Secerah dan Segurih Sup Labu

2 0 0
                                    

MINA. Ia belum menunjukkan batang hidungnya sejak tadi siang. Corni masih tergeletak diatas ranjang kasurnya. Sementara matahari telah tenggelam.

Meja makan masih tertata rapih. Belum ada satupun hidangan untuk disantap malam ini. Sementara sebuah labu tergeletak diatas keranjang rontan.

"Ini dia saatnya," bisikku. Tiba-tiba ide itu muncul. Menghangatkan suasana di malam hari. Singkatnya, ini cara minta maaf kepada Mina dan Corni atas kesalahanku tadi pagi.

Kuambil peralatan memotong dan memasak. Segala bumbu ku cari di rak-rak dapur. Kemudian kupotong bagian demi bagian labu. Dengan semangat dan harapan, masakan ini bisa membuat hangat seisi ruangan rumah.

Setengah jam lamanya ku berkutat di dapur. Sup dalam panci mulai meletup-letup. Pertanda masakan siap disajikan. Teko air berseru, seperti kereta uap. Senyum merekah terlukis di wajahku. Tak sabar melihat ekspresi Mina dan Corni yang lahap menikmati sup labu ini.

Satu per satu piring diletakan diatas meja. Hidangan utama disimpan tepat di tengah meja. Teh panas siap dituangkan sebagai menu pembuka.

Dengan perasaan senang dan tidak sabar. Kupanggil Mina dan Corni agar keluar dari kamar.

"Tok, tok,"

"Mina... Mina....." Kuketuk pintu kamarnya. Kupanggil gadis berwajah teduh itu.

"Ya Dilah... Sebentar..." Suara Mina di dalam kamar seperti membereskan kertas-kertas. Tak lama kemudian. Ia muncul dibalik pintu kayu.

"Iya Dilah? Ada apa?" dengan senyum teduh, dila membuka pintu dan bertanya.

"Makan malam sudah siap," tatapanku tak beda jauh dengan Mina.

"Oh ya. Maaf, aku sampai lupa untuk menyiapkan makan malam,"

"Tak apa Mina. Aku sudah membuat makanan spesial untuk kau dan Corni,"

"Baiklah. Sebentar lagi aku turun,"

"Baik Mina. Ku tunggu kau di Meja," dengan perasaan sedikit lega. Ku turuni tangga menuju kamar Corni.

"Tok, tok,"

"Corni...?" tanpa pikir panjang ku masuk dan menyalakan lampu kamar. Ku duduk dan membuka selimut si bungsu. Dengan tubuh lemas ia menghadapkan wajahnya padaku.

"Ayo, makan," Corni mengangguk. Kubantu ia mengangkat tubuh kurusnya. Kupapah ia sampai ke ruang makan. Aroma gurih sup merebak di udara. Dengan wajah terpukau, Mina menarik kursi dan duduk tepat di sampir kusi Corni. Aku duduk di kursi sebrang.

"Ayo... Silahkan dicicipi..." Dengan ekspresi antusias dan sok akrab. Kutuangkan sup ke mangkuk Mina dan Corni. Mereka mencicipi sup itu dengan penasaran. Setelah seujung sendok sup itu masuk ke mulut mereka. Wajah mereka seperti terkejut. Dua alis mereka terangkat ke atas. Begitu juga dengan pipi kurus Corni. Mereka seperti menikmati sup buatan ku.

Saat Corni akan menambah sup ke mangkuknya. Kuhadang dengan mengambil sendok sup. Wajah Corni mengkrinyut. Mina tersenyum tipis.

"Mau apa kau Pirang?!"

"Ambil Sup," dengan tatapan malas Corni menimpal.

"Tadi sudah kubilang. Jika kalian hanya boleh mencicipi. Bukan memakannya sampai kenyang," pungkasku. Tiba-tiba Mina membela Corni.

"Ow, baiklah. Kalau kita hanya mencicipi tapi tidak untuk Dilah. Lihat mangkuknya. Tidak ada setetes sup pun ia cicipi. Biarkan sup itu ia jaga sampai kembali lagi menjadi labu sempurna," Mirna menggoda Corni.

"Oke lah... Sup ini untuk kita semua yang memiliki mata bulat seperti labu. Apalagi dengan si rambut pirang. Matanya bisa lebih bulat dari labu," pungkasku.

Gelak tawa mulai terasa. Si bungsu tersenyum kembali. Tulang pipinya mengembang. Raut wajah Mina terlihat bahahgia. Ku tuangkan sup hangat dan gurih itu ke mangkuk Mina dan Corni. Tidak lupa untukku sendiri. Kami makan dengan lahap, ditemani teh hangat dan canda tawa.

Suasana ini sangat kami rindukan. Jika bukan kami yang membuat suasana hangat, siapa lagi? Hati yang tadi siang hampir tercerai berai berubah menjadi sup kental dan gurih. Terasa gurih. Berwarna Cerah. Secerah dan segurih perasaan kami.

Bersambung...

Autumn On StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang