Lanjutan

90 13 19
                                    

Aku berhenti tepat di depan ruangan Leon. Ruangan itu tidak tertutup rapat. Jadi aku bisa mendengar kalau Leon sedang ada tamu.

"Kita harus membangkitkan yang baru. 3401 adalah produk gagal, dia tidak akan bertahan lama."

"Tapi dia itu cerdas dan cepat belajar." Leon mengutarakan pendapatnya.

"Justru itu kita harus menjadikannya bahan penelitian. Sebelum dia mati. Lagipula dia lahir ke dunia ini tanpa orang tua. Jadi tidak akan ada yang kehilangan dia."

Aku menutup mulutku. Tanganku membekap mulutku sendiri. Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. "Jadi aku ini apa?"

Aku mundur selangkah demi selangkah. Dan tanpa sengaja menyenggol pot tanaman. Itu menimbulkan suara gaduh. "Siapa di sana?"

Aku berlari dan berbelok ke koridor menuju taman. Aku langsung bersembunyi diantara semak-semak. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku menangis sampai lelah dan tertidur di sana.

*****

Semenjak kejadian itu. Aku tidak pernah main ke tempat Leon kerja. Aku tinggal di rumah saja. Aku tinggal di rumah Leon, letaknya tidak jauh dari tempat Leon bekerja, tempat dimana aku pertama kali terbangun.

Tumpukan buku tersusun di hadapanku. Aku harus membaca semuanya. Aku ingin tahu siapa aku sebenarnya dan mengapa mereka menjadikanku bahan penelitian.

Aku diizinkan Leon untuk menggunakan ruang kerja di rumahnya. Itu bukan sekedar ruang kerja melainkan ruang perputakaan juga. Dia memiliki banyak koleksi buku. Aku sudah membaca banyak koleksinya tapi itu semakin terasa tiada habisnya.

Semakin banyak buku yang aku baca maka semakin banyak pula pengetahuanku. Semakin luaslah wawasanku. Walaupun pengetahuan dan wawasan yang aku dapatkan bukan sesuatu yang aku butuhkan saat ini, tapi mungkin akan berguna di masa depan.

Aku menggotong bangku kecil. Hanya buku di rak-rak tinggi yang tersisa, maksudku belum aku baca. Karena mereka jauh dari jangkauanku.

Aku melihat sebuah buku yang menarik perhatianku. Aku mencoba menariknya, tapi tidak bisa. Aku menggeser dan mengeluarkan buku di sekitarnya. Aku mencoba menariknya lagi. Tetap tidak bisa.

Klek... tanpa sengaja aku menggesernya ke kiri. Seiring dengan itu sebuah tangga turun dari langit-langit. Tanpa pikir panjang aku menaikinya.

Sebuah ruangan luas terbentang di hadapanku. Di dindingnya terdapat banyak buku tersusun rapih. Ada layar monitor besar di hadapanku dan beberapa peralatan yang persis seperti di tempat kerja Leon.

"Babyclon?" Aku menggumam. Aku pernah mendengar kata itu saat aku baru lahir--pertama kali aku bangun di laboratorium.

Aku mengambil sebuah buku bertuliskan "Babyclon 3 : 201-300" di sampulnya. Aku membuka halaman demi halaman dan membacanya. Sehingga sampailah aku pada sebuah halaman yang bergambar. Aku melihat gambar itu sangat mirip denganku. Aku membalik halaman berikutnya.

Aku heran, aku bisa memahami semua itu dengan cepat. Aku sudah sampai pada halaman terakhir. "Jadi mereka adalah pendahulu aku? generasi sebelum aku dan mereka adalah penelitian yang gagal."

Aku mengambil semua buku babyclon. Aku membacanya terus menerus. Aku seperti orang kelaparan. Bukan perutku yang lapar tapi hati dan pikiranku yang lapar.

"Aku tidak punya orang tua? Aku lahir dari sebuah percobaan?" Air mataku luruh. "Kenyataan macam apa ini?" rutukku.

Aku tidak bisa membendung kesedihanku. Aku kira aku memiliki orang tua. Tapi ternyata asal usulku tidak jelas.

BABYCLONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang