Part 2

14 1 0
                                    


Tak terasa sudah satu minggu aku kuliah di sini. Dengan segala perjuanganku aku berhasil beradaptasi dengan semua dosen dari yang kalem sampai yang paling killer. Tak apalah meski awal presentasi mata kuliah dosen super killer aku harus menjelaskan secara terperinci dan harus diulang beberapa kali karena tatapannya yang seakan mau memakan orang. Tapi ternyata beliau hanya menguji keberanianku. Huuffttt... dan setelah selesai presentasi beliau tertawa terbahak bahak dan seluruh kelas pun akhirnya pecah dengan tawa.. Katanya wajahku lucu kalo panic. Gila..!! tak tau apa kalo aku sudah mandi keringat dingin dengan lutut yang berdisko?? Emang aku terlihat seperti badut ancol?? Hiya..!! bunda!! Tolong anakmu yang imut iniiii.. hikss..

Kyaaa..!!!

"hey kalo jalan pakek mata!" ku dengar suara baritone seseorang memecah lamunanku. Ternyata aku menabrak tembok lagi? Salah deh bukan tembok tapi orang sepertinya?

"hey..!! dimana mana orang jalan itu pakek kaki bukan mata..!!" tak sengaja aku menendang bola basket di depanku.

Bruukk...

"aduch.." aku terjaduh dengan tidak cantinya. Sepertinya de javu, yang ku lihat sepatu kets putih dengan bola basket di sampingku. Eh? Itu orang yang sama juga kan? Berarti itu ketua senat??

"lain kali kalo niat nglamun itu di kuburan. Siapa tau langsung dapat wangsit" matanya terus menelitiku. Seakan detector hidup yang meneliti tubuhku.

"emang aku dukun?" jawabku tak terima sambil bangkit dari dudukku.

"kamu sudah menabrak saya dua kali!! Lanjutnya sambil menunjukku. Tapi tatapannya datar. Sama seperti awal bertemu. Apa nih orang alien? Tak punya ekspresi layaknya manusia normal?

"itu salah kamu, kenapa kamu berhenti di tengah jalan!!

"kamu tidak lihat? Di depan ada kerumunan orang. Makanya saya berhenti" jawabnya sarkatis. Dengan suara yang semakin tidak bersahabat.

Langsung ku tolehkan kepalaku ke samping. Benar. Teman tean mahasiswa sedang berkumpul. Mungkin ada pengumuman penting atau ada demo?"

"mungkin mereka demo" uacapku tanpa sadar. Langsung ku tutup mulutku dengan sebelah tangan. Mengingat orang yang di sebelahku adalah ketua senat. Bisa mati aku.

"jangan sok tau" langsung dia masuk di kerumunan itu. Anehnya kenapa aku ikut masuk? Setauku aku masih diam dan mengamati. Ku arahkan pandanganku ke tangan. Ternyata ada yang menggandengku. Eh? Ternyata..

"lepasin!!" pintaku sambil meronta. Melepaskan cengraman tangannya. Bahkan sampai saat ini aku tak tau siapa namanya.

"diam" dia menoleh sekilas. Dan hanya satu kata mampu membuatku menurut.

Ternyata dia membawaku ke ruang senat. Entahlah dia bicara dengan siapa aku tak tau. Bahkan aku baru tau kalo ini adalah ruangan senat.

Dari yang mereka bicarakan. Dapat kuketahui ternyata tadi anak anak bukan sedang berdemo. Tapi sedang menyaksikan pengundian kelas mereka dalam acara kelas meeting lusa.

Dan di sinilah aku terjebak dalam rapat yang diadakan oleh pihak senat. Dengan tanganku yang masih digenggam erat olehnya.

"ehem.."

"cie cie"

"gak bakal ilang kok"

Dan masih banyak lagi suarah yang menggoda kamu. Aku tak berani menatap mereka. Karena sejujurnya aku tak kenal sama mereka. Dan yang hanya ke ingat kakak gendut itu. Siapa ya namanya?

"iisshh.. memaluhkan!! Kenapa aku bisa terjebak di sarang penyamun..??"

"sebentar lagi juga selesai"

Eh? Aku langsung mendongak. Tak sengaja mataku bertemu dengan mata hitamnya. Aku langsung menegang. Kenapa dia bisa tau isi hatiku? Apa dia penyihir? Sejak tadi aku menurut saja dengannya. Atau titisan harry potter bukannya harry potter penyihir baik? Eh, tetap saja kan dia penyihir?

"aku tidak seperti yang kamu pikirkan" kenapa di lagi lagi tau yang ada di otakku?

"ekspresi kamu terlalu mudah di tebak" sebelum aku menjawab dia langsung mendahului omonganku

"itu semua terlihat dari sikap dan mata kamu"

Aku langsung diam tak merani menatapnya. Selanjutnya yang terjadi hanya rapat yang tak ku tahu apa isinya. Pikiranku masih melayang tentang di yang tiba tiba menarikku kesini. Dan tentunya dengan tanganku yang masih di genggamnya.

Aku baru sadar, ternyata selama tadi dia bicara padaku, aku menahan napas yang saat ini tentunya sudah ku hembuskan. Aku tak mau mati konyol , karena aku masih pingin makan nasi pecelnya pak yanto.

Seisi ruangan siduk menggoda kami. Tepatnya menggoda Devan. Yap, laki laki yang di menggenggam tanganku ternyata namanya Devan. Itu yang ku tahu dari kakak gendut yang ternyata bernama Luki. Lengkapnya Lukito Hadi Kusuma. Aku sampai menutup mulutku ketika dia menceritakan seberapa konyolnya dia yang tadi pagi yang katanya melempar bola ternyata malah buah mangga yang jatuh mengenai kepalanya.

"Hahahaha.." akhirnya tawaku lepas juga. Dan Devan melihatku dengan menaikkan alisnya. Bodoh amat, yang kurasakan saat ini aku hanya ingin tertawa dengan cerita konyol kak Luki. Dan kak luki masih tertawa sampai meneteskan air mata. Sedangkan seisi ruangan sudah diam dan mulai menyimak cita cerita konyol kami. Dan kami tertawa terbahak mendengar cerita konyol dari mereka yang ikut menyumbangkan pengalaman yang sangat konyol.

Ternyata fikiranku yang menyangka mereka kecuali kak luki adalah orang yang kaku terbantahkan juga dsaat ini. Tentunya, kecuali manusia es menyebalkan yang terus menggenggam tanganku semakin erat. Devan memandangku dengan mata elangnya. Seketika itu aku menghentikan tawaku. Dan ruangan tiba-tiba hening. Ternyata dia mengedarkan pandangannya ke semua orang yang ada di sini. Iisshh,, sepertinya dia beneran penyihir..!!


LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang