentunya bukan hal yang penting juga.

Dan... Aku membuat-buat angka itu. Aku tidak berusia tiga puluh sembilan tahun. Aku tidak tahu berapa usiaku.

Tidak ada yang pernah menghitung.

Mungkin Daniella, tapi lagi, aku tidak peduli.

Kemudian, suara itu terdengar lagi. Memanggil namaku dengan lirih, nyaris seperti isakan tertahan. Aku mengangkat bahu dan menatap sekitar.

Aku mengambil sesuatu dari saku kemeja putihku. Itu anti depresan. Aku tidak yakin apa artinya, aku nyaris yakin aku tidak mengalami depresi.

Aku baik-baik saja, namun hanya saja rasanya seperti; sialan. Aku harus mengonsumsi obat bajingan ini jika tidak ingin mati. Dan semacamnya.

Aku mengambil keputusan terbaik dengan mengambil satu pil hijau-kuning dari dalam saku kemejaku. Menelannya dan membiarkan pil itu

Ini selalu terjadi. Aku mengantuk dan pandanganku kabur. Mataku berkunang-kunang dan semuanya tampak buram. Aku merasakan kalau kegelapan akan merengkuhku dalam sepuluh detik.

10... 9... 8...

Tunggu. Aku melihat Carlos. Itu Carlos dan bayangannya!

...5...4...

Aku mengucap selamat pagi pada mereka - Carlos dan bayangannya - kemudian, semua gelap.

Mungkin aku memang depresi.

...1.

※※※

Aku terbangun dengan perasaan aneh. Kepalaku sakit. Terasa seperti ditusuk-tusuk. Sekarang sudah malam. Dan aku menyerngit.

Aku sempat berkata kalau aku membenci malam hari bukan? Ayau belum? Tapi terserah. Aku tidak bisa melihat bayangan semua orang-orang yang berlalu-lalang, dan..

Aku membenci kegelapan.

Penerangan di taman ini sangat payah dan redup, aku nyaris tidak bisa melihat apa-apa. Jika lampu temaram kemerahan di sudut kota ini mati, mungkin aku juga akan mati.

Aku terdiam. Entah setan apa yang merasukiku, aku tersenyum.

Aku tidak tahu lagi apa arti senyuman, mengapa orang-orang tersenyum, untuk apa orang menaikkan kedua sudur bibir mereka untuk menunjukkan kepuasan, terimakasih, norma, rasa bahagia.

Apa itu rasa bahagia?

Aku ingin berpikir bahwa kita semua hanyalah cangkang tanpa emosi yang dikendalikan oleh norma.

Peran gender

Etika

Hukum

Tradisi

Tekanan sosial

Moralitas.

Aku lelah.

Dan hanya ingin tertidur.

¤¤¤

tbc.

Before SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang