Twelfth

55 6 2
                                    

Clee's P.O.V

Nafasku memburu, jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya. Bukan karena aku gugup atau apapun sejenisnya, tapi karena adrenalin yang memenuhi diriku saat ini.

Pisauku kini hampir menyentuh leher orang yang selama ini selalu berusaha untuk kuhindari (aku memang sengaja tidak menyentuhkannya karena aku tidak berniat langsung membunuh orang ini), tapi sekarang malah kudekati karena nafsuku.

"Kau tau apa salahmu, B*doh?" tanyaku.

Keningnya berkerut sambil melihatku dengan tatapan tajam, bersikap seolah tegas sementara keringat dingin kelihatan jelas mengucur dari wajah lemahnya.

"Kau dan teman-temanmu itu ... kalian terlalu sok, terlalu percaya-diri dengan pistol-pistol kalian, hingga kalian melupakan seseorang yang punya benda lebih tajam, lebih akurat, dan lebih cepat dari pistol.

"Yaitu pisau dan tanganku."

"Aku masih belum mengerti apa yang sebenarnya mau kau sampaikan."

Fufu, aku terkekeh. "Mereka---teman-temanmu itu sudah mengambil ayahku 3 tahun yang lalu. Tapi kau tau? Aku sudah memaafkan soal itu. Yang jadi masalah hanyalah ... mereka berubah dari penculik bejat menjadi malaikat pencabut nyawa buruk rupa ... mereka membunuh ayahku, dan aku tidak bisa memaafkan yang satu itu."

"Lalu kau ingin membunuhku karena itu?"

"Benar, teman-temanmu semuanya sudah mati di tanganku, sebagian sih, sebagiannya lagi mati karena Taka-mu. Dan sekarang giliranmu untuk mati!"

Aku menekankan bagian tajam pisauku ke lehernya, hingga darah menetes dan membasahi pisauku. Tidak dalam, karena tangannya yang menahan pisauku cukup kuat. Aku menyeringai tanpa sadar saat dia meringis. Oooohh.. betapa aku merindukan bagian ini. Aku seperti kembali ke saat dimana ayahku masih hidup dan aku masih menjadi pembunuh bersamanya.

Tiiitt! Tiiitt!

Bunyi apa itu?

"Teman-temanku."

Aku otomatis melotot ke arah polisi cengeng itu. "APA?!"

Dor!

Rasa sakit bercampur perih, berpusat di satu titik di bahuku, membuat genggaman pada pisauku melonggar. Peluru, sialan!

"Mereka datang." Polisi di depanku menyeringai, tapi pandangannya mulai tidak fokus, kelihatan dari matanya yang lebih sering berkedip. Sama sepertiku.

"Diam di tempat! Kau berada dalam sasaran tembak!"

Mataku semakin berat saja tiap detiknya, lenganku juga terkulai lemas. Pisauku lepas dari genggamanku, dan kemudian jatuh ke tanah. Sial, ini peluru bius!

Hal terakhir yang kutahu adalah punggungku yang menghempas tanah sebelum semuanya berubah menjadi gelap.

[]

Taka's P.O.V

"Clee mana? Sudah jam segini masih belum kelihatan," tanya Tomoya. Kami sedang berkumpul di pondok entah-milik-siapa yang tidak jauh dari markas kami.

Benar juga kata Tomoya, sudah sesiang ini tapi Clee tidak kunjung muncul, jangan-jangan dia serius dengan ucapannya waktu kami kabur itu?

Gadis bodoh!

"Lupakan Clee, kita harus kembali sebelum yang lain curiga," kataku.

"Yang lain? Siapa?" tanya Eddie.

"One OK Rock, siapa lagi?" jawabku.

Aku bukannya tidak mengkhawatirkannya, Clee juga teman kami, tapi kami juga tidak boleh lupa kalau kami masih punya teman lain yang masih tidak tahu identitas kami. Kalau kami terus di sini, mereka bisa curiga.

"Jadi kita pulang?"

Aku menoleh ke arah Tomoya, kemudian mengangguk. "Kita pulang, ke rumah kita yang lain."

"Bagaimana dengan Clee? Kalau dia tertangkap bagaimana? Aku pernah ditangkap mereka, jadi aku tau bagaimana mereka akan memperlakukan Clee!!"

"Edd, Clee itu kuat, kita semua tau itu!" kataku.

"Aku yang begini saja bisa mereka tangkap, apalagi Clee? Kuakui dia memang kuat, tapi dia ceroboh!"

"Dia benar, Taka," Tomoya menimpali.

Jadi ... penyelamatan melelahkan lagi?

Astaga..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tell MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang