i

70 15 5
                                    

"Ma, ini kapan selesainya? Langit udah capek."

Langit memandang mamanya yang masih memilih-milih baju di salah satu toko di mal.

"Bentar Lang, mama belum nemu yang cocok."

Mamanya, Ike akan pergi, ada pertemuan dengan beberapa pengusaha dan Ike ditunjuk oleh managernya untuk menggantikannya, sementara si manager ada pertemuan lain di luar negri.

"Tapi ma, Langit capek. Habis ini mama pergi. Langit sendiri deh di rumah." Langit menampakkan wajah murung selayaknya langit yang mendung.

Ike menoleh ke anak semata wayangnya. Ia menatap anaknya dengan iba, meletakkan kedua tangannya di kedua rahang Langit, wajahnya seperti berkata, maafin mama lang, mama gak ada pilihan lagi.

Langit memegang tangan mamanya, dan melepaskannya dari rahangnya. Ia tersenyum parau, ditatapnya mata mamanya lekat-lekat, keriput yang mulai muncul dari wajah mamanya menandakan bahwa mamanya memang lelah dengan semua ini. Namun karena keadaan mamanya harus melakukannya.

Untuk kesekian kalinya, Langit harus mengerti mamanya. Mengerti keadaan mamanya. Dan ia harap ia bisa menerimanya.

Ike kembali ke aktivitasnya, memilih baju yang akan dipakainya. Beberapa detik kemudian, Ike mendapatkannya.

Ia melirik anaknya, seakan tau apa maksud lirikannya, Langit tersenyum kecil.

Ike berjalan menuju kasir, di ikuti oleh Langit di belakangnya. Ike mengeluarkan beberapa lembar lima puluh ribu dan memberikannya. Setelahnya ia menarik tangan anaknya, yang di tarik ya hanya diam saja.

Selagi Ike menarik tangannya, Langit asyik mengotak-atik ponselnya hingga ia tidak sadar telah menyenggol lengan seseorang. Bukannya minta maaf, Langit justru mengumpat dan tetap memainkan ponselnya selagi tangannya ditarik mamanya.

.-.--.-.

"Ish dasar orang aneh, bukannya minta maaf ini malah..."

"Lo kenapa Mi?" tanya sahabatnya.

"Itu lho Gi, cowok tadi bukannya minta maaf eh malah misuh-misuh," jelas Bumi.

Anggi tersenyum kecil, "Udahlah biarin aja, idup cowok itu kurang piknik kalik," Bumi tertawa kecil menanggapi ocehan Anggi.

Lalu mereka melanjutkan kegiatan mereka, masuk di toko yang sama untuk membeli baju untuk Bumi dan Anggi. Sebenarnya, malam nanti mereka di undang di acara perayaan ulang tahun milik gebetannya Anggi. Dan Anggi mengajak Bumi.

Jadi karena Anggi pikir Bumi tidak memiliki baju untuk pergi ke pesta, akhirnya ia mengajak Bumi sekalian membeli untuk dirinya.

Tau sendiri Bumi orangnya paling males kalo pakai dress jadinya ya dia gak nyimpen dress, ada sih mentok juga bekas mamanya.

Sedari tadi Bumi hanya diam, kala ditanya oleh Anggi, "Mi ini kayaknya bagus buat lo deh," Bumi menggeleng karena ia tidak menyukainya.

"Kalo yang ini kayaknya pas Mi?" Lagi-lagi Bumi menggeleng lesu, "Mi jangan geleng mulu napa capek gue lihatnya."

"Kalo capek, ayo pulang. Ngapain masih disini. Gue juga capek!" Berusaha mengontrol emosi yang ada, Bumi menatap sahabatnya dengan wajah yang letih.

Anggi menatap Bumi, tatapan rasa bersalah namun juga memelas.

"Maafin gue, gue gak seharusnya maksain kehendak gue. ayo pulang," Anggi menarik pelan pergelangan Bumi.

Bumi menahannya, Anggi menoleh. "Lo udah dapet bajunya?" Anggi menggeleng lesu.

"Yaudah ayo cari, biar sekarang gue yang milihin. Lo duduk aja disini." Anggi mengarahkan Bumi untuk duduk di tempatnya tadi.

Beberapa menit kemudian, ia mengambil salah satu baju. "Gi, coba lihat ini kayaknya cocok buat lo."

Anggi melihatnya, senyumnya mengembang. Ia bangkit, dan mengambil dress yang ada di tangan Anggi.

Dress warna hitam polos diatas lutut, dengan renda di bagian lehernya.

Anggi mencoba dress tersebut di ruang ganti, beberapa menit kemudian Anggi keluar. Kini senyum milik Bumi mengembang. "Pas, lo cantik banget Gi, gue jadi pengen nembak lo deh." goda Bumi.

Anggi menyenggol pelan lengan Bumi, Bumi terkekeh pelan. "Loh Mi, lo gak beli?"

Bumi menggeleng, "Gue beliin deh." bujuk Anggi.

Bumi meletakkan kedua tangannya di bahu Anggi, "Anggiku sayang, gue bukan gak mampu beli, tapi buat apa? Mubazir. Masih ada kok bekas Bunda. Masih bagus juga."

"Jijik lo Mi," Anggi kembali ke ruang ganti.

Bumi hanya terkekeh pelan.

"Sudah mbak?" tanya mbak-mbak kasir. Anggi menoleh ke Bumi yang berdiri di sampingnya, "Mi lo yakin?"

Dengan sekali anggukan dan senyum, Anggi segera membayar belanjaannya.

Keluar toko.

"Gi, inikan pesta ulang tahun gebetan lo, entar jemput gue yah?" Anggi yang sedang menyetir pun menoleh, ia mengangguk.

Tiba-tiba Bumi kepikiran dengan cowok yang menyenggolnya tadi. Entah kenapa, namun Bumi merasa Bumi sudah mengenalnya.

.-.--.-.

Oh i really want to know. Did you like the story? Give me votes and comments!

Bumi & LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang