Tiga

10.6K 201 21
                                    


Di atas adalah Randi

           Raka tinggal di rumah kebun, tidak jauh dari Bogor. Rumahnya berdiri di atas tanah luas dan memiliki banyak kamar tidur dan beberapa bangunan lain di areal belakang. Bangunan utama rumahnya memiliki lima kamar tidur yang dihuni olehnya dan istri serta ibunya dan ketiga anaknya serta sebuah kamar kerja yang sering dipakainya di akhir pekan. Di belakang bangunan utama, ia membangun beberapa vila-vila kecil untuk pembantu, sopir dan staff khusus seperti Basri dan dua orang kawannya. Ketika Basri menikah, ia menempati sebuah vila yang paling besar untuknya.

Dari Ratih, Raka memiliki tiga orang anak. Frans, anaknya yang sulung memiliki wajah ibunya tetapi sifatnya merupakan perpaduan kedua orang tuanya. Wataknya keras tetapi bijaksana dan disegani oleh kedua adiknya. Tubuhnya tinggi besar dan tampan, lebih tampan dibanding adiknya, Randi! Raka sangat mengandalkan Frans untuk mengatur usahanya kelak maupun mengendalikan adik-adiknya!

 Arlita, anak gadis Raka satu-satunya, memiliki wajah seperti neneknya. Ia sangat suka dipanggil Ita! Sama seperti neneknya, sifatnya keras kepala tetapi terkadang bisa juga lembut seperti ibunya. Arlita pandai bermain piano dan suka berenang bersama saudara-saudaranya di kolam renang di bagian samping rumah mereka. Sedari kecil ia seperti tomboy, karena semua teman bermainnya di rumah adalah tiga bocah laki-laki. Raka suka kesal karena Ita seringkali berkelahi dengan Randi adiknya; ada saja yang dipertengkarkan mereka berdua. Frans selalu menganalogikan mereka berdua seperti kucing dan anjing. Arlita tiga tahun lebih muda dari Frans.

Randi, anak Raka yang bungsu memiliki sifat yang sama dengan Bagus bahkan cara berbicara dan gayanya mirip dengan pamannya hanya saja wajahnya mirip dengan Raka. Sifatnya keras, suka membantah dan pandai berdalih. Seandainya ia terlahir setelah Bagus meninggal, Raka mungkin percaya bahwa anaknya ini adalah inkarnasi dari Bagus. Entah mengapa, Randi sangat terobsesi dengan pamannya Bagus semasih Bagus hidup bahkan setelah meninggal.Randi kurang menyukai neneknya yang dianggap jahat terhadap paman Bagus. Sering Ratih menasihatinya untuk lebih dekat dengan neneknya tetapi Randi tetap berkeras akan pendapatnya. Setelah Bagus meninggal, mendadak Randi meminta hak waris atas rumah Bagus di Pasar Minggu termasuk semua bentuk usaha dan barang-barang milik Bagus dan Asep.

 Waktu itu Raka beserta istri dan ketiga anaknya melihat-lihat rumah keluarga mereka di Pasar Minggu yang pernah ditinggali Bagus. Foto-foto besar mendiang Bagus dan Asep menghiasi dinding ruang tamu dan kamar tidur di lantai dua. Raka dan istrinya berencana untuk menjual rumah tersebut dan membagikan semua barang-barang milik Bagus dan Asep kepada mereka yang membutuhkan. Saat itu Randi baru berumur sepuluh tahun. Tiba-tiba dengan lantang Randi berkata bahwa semua ini adalah miliknya dan Randi melarang ayahnya untuk menjualnya bahkan Randi keberatan kalau orang tuanya membagi-bagikan barang-barang kepunyaan Bagus dan Asep.

