2. Calon Terakhir

36.6K 1.8K 23
                                    

"Wah! Ayah mah parah!" racau Jeni saat mereka memasuki mobil.

"Ayah juga gak tahu kalau itu anaknya, teman ayah lumayan, istrinya juga oke," ayah bicara bingung sambil mulai menstarter mobil.

"Haduh! Dia pikir hidup di tahun berapa sih? Gayanya, potongan rambutnya, tebel kacamatanya, dan orangnya.. argh!" Jeni greget sendiri membayangkan saatnya bersama dengan pria tadi di halaman.

"Tapi kamu gak apa-apain dia kan? Kok keliatannya dia jadi aneh gitu setelah ketemu kamu?" tanya ibu melirik kebelakang pada Jeni menyelidik.

Jeni hanya tertawa tak jelas yang juga membuat ayahnya takut-takut, apalagi yang telah dilakukan sang anak, "Kamu apain lagi anak orang?"

"Oh!? Aku gak apa-apain kok, aku cuma bicara apa adanya ke dia. Dia orangnya kritis banget, waktu aku bilang hobyku pergi ke konser-konser artis korea sambil teriak-teriak saking gantengnya tuh artis. Aku suka stalker sosmed mereka dan aku suka hangout bareng temen-temen cuma sekedar seneng-seneng. Dia langsung ceramah, tapi ya akunya ngeyel, trus dia ilfeel sendiri aja," jelas Jeni kembali tertawa membayangkan ekspresi pria tadi saat ia jingkrak-jingkrak mempraktekkan dance asalnya.

"Apa coba salahku waktu ngandung nih anak?" ibu geleng-geleng kepala sambil menyenderkan kepala ke jendela mobil.

"Syukurlah..itu tak separah yang kamu lakukan sebelum-sebelum ini," ayah mendesah lega sambil mulai menancap gas.

"Kamu kan udah mau wisuda nih, kamu coba dulu kerja tempat ayah ya?" ayah memulai pembicaraan saat mereka tengah berada di perjalanan.

"Ayah..aku udah taken kontrak sama perusahaan lain," balas Jeni lelah, ini bukan pertama kalinya ia memberi tahu hal ini pada sang ayah.

"Ayah bisa aja ngebatalin kontrak kamu itu, jika disana kamu bakal mulai dari bawah,"

"Biarin, kalau emang nantinya aku berakhir di perusahaan ayah, aku udah punya pengalaman, jadi orang lain pada gak bisa merendahkanku hanya karena perusahaan itu milik ayah. Tapi aku sebisa mungkin gak ke tempat ayah,"

Ayah hanya menggaruk kepala bingung dengan usahanya membujuk Jeni yang tak pernah berhasil.

"Kalau emang begitu, ya ayah mesti terus usaha cari calon suami untuk kamu," lanjut ayah santai.

"Cari aja, aku juga punya banyak cara bikin cowok-cowok itu nyerah," balas Jeni santai menantang ucapan sang ayah.

Ayah tersenyum miring lalu berbisik pada sang istri yang duduk disampingnya,

"Kita keluarkan yang terakhir, jika yang ini masih gagal, baru kita berhenti buat cariin calon buat Jeni,"

Ibu tampak agak ragu dengan rencana ayah, "Serius? Yakin kita mau mempertemukan mereka?"

"Jeni tidak mempan dengan pria biasa. Jeni itu keras kayak batu, kita datengin aja tukang batunya, dia bakal paham harus apain batu itu biar bagus,"

Ibu menahan tawa sambil melirik Jeni kebelakang yang tengah sibuk dengan ponselnya, "Tampaknya ini akan menyulitkan Jeni,"

"Kita liat, apa Jeni bisa ngelawan yang ini?"

"Kita pertemukan mereka setelah Jeni wisuda,"

***     ***     ***     ***     ***

"Sayang, nanti pulang kerja kamu langsung pulang ya..," ujar ibu pada Jeni yang sedang memakan roti isi sebagai santapan paginya.

"Emangnya kenapa?" tanya Jeni santai.

"Itu, ada yang mau ketemu sama kamu," balas ibu menuangkan air minum pada ayah.

Jeni melirik sang ayah dengan tatapan menyelidik, "Jangan katakan ini perjodohan lagi, kupikir ayah sudah kapok karena akhir-akhir ini gak kenalin aku sama siapapun,"

Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang