Eleventh

40 5 2
                                    

Sepuluh menit kemudian---atau cuma beberapa menit, tidak tau pasti---aku berdiri, menghela nafas, mengumpulkan tenaga. Senjata yang kupunya tinggal satu; pisau lipatku. Aku harus berhati-hati.

Tenagaku belum sepenuhnya pulih, tapi kau taulah, tidak akan ada kemajuan jika aku tetap berdiam diri di sini.

Aku sampai di lorong ke-dua. Dan setelah berjalan sebentar, aku melihat beberapa meter di depan sana ada dua lorong lain yang lebih kecil, sial, jangan-jangan ada lorong lain di balik lorong-lorong itu?

"Here you are!" teriak seorang perempuan, tapi bukan ditujukan untukku, tentunya, karena suaranya agak jauh di depan sana, sepertinya ada di salah satu dua lorong itu.

Aku merasa mengenal suara itu, jadi aku berlari ke sumber suara.

Lorong kanan, hanya ada dua orang polisi yang langsung melihat ke arahku. Aku langsung lari sementara mereka mengambil pistol dari sakunya.

Lorong kiri, ada Clee dan ayahnya yang berdiri di depan sebuah sel.

"Taka!" Clee berteriak memanggilku. Aku menghampiri mereka.

"Masih punya pisau?" tanyanya.

Aku merogoh saku celanaku dan mengeluarkan pisau lipatku. "Sisa satu."

"Buka nih!"

Aku meraih gembok sel Eddie, memasukkan mata pisauku ke lubangnya, kemudian mengutak-atiknya.

Trek!

Kubuka pintu sel itu.

"Berhenti di sana!"

Aku menoleh dan melihat gerombolan polisi---sekitar lima orang---sedang berlari ke arah kami.

"Lari! Kalian! Aku akan menghadang mereka sementara!"

Ayah Clee berdiri di depan kami sambil merentangkan kedua tangannya, menjadi penghalang bagi polisi-polisi itu.

"No, Dad! We'll run together!"

Dor!

"Daaaaaad!"

Timah panas menembus dada ayah Clee. Ini pertama kali dan mungkin terakhir kalinya aku melihat Clee menangis.

Darah menetes seperti liur dari mulut ayahnya Clee.

"Uhuk.. lari, Clee. Aku tidak mendidikmu ... uhuk ... untuk mati secepat ... ini."

"Tapi aku tidak mau hanya berdiri dan melihatmu mati!"

"Bawa d-"

Dor!

Kali ini dada kanannya yang ditembus peluru.

"Kalian, lari, jangan pikirin gue!!"

"Tidak, kalian harus lari bersama Clee."

Aku diam, tidak tau apa yang harus dilakukan, sementara ayah dan anak itu berdebat. Hingga Eddie mengangkat tubuh Clee dan menaruhnya di bahunya.

"Lari!!" teriaknya, dan kami berdua lari dengan Clee yang berteriak di bahu Eddie.

"No without my dad!!"

"Dia gak bakal selamat!" balas Eddie.

Dan, tubuh ayahnya Clee roboh di detik selanjutnya.

"Dad, nooooo!!"

[]

"Gue gak bakal ngasih ampun polisi-polisi itu!"

Kami sudah jauh dari penjara itu, dan Clee juga sudah diturunkan. Sekarang kami hanya berjalan, bukan lari seperti tadi.

Dan lagi sejak tadi Clee terus mengeluarkan umpatan-umpatan kesalnya. Aku mengerti perasaannya.

"Gue juga gak bakal maafin Via-lo!"

Aku langsung menoleh. "Kenapa jadi Via dibawa-bawa?"

"Dia juga sama! Semua polisi itu sama aja! Gak punya hati, udah sama kek psikopat!"

Aku memutar bola mata. Perempuan kalau marah ternyata mengerikan.

[]

NB:

Gue sebenernya mau bikin cerita campuran antara bahasa baku sama bahasa betawi (gue-elo, gak, dll), dan jadilah cerita ini 😁. Gimana menurut lo? Aneh? Kalo iya bakal gue stop kayak gini bahasanya.

Dan, gue mau nanya, apa yang paling kalian suka dari cerita ini? dramanya? Berantemnya? Atau apanya?

Gue juga rencananya mau nyeritain masa lalunya Clee, Edward, Via, bahkan ayahnya Clee, satu persatu, biar jelas gitu. Dan Clee sama Dad-nya udah gue tulis di lepi gue sebenernya, tapi dalam bentuk panjang, karena niatnya gue pengen bikin novel, tapi gak jadi2 :'v.

Dan lagi-lagi ini pendek (banget) 😁.

Tell MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang