Episode I
Pagi yang cerah. Suasana yang sepi, hanya ada senda gurau dan tawa yang terdengar dari meja makan. Perempuan berwajah jutek dengan rambut panjangnya yang terurai ini turun dari tempat ke bawah (meja makan) yang terpisahkan tangga. Matanya setengah terbuka. Saat ia sudah sampai di tangga paling bawah,
"Jeje!"
Membuka mata. Mengibas poninya ke belakang.
"Hem. Ada apaan, Ma?"
"Makan dulu, mandinya nanti aja, kan hari ini kamu libur.."
"Mandi dulu, Ma (sembari menunjuk ruangan di belakang). Jeje ada acara hari ini sama temen."
"Sama Nabilah?"
"Temen ya temen, Ma.." terdengar sedikit kasar, namun biasa saja.
"Ya udah."Dia memutarkan musik dari ponsel miliknya, menyalurkan bunyi itu melalui handsets yang tersambung ditelinga kiri. Dengan pakaian yang sudah terlihat siap. Kembali ke meja makan, adanya hanya adik perempuannya yang duduk manis di kursi.
"Dek, Mama mana?"
"Di dapur. Ade dimarahin terus sama Mama."
"Kok gitu.. Ya, udah, kamu gak usah sedih gitu dong.. Nanti, setelah Kakak pulang ketemu temen, nanti Kakak ajak kamu sama Mama ke tempat makan. Mau?"
"Gak mau. Ade gak mau bareng Mama."
"Ade, jangan ngebantah terus dong, De! Kakak juga capek ngurusin masalah sepele yang cuma kayak gini-gini, tau, gak!? Ujung-ujungnya kamu bakal ngelawan lagi, ngelawan lagi!!"
Hatinya menyimpan geram yang sudah terpendam lama. Jeje kehilangan kendali atas amarahnya. Hingga tiba-tiba pergi tanpa pamit, mungkin karena merasa bersalah tapi berpikir ini bukan hal yang tepat, atau bahkan ingin menahan emosi lebih besar lagi dari apa yang dia tumpahkan barusan.
Membanting pintu yang berwarna putih kental itu. Tanpa sarapan. Langkah kakinya semakin cepat pula dengan sesak dadanya terus menerus terasa berat. Hingga akhirnya kedua kaki yang terus berlari itu berhenti juga di tempat terbuka, hanya ada satu kursi (taman) yang panjang di sana. Beserta seorang pria yang sedari tadi terlihat sedang menikmati alam sekitarnya, juga udara segar di pagi hari ini.
"John?" Wajahnya diam, nampak murung.Menimbulkan rasa empati tambah kebingungan pada pria tersebut.
"Je. Kenapa lu? Kok kusut gitu mukanya?"
"Gak. Bentar. Gue mau duduk dulu."
Si cowok inipun langsung berdiri dan mempersilahkan untuk Jeje duduk. Setelah duduk di kursi itu, Jeje kemudian mendongak, tepatnya melihat ke arah wajah si cowok ini. Mungkin tersirat sedikit keheranan didalam benaknya.
"Kok lu bediri aja kayak pu'un?"
"Pu'un?"
"Pohon, gitu.. maksudnya, tinggi.. Dasar nih, gak peka sama sekali! Ya udah, duduk aja kali, emang gue mertua lu!?"
"Sensitif banget sih lu. Ngomong-ngomong, muka cantik itu kenapa kucel? Heh? Belum mandi?"
"Enak aja! Udahlah. Cuma bete doang sama orang rumah. Papa, si Ade sama Mama gue yang gak begitu ngerti sama kehidupan gue, tapi sok tau segalanya."
Jeje mulai memperlihatkan raut sedihnya, sambil menatap ke cowok yang dia sebut John. Refleks ditengah kesedihan itu, Jeje memeluk John dengan segala beban ia limpahkan, air mata, isak tangispun.
"Lu yang selalu ada buat gue. Dan entah kenapa. Mungkin kebetulan. Disaat gue lagi punya masalah, lu selalu panggil gue. Sedangkan waktu gue denger suara lu, inget lu dan nama lu, apalagi dideket lu dan lu selalu sadar keberadaan gue, gue merasa seneng. Karena itu juga, gue menyimpulkan, lu adalah orang yang gak pernah ngijinin gue sedih." Jeje melepas pelukan itu, karena telah merasa penat itu berkurang.
"Harus dong. Gue selalu berharap dan berdo'a sama Tuhan. Supaya lu, terlahir untuk bahagia dan orang kayak apapun bakal bingung (gimana caranya) bikin lu sakit hati.."
"Bagi gue. Lu tuh free dan semaunya lu, hidup lu tuh gak banyak aturan. Cuma harus merawat diri, bangun pagi dan tidur malam, itu aja udah, gak pernah pilih-pilih dan malu-malu. Gue suka gaya lu."
Tertawa bahagia dalam keadaan menangis, tangis itu semakin meneduh dan berhenti.
"Lu selalu puji gue!! (Memukul tangannya John). Padahal gue gak pernah tuh puji lu."
"Karena ini tulus yang gue lihat dari mata kepala gue sendiri."
"Hhmmm.. (Jeje mengulum senyum) Ya, udah. Kan, lu ke sini dalam rangka mau jemput gue." Jeje kembali beranjak, demikian dengan John.
Jeje berjalan dengan sambil ditangannya ada ponsel untuk mengabari teman-teman yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Episode 1
RandomHidup ber-episode. Tulisan tentang Cinta dan Sahabat. Banyak nama-nama yang dikarang. Tapi anggaplah Anumi itu Veranda. Temannya Putri. Banyak kenangan yang menyakitkan. Mudah diingat. Sulit pergi. Dia.. Kinal. Si PU yang nggak penting penting amat.