Chapter 4

3.6K 149 19
                                    

Rasti pov.

Ternyata ada mas Surya di teras rumah ku. Aku langsung turun dari mobil dan menghampirinya. Aku menyambutnya dengan pelukan dan mencium tangannya.

"Mas kapan datang? Udah lama disini?"

"Baru dua jam. Kamu dari mana Kok baru pulang? Hape kamu ditelepon nggak aktiv lagi."

"Ya ampun maaf ya, mas. Aku tadi habis ada acara di luar."

"Ngomong-ngomong, dia ini siapa?"

"Eh... aku lupa ngenalin mas sama David." Astaga, aku sampai lupa kalau David masih ada di sini. "Mas, kenalin ini David. David, kenalin ini mas surya, kakak aku."

"Saya Surya, kakaknya Rasti."

"Saya David." Mereka berjabat tangan. "Saya pamit dulu, ya Ras."

"Loh, kamu nggak mau mampir dulu?"

"Terimakasih, tapi ini sudah malam. Saya pamit dulu, Rasti, Surya."
Mobil David sudah tak terlihat lagi di ujung jalan kompleks.

***

Aku menyuruh mas Surya masuk ke dalam rumah. Setelah menaruh barangnya, aku menyiapkan makanan untuk mas Surya. Untungnya Candra memaksa ku membawa sekotak udang jumbo saus telur asin dan kepiting pedas, jadi ada makanan untuk mas Surya.

"Wiih... enak banget nih. Kamu habis dari restoran seafood, ya Ras?"

"Iya... tadi aku dipaksa pemilik restorannya bawa ini. Kebetulan pemiliknya itu sahabatnya David."

"Kamu ada hubungan apa dama David?" Mas Surya menaik-turunkan alisnya.

"Apaan sih, mas. Aku tuh baru kenal sama David."

"Baru kenal kok pake makan malem segala?"

"Makan malem itu cuma bentuk ucapan terima kasih, soalnya aku udah nolongin anaknya. Nggak lebih."

"Jadi dia udah nikah?"

"Dia duda."

"Pas donk kalo gitu." Mas Surya memasukan udang jumbo utuh itu ke mulutnya.

"Pas apanya?"

"Ya pas donk. Kamu single, dia duda."

"Ngomong apa sih, mas? Udah deh jangan mulai."

"Emang kenapa? Dia ganteng, keren, bule, sepertinya dia juga orang kaya. Keliatan banget dari jam tangan sama mobilnya."

"Mas..." aku sudah mulai geram.

"Sepertinya dia bukan orang biasa."

"Emang bukan. Dia itu David Sergio pemilik Sergio's Furniture."

"Ya ampun, kamu itu bego banget kalo nggak mau sama dia."

"Tapi kita baru kenal, mas."

"Baru kenal kan sekarang, nanti lama-lama juga akrab."

"Aku belum punya rencana untuk menikah, mas."

"Nah, ini yang mas nggak suka dari kamu. Kamu harus mulai punya gambaran buat menikah. Kamu itu perempuan, Ras. Ada masa kadaluarsanya."

"Ye... emang mas pikir aku mie instan ada masa kadaluarsanya." Aku meninju lengan mas Surya. "Gimana mas kabar mbak Desi sama anak-anak? Kenapa mas nggak ngajak mereka?"

"Anak-anak baik. Desi lagi hamil muda, jadi nggak boleh capek-capek. Kamu tau kan anak-anak, kalo ibunya nggak ada mereka mana mau ikut."

"Mbak Desi hamil lagi? Berarti keponakan aku nambah lagi, donk."

"Iya. Mas aja anaknya udah mau tiga. Kamu kapan, Ras?"

"Ih... mas Surya kok kesitu lagi sih. Aku tidur aja kalo gitu." Aku meninggalkan mas Surya sendirian di meja makan.

"Loh, nanti yang beresin ini semua siapa, Ras?"

"Beresin sendiri. Wleee..." Aku berbalik dan menjulurkan lidah ku.

Sudah pukul satu pagi, tapi mataku ini tidak bisa dipejamkan. Aku masih memikirkan perkataan mas Surya. Perempuan memang punya masa menopouse. Tapi, sampai sekarang aku belum menemukan pengganti Rendi. Namanya masih terukir dihati ku. Entahlah. Biarkan hidupku mengalir bagaikan air sungai. Lebih baik aku tidur karena besok aku ada jadwal praktek pukul sembilan pagi.

***
David pov.

Setelah pulang dari rumah Rasti, aku menjemput Azka di rumah neneknya. Bukan rumah orang tua ku, tapi mendiang istri ku. Ternyata Azka sudah tidur. Entah kenapa aku lega setelah tahu laki-laki itu adalah kakaknya Rasti. Aku akui, Rasti adalah wanita yang menarik. Walaupun dandanannya sederhana, tetapi tutur kata dan perangainya sangat santun. Baru beberapa hari mengenalnya, tetapi terasa seakan sudah berteman lama. Rasanya aku sangat antusias dengannya. Mungkin karena dia berbeda dari wanita-wanita yang selama ini ada di sekitar ku. Kebanyakan, mereka adalah wanita-wanita penggoda yang hanya menginginkan dompet ku. Rasti adalah wanita kedua setelah mendiang istriku yang membuat aku seantusias ini.

Flashback on

Ku pandangi wajah indah istri ku yang terbaring di ranjang rumah sakit. Aku tak akan pernah melihat lagi binar indah matanya dan senyumnya yang manis. Kata dokter, jika semua alat yang ada di tubuhnya dilepas, dia takkan pernah terbangun lagi. Hidupnya hanya bergantung kepada alat-alat itu. Semua orang mengatakan aku harus merelakan istri ku. Tapi ini sangat menyakitkan, aku mencintainya. Mereka hanya memberikan waktu beberapa jam. Setelah itu, Sarah akan pergi selamanya meninggalkan aku dan anak kami yang kemarin dia lahirkan. Aku seorang suami yang tidak berguna. Bagaimana bisa aku tidak mengetahui apa yang terjadi dengan kandungannya. Harusnya aku selalu menemaninya ke dokter kandungan agar aku mendengar langsung apa yang dokter katakan. Jika aku tahu dari awal, sudah pasti hal ini tidak akan terjadi. Pasti sekarang aku bisa melihat senyumnya, binar matanya, dan pasti masih mendengar suara lembutnya. Yang bisa aku lakukan sekarang hanya menangis meratapi keadaan istri ku.

"Bapak harus segera menandatangani surat persetujuan ini." Dokter itu menyerahkan  selembar kertas berisi surat persetujuan pelepasan alat yang ada di tubuh istri ku.

Dengan berat hati aku menandatangani surat persetujuan itu. Segera setelahnya, dokter melepas semua alat yang ada di tubuh istri ku. Setelah ini aku tak akan lagi merasakan cintanya lagi. Maafkan aku, Sarah. Aku harus membiarkan dokter itu melepaskan alat itu. Maafkan aku karena belum bisa menjadi suami yang berguna untuk kamu.

Flashback off

I'm so so so sorry. Lovy minta maaf banget nggak bisa nepatin janji. Tapi beneran deh lovy nggak punya niat kaya gitu. Lovy janji bakalan lebih cepet lagi update. Kasih votmen kalian yah. Lovy menerima kritik dan saran apapun dari kalian.

Penuh cinta
Lovemdr.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dokter CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang