Oneshoot-MOONLIGHT

1.1K 74 64
                                    

Didedikasikan untuk PlntPnlsJinggaInd

Di sinilah aku, terpangku oleh lembutnya rerumputan padang bunga. Memandangi luasnya angkasa di atasku saat cahaya jingga kemerahan perlahan memudar, tergantikan oleh gelapnya waktu yang kunantikan. Hawa dingin mulai menghampiri, menusuk tulang sampai menyentuh kalbu.

Kueratkan jaket tipis warna biru-yang sudah mulai usang-ke tubuhku, berharap bisa menghalau angin malam. Namun, kurasa bukan dinginnya malam yang kukhawatirkan. Kumendongak sekali lagi untuk melihat langit, gelap, terlalu gelap.

Kualihkan pandanganku, mengatur napasku dan mematri kalimat yang sudah entah berapa kali kuulang dalam otakku. "Semuanya akan berjalan lancar seperti yang dikatakannya, aku akan baik-baik saja seperti yang dijanjikannya."

Angin sekali lagi berhembus, menerbangkan beberapa daun yang tak kuasa melawan. Rambutku yang panjang ikut berterbangan, beberapa helainya menutupi pandanganku dan menusuk mataku. Kusingkirkan helai-helai rambutku dengan kasar, menyesal mengapa tidak mengikatnya saja.

Suara patahan ranting terdengar, membuatku terlonjat. Mataku menyisir sekeliling, menatap nanar pohon-pohon tinggi dengan daunnya yang lebat di selilingku. Semuanya nampak samar dan jauh, tak bisa kupastikan sumbernya, terlalu gelap untuk penglihatan manusia normal sepertiku. Namun suara itu membuat inderaku lebih terjaga, sekaligus membuatku nampak konyol karena ketakutan.

Suara gemerisik air dari danau di ujung padang bunga membuat suasana-setidaknya-lebih ramai, dalam makna yang tidak menakutkan. Hanya suara airnya yang membuatku tenang, tapi pemandangan danaunya tidak. Lagi-lagi, terlalu gelap.

Aku mendongak ke atas, berharap sesuatu yang menjadi penopang harapanku satu-satunya. Perlahan tapi pasti, cahaya keputihan yang temaram menerobos gumpalan awan hitam. "Dasar awan bodoh, pergilah dari sinarku!" jeritku seperti anak kecil.

Kakiku tanpa sadar mulai meloncat-loncat kecil, tanganku meremas-remas ujung jaketku. Sebentar lagi...

Sinarnya semakin lama semakin terang, entah bagaimana aku begitu mendambakan hal ini. Aku mendongak sembari menutup mata, merasakan kekuatan sinar rembulan yang menjadi jalan keluar dari segala air keruh yang menenggalamkanku dalam kesendirian.

Angin malam lagi-lagi berhembus, sedikit lebih keras dari yang sebelumnya. Membuatku tersadar, tidak boleh terlihat seperti itik buruk rupa saat dia datang. Kurapihkan rambutku, tapi angin lagi-lagi berhembus. Sial.

Aku berlari dengan langkah ringan dan besar-besar, suara sepatuku yang menggesek rerumputan berganti dengan suara sol sepatu menghantam kerikil. Air danaunya kini nampak indah, berkilauan diterpa cahaya rembulan malam ini. Kupandangi sekelilingku, dan kini semuanya jadi nampak lebih indah. Pepohonan yang tadinya seperti memenjarakan kini nampak seperti kanopi-kanopi penyejuk segala lara, bunga-bunga yang menguncup terlihat lebih hidup di bawah naungan sinar rembulan dibanding sinar matahari.

Kugigit bibir bawahku, kelewat bersemangat. Kutatapi air danau yang tenang, terlihat kembaran bulan yang tenggelam. Mataku menangkap satu sosok yang ingin kulihat, diriku. Tidak jelas memang, tapi cukup untuk menilai.

Ah, rambutku memang tidak pernah bisa diandalkan. Pantulan diriku di air danau terlihat menyeramkan, berantakan. Rambutku mencuat kemana-kemana, jaket yang kukenakan miring. Tak habis pikir, seseorang seperti dia bisa menerimaku.

Kutendang kerikil di bawahku, beberapa dari kumpulan tidak berguna itu terlempar ke air danau dan menghancurkan kaca alam pribadiku. Airnya jadi bergelombang, menimbulkan ombak kecil yang menyapu ujung sepatuku.

Kutatap lagi rembulan, nampak perkasa sekaligus anggun, disertai keindahan yang tak terbantahkan. Jantungku berpacu dengan cepat, membayangkan segala kemungkinannya. Bagaimana? Jika? Mungkinkah? Bisakah? Pertanyaan-pertanyaan itu mulai berkecamuk dalam benakku, beberapa cukup konyol dan sanggup membuat sudut-sudut bibirku tertarik.

UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang