" MELANGKAH "

42 2 1
                                    

Berawal dari delapan tahun yang lalu, dimana seorang anak merasa bahwa belajar adalah hal yang membosankan. Namaku adalah Randy, belajar adalah hal yang penting, tapi menurutku mempertahankan hiduplah yang lebih penting. Aku rasa orang pun dapat hidup sukses tanpa harus belajar dan berusaha dengan keras, karena roda kehidupan selalu berputar. Orang yang berada dibawah, dapat berada diatas.

Aku beranjak dari rumah, pagi yang dingin selepas hujan malam tadi, tubuhku menggigil saat menapakkan kaki ketanah. Aku menggosok kedua tangan kemudian meniupnya untuk berusaha berada pada suhu normal tubuhku, nampak olehku bermacam kendaraan lalu-lalang dengan suara yang bising dan aroma mesin yang tak sedap membuatku ingin muntah. Kemudian aku tidak menghiraukannya, tidak hanya menu sarapan seperti roti saja, suara bising dan orang-orang berwajah kaku juga merupakan santapanku.

Satu hal lagi yang selalu mengganggu pagiku, makhluk seram tak berperasaan milik seseorang yang tak berperasaan pula dengan kepalanya yang bercahaya ketika sinar matahari mulai terbit hingga terbenam, Pak Ruli orang sekitar memanggilnya.

Tak apa kalau si botak itu keluar dari rumahnya yang begitu besar bertingkat dua, dan sangat mewah. Yang kutakutkan adalah makhluk yang dimilikinya, dan sekarang aku sedang berhadapan dengannya satu lawan satu.

Aura membunuhnya membuat bulu kuduk siapa pun berdiri, nafas haus darahnya seperti nada kematian, dua puluh pasang giginya menggertak, tatapannya setajam pedang.

Dari 49 pertarungan, aku telah menang 40 kali, 5 kali kalah, dan 4 kali imbang. Terakhir yang kuingat dia berhasil membuat 10 jahitan di lenganku, kali ini aku akan membalasnya.

Kami mencondongkan badan siap untuk berbenturan, aku berlari dibarengi olehnya. Makhluk itu meloncat kearahku, namun aku meluncur di aspal dan berhasil mengelak. Aku berlari sekuat tenaga menjauh darinya, ternyata makhluk itu berlari lebih cepat dariku . Aku berbelok kesebuah jalan, dia masih mengejarku tanpa ampun.

Dia berhenti setelah aku berbalik dan menatapnya dengan licik, makhluk itu memandangku dengan sangat kesal sambil menggertakkan giginya serta napasnya yang mendesah, aku berhasil menggamit senjata ditengah jalan. Sebuah ranting pohon terlihat seperti tongkat, senjata ampuh untuk makhluk itu. Aku melemparnya melewati makhluk sialan itu, dia kembali mendesah padaku seakan berkata "akan kubalas kau". Kali ini aku menang dengan mudah.

Sebelum sampai tujuanku hari ini, dua orang melayangkan pukulan kebahuku hingga aku terpental, mereka tertawa jahil. Dua orang sialan itu adalah temanku, Danny dan Alfa

"Andy, bisa saja kamu mengatakan aku yang memberikan gelang itu untuknya" Ucap Alfa dengan senyum licik.

"Kenapa kau tidak datang ke pertandingan malam tadi?" Tanya Denny dengan wajah marah.

Alfa sering memanggil Andy, hanya satu huruf yang dari namaku yaitu "R". Itu karena dia tidak mampu menyebutnya dengan sempurna dan malah mengubah namaku menjadi "Landy", tetapi Denny bilang namaku menjadi sangat konyol. Aku membalas dengan mengubah nama Alfa menjadi Amis, karena dia pernah dilempar telur busuk oleh seorang gadis.

Aku berdiri sambil menatap mereka dengan santai, aku mencoba menjelaskan satu-persatu dari pertanyaan mereka.

"Kau sendiri yang bilang kalau ingin punya pacar, kubantu dengan memberinya gelang murahan itu" Ucapku dengan cepat "Dan Danny, aku tidaku bilang kepadamu karena pulsaku habis, dan aku disuruh untuk mengantarkan barang kepada teman ayahku,"

Penjelasan itu memang dapat diterima, namun mereka masih terlihat kesal dan sangat ingin membalasnya. Mereka bertiga berjalan kearah yang sama, mungkin tujuan mereka sama pula.

"Apakah kau harus memilihkan gadis yang seperti itu? Wajah yang pas-pasan seperti itu? Kau kejam sekali" keluh Amis.

"Meskipun begitu, tapi dia baik untukmu" Kataku menyeringai jahil

"Kau kira itu seperti obat saja, pahit tapi bagus untuk kesehatan. Lagi pula aku telah mengincar banyak gadis dan kalian malah tidak setuju, terlebih saat aku hampir mendapatkan Gita, kalian mengacaukannya. Mengatakan aku sudah punya gadis lain" Amis terlihat sangat kesal terbayang masa lalunya.

Aku sangat senang dengan kejadian itu, sampai ingin terus mengulanginya. Hari dimana dia akan mendapatkan gadis tercantik di smp dulu, tidak akan kami biarkan dia berhasil. Bukannya kejam dengan temanku sendiri, kami hanya tidak ingin dia memikul hal yang tidak dapat disanggupinya. Kami terus membahas setiap gadis yang diincarnya, beberapa kali dia melayangkan pukulan kearahku namun tak satupun yang berhasil. Terlalu asyik aku terus membuatnya kesal, sampai tak terasa kami bertiga telah sampai pada tujuan, tempat bagi kami yang mirip ladang bermain membosankan.

Sebuah sekolah di Jakarta Selatan tempatku untuk melanjutkan pendidikan. Yah aku lulus dengan nilai yang pas-pasan, tapi itu tidak apa-apa bagiku, yang terpenting sekarang aku masih dapat hidup. Masa Smp yang dulu sudah kutinggalkan, masih melekat dibenakku. Kenangan seperti nakal bersama, misalnya membuat bapak guru tergelincir dilantai karena kami siram dengan air bercampur cairan pembersih lantai, kemudian dia berdiri dan mengejar kami.

Dua hari yang lalu kami bertiga bersama- sama mendaftar disekolah ini, tidak ada alasan yang dapat kami berikan, kecuali orang tua kami yang menyuruh untuk terus bersekolah. Teman-temanku semasa smp sepertinya lebih banyak bersekolah diluar kota atau daerah dan bahkan ada yang sampai keluar negeri. Terlihat banyak sekali orang-orang seumuranku berada dilapangan sekolah tersebut, tujuan mereka tidak lain dan tidak bukan adalah melihat nama mereka tertera di papan yang menentukan diterima sebagai murid di sekolah ini.

Kami melangkah secara bersamaan, masuk kedalam sekolah itu. Sembari melangkah, Amis terlihat sibuk dengan tas selempangnya sedangkan Denny sibuk dengan kantong saku celananya, tak ada yang kutahu dengan isi dari tas dan saku celana itu. Sialan...ternyata itu adalah senjata mereka, senjata licik untuk menarik perhatian segala jenis gadis, barangkali juga dapat digunakan untuk gadis senior.

Amis terlihat keren dan aku mengakui hal itu ketika kacamata melekat erat dibawah dahinya, sedangkan Denny terserah padanya, dia selalu terlihat percaya diri meski sedikit jelek dari kami. Semua orang memperhatikan, aku langsung saja memasukkan kedua tangan kedalam saku celanaku untuk memberikan kesan keren. Dua orang gadis sepertinya sedang berbicara, aku langsung menatap kearah mereka dan sontak saja kedua gadis itu tertawa sambil memperhatikanku. Aku sadar ada yang berencana untuk menaruh hati kepadaku, inilah anugerah tuhan untukku, ketampanan abadi.

Kami bagaikan tebasan pedang yang membelah lautan, awalnya semua orang berkumpul ditengah lapangan, dan sekarang kumpulan itu terbelah saat kami berjalan. Seseorang berusaha menerobos keluar dari kumpulan remaja, dia mengenakan jaket yang bertudung, aku tidak dapat melihat wajahnya karena dia menunduk. Sepertinya orang itu menuju kearah kami.

....BERSAMBUNG....




You And Me Like A Plant Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang