Suasana dingin di kota Wexford membuat seorang pemuda yang sedang berjalan di trotoar harus mengencangkan pakaian musim dinginnya. Sesekali ia juga menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya untuk menghangatkan diri.
Musim dingin kali ini dirasanya lebih dingin dari biasanya, jalanan yang berwarna putih akibat salju begitu sepi, meski tidak ada tumpukan salju apalagi badai salju, orang-orang tetap lebih memilih untuk berdiam diri dirumah bersama keluarga mereka.
Pemuda itu memperhatikan asap putih yang keluar mengepul bersama hembusan nafasnya. Lalu ia mendongak menatap langit-langit kota yang tengah bertaburan butir-butir salju.
Karena tidak biasanya disini turun salju,
Kemudian dia mempercepat langkahnya berusaha untuk menghindari salju yang bisajadi membuatnya membeku.Ia masuk kesebuah minimarket dan terpaksa membeli beberapa makanan instan untuk mencukupi kebutuhan perutnya karena bahan makanan disana telah ludes dibeli untuk persiapan musim dingin.
Ia menenteng plastik yang berisi belanjaannya dan memasukkan sebelah tangannya kedalam saku. Ingin rasanya segera pulang. Membuat secangkir kopi dan menikmatinya di dekat perapian.
uh kopi, mengingatkannya kepada seorang gadis yang sangat menyukai kopi. Namun ntah karena apa gadis itu selalu melarangnya minum kopi.
Setelah minum kopi jantungnya akan berdetak dengan cepat dan ia akan gemetaran. Mungkin juga itu alasan mengapa gadis itu tak mengizinkannya minum kopi.
Apa aku terlihat berlebihan?
Hey, itu hanya kopi! Kenapa aku harus berdebar seperti orang sedang jatuh cinta?◐◐
Aku sedang mengetikkan sebuah pesan di ponselku saat sebuah sepeda tiba-tiba berhenti disebelahku."Woy, sendirian mulu lo. Udah kaya uji nyali aja." Kata Kendra. Cowok jangkung dengan rambut acak-acakan model sarang burung itu terkikik sambil memboncengkan seorang gadis.
"Setannya didepan gue." jawabku singkat. Lalu melihat kearah gadis yang dibonceng oleh Kendra.
Kendra menoleh ke belakang. "Kamu nggak mau ngomong sesuatu?"
"Nggak!" Kata gadis yang duduk di belakang Kendra, lalu memalingkan wajahnya.
"Ishh kalian ini!" Desis Kendra sambil menggaruk - garuk tengkuknya, lalu mengayuh sepedanya menjauhiku.
Aku terus memandangi gadis itu. Angin lembut membelai rambut coklatnya yang panjang. Ia menoleh kebelakang, terlihat rona di wajahnya yang tersapu sinar matahari senja. Akina Leefa, dia tersenyum.
Leefa POV
Seperti biasa, Kendra terus mengoceh saat perjalanan pulang dan aku harus mendengarkannya karena dia memaksaku untuk pulang bersamanya.
Karena jalanan disekitar sekolah masih begitu ramai, didominasi oleh siswa yang hendak pulang kerumah. Kendra memilih untuk melewati jalan lain.
Tiba - tiba Kendra berhenti tepat disebelah cowok yang sibuk memainkah ponselnya. Oh ayolah dijalan seperti ini dia sempat-sempatnya main ponsel? Dasar!
Kendra menyapanya dengan cukup antusias.
Aku tidak tertarik dengan pembicaraan itu, dan kelihatannya dia juga nggak begitu perduli.Tidak begitu lama kemudian, Kendra kembali mengayuh sepedanya meninggalkan cowok itu.
Aku menoleh kebelakang melihatnya yang juga masih melihat kearahku. Pandangan kami bertemu, sudut bibirku tertarik keatas membentuk sebuah simpul tersenyum kepadanya.
Dia adalah Cody, cowok berwajah lempeng yang tidak punya ekspresi.
Uh, dia bahkan tidak membalas senyumku.Setelah berjalan cukup jauh, Kendra memutuskan untuk beristirahat dulu, karena jalan yang kita lalui ini lebih jauh dari jalur normal.
"Haish! Si Cody itu masih aja sok cuek." Gerutu Kendra.
Aku hanya bergumam kecil, tak ingin menanggapi.
"Setidaknya bicaralah padanya."
"Bukan urusanmu!" Aku mendengus kesal.
Kendra mengerutkan keningnya. "Aku nggak tau kalo kamu membencinya."
"Um," Kendra memberi jeda sebentar.
"Dia emang bukan orang baik, tapi juga bukan orang jahat." Tambah Kendra.
"Dia cuma penipu yang pura - pura baik!" Jawabku cuek sambil memainkan ponselku.
"Uh, cruel to yourself." Kendra menanggapi dengan santai.
Aku melirik kearah Kendra. "Up to you!"
Kendra hanya bergumam kecil saat aku berjalan mendahuluinya. Kemudian ia menuntun sepedanya berjalan di belakangku.
→→
KAMU SEDANG MEMBACA
Cofandra
Teen FictionApa kamu percaya bahwa semua yang terjadi itu ada alasannya?