       Merinding bulu kuduk Raka dan Ratih mendengar Randi berbicara seperti itu. Mereka cepat-cepat pulang dan Arlita mengadu kepada neneknya tentang apa yang dikatakan Randi. Arlita tahu bahwa Randi tidak dekat kepada neneknya. Mungkin Arlita berpikir dengan melalukan hal itu Randi akan dihukum oleh neneknya tetapi neneknya ternyata diam saja. Pada malam harinya, Bu Rukmi bermimpi Bagus mendatanginya dan menunjuk Randi sebagai akhli warisnya. Bu Rukmi memberi tahu Raka tentang mimpinya kepada Raka sehingga Raka tidak jadi menjual rumah itu dan menghubungi notaris bahwa ia akan mewariskan rumah itu kepada Randi.

        Randi berusia setahun setengah lebih muda dari Arlita tetapi ia tidak mau memanggil kakak kepada Arlita dan memanggilnya Ita saja. Raka mengingat ketika Randi berusia lima tahun, Randi sudah mulai sering bertengkar dengan Arlita. Saat itu Edi sedang menggendong Randi tetapi Arlita merengek-rengek menarik Randi dan menyuruhnya turun dengan alasan Arlita ingin digendong juga. Edi sendiri waktu itu baru berumur sekitar sepuluh tahunan tetapi badannya sudah terlihat tegap persis bapaknya. Arlita terus merengek dan menarik Randi sehingga membuat Randi terjatuh dan Edi terguling sambil tetap memeluk Randi.

       Randi menangis keras sedang Arlita hanya diam saja berdiri menyaksikan adiknya menangis. Raka marah sekali dan memukul Arlita sampai anak itu menangis. Untung Ratih cepat datang dan melerai mereka. Sejak itu Randi dan Arlita sering berkelahi, apa saja diperebutkan oleh mereka dan berakhir dengan pertengkaran. Frans hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat ulah mereka berdua. Terkadang Frans marah kalau kedua adiknya tidak patuh padanya sampai ia harus membentak mereka. Arlita dan Randi sangat takut dan juga sayang kepada kakaknya yang selalu memperlakukan mereka berdua dengan adil. Jarang sekali Frans memarahi mereka kecuali ketika pertengkaran mereka menjadi berlarut-larut. Yang paling menjengkelkan Frans adalah pertengkaran mereka memperebutkan perhatian Edi. Hal ini pernah menyebabkan Raka marah dan hampir saja ia menyingkirkan Edi yang tidak bersalah itu dari rumahnya.

         Arlita sangat menyukai Edi sejak ia kecil begitu juga Randi. Arlita merasa jatuh cinta pada Edi semenjak ia berumur tiga belas tahun. Ketika Edi hendak berangkat ke Semarang untuk studi di Akademi Kepolisian, Arlita menangis tersedu-sedu dan menyelipkan surat cinta di saku celana mas Edinya. Edi hanya merupakan cinta monyet bagi Arlita karena sewaktu kuliah di Singapura ia mulai berpacaran dengan seorang anak dari keluarga kaya yang berasal dari Malaysia.

         Randi sendiri sangat menyukai mas Edinya sejak kecil. Ia selalu berebut perhatian Edi dengan Arlita sehingga mereka berdua sering bertengkar. Setiap kali bertengkar ia selalu memanggil kakaknya mak Lampir sehingga membuat Arlita bertambah marah. Dan parahnya Randi tidak sudi menyebut kakak kepada Arlita karena dianggapnya Arlita tidak pernah berprilaku sebagai kakak. Itu selalu jawaban dari Randi ketika ia dimarahi ayah, ibu bahkan neneknya mengapa ia tidak mau memanggil kakak kepada Arlita.

         Selain mas Edi, entah mengapa Randi sangat menyukai paman Bagus dan paman Asep yang menjadi obsesinya sejak kecil. Bahkan ketika ia beranjak remaja, ia pernah memiliki fantasi bercinta dengan kedua almarhum pamannya ketika ia memandang foto dari kedua pamannya.Hubungannya dengan Arlita membaik ketika usia mereka bertambah apalagi ketika Frans melanjutkan studinya di satu perguruan tinggi di Sydney. Arlita sendiri memilih untuk studi di Singapura karena banyak teman sekolahnya yang juga studi di sana.

Antara Hasrat & CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang