Mistakes don't mean a thing,
if you don't regret them.
[Silverchair— The Greatest View]
"Oh, Benjamin. Sudah sarapan?"
Benji mengangkat kepala dan mendapati Dirga Setiawan, ayah Cessa, sedang
menuruni tangga. Pria berusia pertengahan empat puluh itu tampak gagah
seperti biasanya walaupun uban sudah bermunculan dari rambutnya yang
setengah rontok. Kepandaian dan keuletan membuatnya tampak sepuluh
tahun lebih tua, tetapi Benji sangat mengidolakannya. Hanya beliau yang bisa
memanggil nama lengkapnya tanpa terdengar canggung.
"Belum, Om." Benji menyunggingkan senyum malu-malu. Kedua
orangtuanya sedang melakukan perjalanan bisnis ke Madagaskar, dan ia tak
suka sarapan sendirian di meja yang lebih panjang dari meja pingpong.
Dirga balas tersenyum, kerutan dalam menghiasi pinggir bibirnya. "Ayo,
sarapan sama-sama."
Benji mengangguk, lalu mengambil tempat duduk di samping Dirga. Benji
selalu suka sarapan bersama keluarga Setiawan karena keluarganya sendiri
jarang berkumpul. Sedari kecil, Benji memang biasa dititipkan di sini. Dirga
sudah seperti ayahnya sendiri.
"Bagaimana tahun ajaran baru?" Dirga memulai pembicaraan sementara
para pelayan menyiapkan sandwich. "Nggak terjadi apa-apa sama Princessa di
kelas baru?"
"Nggak ada apa-apa kok, Om. Semua aman terkendali." Benji menggeser
gelas dan pelayan dengan tangkas mengisi gelas itu dengan susu murni. Benji
teringat sesuatu. "Tapi...,"
Dirga urung menggigit sandwich-nya. "Tapi?"
"Ah, enggak kok, Om. Di kelas kami ada satu anak namanya Surya. Dia... dari
keluarga yang kurang mampu."Dirga mengangguk-angguk mendengar laporan Benji. Benji sudah sangat
terbiasa melaporkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Cessa. Bahkan, hal
itu seperti sudah menjadi kewajiban bagi Benji selama tujuh belas tahun
hidupnya.
"Oh ya? Kalian sekelas?" Dirga tampak berpikir, sandwich-nya dikembalikan
ke atas piring. Ia ingat sekolah itu memang memiliki beberapa anak kurang
mampu. "Rose tidak bilang apa-apa."
Rose adalah kepala sekolah SMA Pelita Kita sekaligus teman baik Dirga. Saat
Cessa merengek ingin masuk sekolah formal, Dirga setengah mati menolak,
tetapi akhirnya ia menyanggupi dengan syarat mereka harus masuk sekolah
Pelita Kita. Selain ia bisa menitipkan Cessa, sekolah itu pun dekat dari rumah.
"Pagi."
Suara Cessa menyadarkan Dirga dan Benji. Anak perempuan itu
menghampiri mereka dengan wajah cerah, tasnya dipegang oleh salah satu
KAMU SEDANG MEMBACA
I FOR YOU
RomanceSuatu hari dalam hidupku, kau dan aku bertemu. Masih jelas di ingatanku sosokmu yang memukauku. Lidahku jadi kelu, mulutku terkatup rapat karena malu. Setiap malam, bayangmu menari-nari dalam benakku. Ada sejuta alasan mengapa aku begitu memujamu. K...