Youth (Never Comes Back)

353 17 0
                                    

Aku tiba di bandara Soekarno Hatta 4 jam lebih cepat. Aku takut aku akan terkena macet maka dari itu lebih baik aku antisipasi daripada aku ketinggalan pesawat. Aku kembali melihat tiket keberangkatanku dengan tujuan San Fransisco menggunakan Singapore Airlines yang menunjukkan pukul 17.10. Aku segera mengeluarkan barang-barangku dari taksi. Keluarga besarku sendiri tinggal agak jauh dari Jakarta sehingga mereka tidak bisa mengantarkanku ke bandara. Tentu saja aku tidak menyalahkan mereka. Walau mereka keluarga besarku perasaan asing masih menghinggapi baik aku maupun mereka. Aku sudah 6 tahun tidak pulang ke Indonesia dan menetap di San Fransisco hampir 13 tahun. Hal itu bermulai ketika aku mendapatkan beasiswa di San Fransisco State University. Dari SMP aku selalu bermimpi bisa kuliah diluar negeri maka dari itu aku selalu mencari informasi beasiswa melalui koran dan merambah ke akses internet yang pada saat itu tidak bisa di akses kecuali ke warnet. Dengan perjuangan keras aku berhasil mendapatkan beasiswa dan karena kerja kerasku aku disana ditawari untuk melanjutkan program post graduate yang pada saat itu tidak pernah aku bayangkan. Dan setelah aku menyelesaikan kuliahku, aku bekerja di salah satu rumah sakit San Fransisco sebagai psikiater dan menikah dengan orang sana. Aku sekarang memiliki seorang anak perempuan berumur 5 tahun. Tapi aku tidak bisa membawanya ke Indonesia karena di Indonesia aku harus mengurus hal-hal yang cukup ribet administrasinya.
Aku memutuskan untuk makan siang di KFC dekat bandara sebelum aku check-in ke keberangkatan luar negeri di terminal 2. Aku memiliki pemikiran random bahwa rasa ayam di KFC Indonesia lebih enak dibandingkan dengan ayam di KFC tempat tinggalku. Apakah ini karena aku sudah menderita homesick akut? Dalam waktu sekitar 3 minggu aku melakukan hal yang aku inginkan di Indonesia terutama kerinduanku pada teman-teman SMU-ku dan juga makanan-makanan Indonesia tercinta. Semalam suami dan anakku melakukan Skype denganku. Melihat mereka membuatku merindukan mereka dan anakku juga sudah terlihat ingin menangis karena merindukanku.
Aku mengantri di barisan melihat paket makanan yang ingin kumakan. Hapeku berdering. Tertulis nama Manda di layar hapeku.
"Halo, Man!
"Elo dimana?"
"Gue lagi di KFC bandara. Gue lagi ngantri. Ada apa?"
"Ya udah. Elo tunggu gue. Jangan kemana-mana. Gue sebentar lagi nyampe bandara. Kira-kira 20 menit lagi kalo lancar."
Aku memesan paket ayam yang terdiri dari 3 dada dan 4 paha plus 2 gelas pepsi ukuran extra large dan tentu saja 2 kentang goreng ukuran besar. Aku meminta pelayan membantuku membawakan pesanan di meja bagian luar. Aku sengaja memilih diluar agar Manda bisa menemukanku dengan mudah. Perutku lapar. Aku mulai memakan dada ayam crispy dengan saos sambal yang cukup banyak. Momen ini akan sangat jarang sekali terjadi. Jadi aku menyimpan kenangan di Indonesia.
"Stefanie!" Terdengar suara Manda memanggilku.
Aku menoleh. Ketiga sahabatku di SMU, Manda, Suci, dan Widya mendekatiku. Aku sangat senang sekali. Sahabatku di tim basket sekolah. Aku berdiri memeluk mereka satu persatu tanpa menyentuhkan kedua tanganku ke punggung mereka. Aku senang sekali mereka menyempatkan hadir untuk mengantarkanku walau mereka sibuk kerja.
"Kalian semua datang!" Itu bukanlah pertanyaan tapi lebih pada pernyataan betapa terharunya aku dengan loyalitas persahabatan mereka.
"Tentu saja. Elo kan nggak setiap tahun pulang ke Indonesia. Kalo ingat-ingat sekarang ini gue kok jadi baper", kata Widya.
Aku mengangguk. Aku juga merasakan perasaan yang sama dengan Widya. Ayam yang kupesan terlupakan.
"Kalian semua masih ingat nggak pertandingan basket tim kita yang terakhir. Tepatnya 14 tahun yang lalu?"tanyaku pada teman-teman.
"Ah, elo Stef. Buat gue pengen nangis ngingetin cerita lalu. Pertandingan terakhir tim basket kita karena kita semua menjadi siswa kelas III," jawab Suci. Manda sendiri hanya terdiam. Tiba-tiba keadaan di sekitar kami menjadi sunyi. Kami masing-masing sibuk dengan pikiran kami. Aku sendiri tiba-tiba teringat peristiwa yang berharga dalam hidupku.

Flashback 14 tahun yang lalu
Suara peluit dari wasit menandakan babak kedua pertandingan basket akan segera di mulai. Aku merupakan kapten di tim basket wanita yang ada disekolahku. Bagi tim kami ini adalah pertandingan final dan juga pertandingan terakhir kami sebagai anggota tim basket. Aku, Suci, Widya, Manda, dan satu adik kelas kami bersiap untuk memasuki lapangan. Bunyi riuh musik beserta tepuk tangan dari masing-masing pendukung kami menandakan mereka akan siap selalu memberikan semangat bagi masing-masing tim yang dijagokan.
"Semuanya. Ini adalah babak terakhir untuk tim kita. Kalian lihat skornya 34-43. Kita ketinggalan 9 poin. Kita akan melakukan pola menyerang. Man...tugas kamu halangi no. 5. Dia adalah point maker di timnya. Dalam babak pertama dia sudah menyumbangkan 14 skor sendiri dan 6 adalah hasil 2 kali three points. Dan mari kita gunakan pola menyerang. Wid...tapi hati-hati jangan terkena foul. Sekali lagi foul, elo akan keluar. Ayo tim, demi pertandingan kita."
Kami semua masuk ke dalam lapangan. Aku dan kapten basket lawan kami mendekati wasit. Wasit meniupkan peluitnya dan dia mulai melempar bola. Aku dan lawanku segera lompat untuk dapat memukul bola basket. Karena badanku lumayan tinggi, aku berhasil mengumpankan bola ke Manda. Manda mendribble bolanya dan dihalangi oleh pemain lawan no.5. Tapi sesuai julukan sebagai point maker, dia berhasil merebut bola yang dipegang oleh Manda. Lalu pemain no.5 mendrible bola dan melakukan passing jarak jauh ke pemain no. 11. Tapi pemain no.11 telah dijaga oleh Suci, tapi pemain no.11 berhasil melakukan defense dan menangkap bola yang dilemparkan kepadanya. Suci segera menyerang pemain no.11. Pemain no. 11 melakukan passing ke no. 2. Aku mencoba menghadang arah passing bola tapi aku tidak berhasil. Pemain no.2 melakukan lay up dengan keren sehingga menambah 2 angka ke tim lawan. Mereka lawan yang sangat kuat. Selama pertandingan babak ke 2 kami hanya berhasil menambah 5 poin. Itupun dihasilkan dari 2 lay up and tembakan bebas. Aku dan timku tetap berusaha walau kami sudah memprediksi kalau tim kami akan kalah telak. Kami semua ada disini karena kami menyukai basket. Kami telah berusaha bertahan selama kurang lebih 3 tahun dengan rintangan dan halangan bahkan sering kali kami terdengar omongan orang tentang ketidakmampuan kami dalam memenangkan pertandingan. Prestasi yang berhasil kami raih hanyalah pernah sampai ke semi final. Kami sampai menangis haru karena berhasil di semi final walau ujung-ujungnya kalah lagi.
Tinggal 49 detik lagi menuju babak akhir permainan kami. Kakak pelatih kami meminta time off. Dia meminta kami mencetak angka dalam waktu kurang dari 49 detik. Dia meminta hal yang tidak mungkin kami lakukan terutama lagi dia memintaku melakukannya. Dia ingin aku mencetak angka dengan menggunakan tembakan three point yang sering kulatih selama ini. Aku sangat ragu untuk melakukannya. Karena peluang aku berhasil untuk melakukannya 20%. Hampir tidak mungkin. Tapi teman-teman setimku mendukungku. Walau hanya 20%, 20% itu adalah kesempatan. Aku tidak akan pernah tahu dengan 20% kesempatan itu jika aku tidak mencoba. Aku memandang semua teman timku. Mata mereka menunjukkan kepercayaan kepadaku untuk melakukannya.
"Baiklah. Ayo lakukan!"kataku pada mereka. Lalu kami semua meletakkan tangan kanan kami dan melakukan yel-yel tim basket kami. Time off berakhir. Kami segera masuk ke dalam lapangan. Semua tahu 49 detik yang tersisa adalah waktu kami untuk bertarung dan mencetak angka. Peluit ditiupkan. Manda dari pinggir lapangan memberikan passing bola kepada siapapun yang bisa dijangkau. Tapi aku melihat semua timku dijaga oleh masing-masing pemain lawan. Junior di timku mendapat passing bola dari Manda. Dan dia mendribble lalu memberikan passing bola Widya. Widya dalam posisi defense memperhatikan siapa pemain yang tidak terlalu ketat dijaga. Waktu tinggal 20 detik lagi. Widya memandangku dan aku seakan mengerti maksud pandangan Widya padaku. Dia melakukan passing jauh kepadaku karena aku berada cukup jauh dari ring basket. Aku berusaha menangkap lemparan tersebut dan segera mendribble bola ke arah sebelah kanan dekat garis untuk melakukan tembakan three point tapi aku dijaga ketat oleh pemain no.2. Aku mencoba melakukan defense dan entah bagaimana aku bisa sampai ke garis itu dan waktu terus berjalan 5 detik. Aku menarik napas lalu aku memfokuskan pandangan mataku pada ring basket dengan posisi kedua tangan yang siap melempar bola. Aku harus bisa. Aku lempar bola itu. 4 detik...3 detik...2 detik...bola basket itu memantul dipapannya dan masuk ke dalam ring di detik kesatu. Dan bunyi peluit terdengar panjang penanda pertandingan berakhir. Semua anggota timku berlari memelukku seakan-akan kami lah yang memenangkan pertandingan. Padahal kami kalah telak 44-69. Kami hanya menyadari kalau kami sudah berhasil mengalahkan ego kami sendiri. Pemain-pemain lawan melihat aneh kepada kami. Tidak jadi masalah karena suatu saat momen ini akan kukenang dengan tersenyum.

Jabat tanganku, mungkin untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang memori di masa itu
Peluk tubuhku usapkan juga air mataku
Kita terharu seakan tidak bertemu lagi
Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Kar'na waktu ini yang 'kan kita banggakan di hari tua
Reff:
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti...

Present

Kami semua terdiam mengingat kisah kami 14 tahun lalu. Manda sekarang punya toko roti di beberapa wilayah di Jakarta. Suci seperti mimpinya dulu ingin menjadi ibu rumah tangga, Widya menjadi dosen Bahasa Inggris di universitas swasta terkenal di Jakarta dan sedang menyelesaikan desertasinya di UI dan aku sendiri bekerja di salah satu rumah sakit di San Fransisco sebagai psikiater. Pertandingan terakhir kami merupakan awal langkah kami dalam meraih cita-cita. Ketika aku mengatakan kepada mereka aku akan mengejar beasiswa ke luar negeri, mereka tidak menertawakan mimpiku. Mereka percaya kalau aku akan bisa melakukannya. Sekarang masa muda kami sudah pergi. Yang tersisa hanya kenangan. Kami semua sudah berumur 33 tahun dan semuanya sudah menjadi ibu-ibu. Kenapa aku jadi terbawa perasaan seperti ini.
"Gue nggak nyangka ya. Kita masih bisa kumpul setelah 14 tahun. Dan elo Stef, orang yang paling sulit untuk diajak kumpul. Kita butuh puluhan purnama buat kumpul lagi sama kayak Rangga dan Cinta,"kata Manda.
"Gue juga ngerasa kalo setiap momen itu berharga. Maka gue harus menghayati momen itu lalu gue simpan dalam pensieve gue," jawabku. "Gue juga nggak tahu kapan lagi bakal pulang ke Indonesia. Tapi asal elo tahu, kalau kesempatan itu ada kalian bertiga adalah orang yang pertama gue hubungi."
"Sip. Lagipula sekarang jaman udah canggih. Nggak perlu nelpon SLI sampe bayaran telpon membengkak. Ada skype, WA, email, dan sosial media buat ngobrol. Jadi kita nggak akan berasa jauh walau Stefanie ada di negara seberang," kata Suci menenangkan kami. Kami pun ngobrol mengingat masa muda yang lakukan sambil makan ayam dan kentang yang sudah kupesan.
Tepat pukul 15.00 aku harus segera melakukan check-in. Kami sudah memakan seluruh ayam yang sudah dipesan. Aku segera mengambil koper-koperku. Mereka hanya diam melihatku bersiap-siap. Aku segera menuju ke pintu masuk bandara didampingi oleh mereka. Seandainya aku bisa menghentikan waktu, aku tidak ingin berpisah dengan mereka. Tapi dua orang yang paling kucintai sedang menunggu kepulanganku. Aku tiba di barisan pintu masuk bandara. Aku menyiapkan tiket, paspor, dan visa untuk petugas yang akan melakukan pemeriksaan. Sekali lagi aku melihat mereka. Aku memeluk mereka bersama-sama. Kami semua menangis. Dan aku kembali lagi mengantri. Mereka berdiri memandangiku dengan airmata di wajah mereka masing-masing. Airmataku mengalir deras. Petugas bandara melihatku menangis tapi dia tidak perduli dan tetap memeriksa tiket, paspor, dan visaku. Setelah selesai aku mendadakan tanganku kepada mereka dan aku pun masuk ke dalam bandara. Sampai jumpa lagi besties, sampai jumpa lagi Indonesiaku.

Bersenang-senanglah...karena hari ini akan kita rindukan...

******

YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang