Chapter 3

48 7 6
                                    

•Grace's POV•

Dinginnya~

Panti asuhan ini sangat dingin saat malam. Aku kembali menutup jendela-yang selalu terbuka karena angin kencang diluar.

Sudah berapa kali aku menutupnya, ya?

Tubuhku gemetar dan apapun yang kulakukan tidak dapat membuatku merasa hangat, sumpah. Kamar ini sangat dingin. Sekarang sudah lewat tengah malam.

Aku makin kesal.

Yah, takut juga, sih.

Aku merinding. Rasanya, ada angin dingin yang ditiupkan ke tengkukku. Siapa sih hantu yang menjahiliku? Sini, kalau berani!

Tak.

Itu suara apa? Aku hanya bercanda!!

Perlahan kusingkapkan selimut tipis yang kulilitkan ke tubuh. Jendela terbuka lagi. Duh.

Aku jadi ingin makan lasagna. Serius, aku tidak ikut makan malam tadi.

Aku tertidur, dan begitu bangun, Alka bersama temannya—yang tersenyum mengerikan, sudah berdiri di samping tempat tidurku.

Mama di surga, anakmu benar-benar tersiksa disini.

Menghiraukan jendela yang terbuka dan benda yang tak sengaja kulihat di bawah jendela, aku membuka pintu dan segera berlari menuju dapur.

Rasanya ada sebuah boneka di bawah jendela tadi.

Seingatku tidak ada tadi siang.

Sial, gelap sekali!

Dimana saklarnya? Aku meraba-raba dinding dan merasakan sesuatu. Aku tak yakin itu saklarnya, tapi aku mencoba menekannya dan tidak terjadi apa-apa.

Nah, aku benar-benar yakin aku telah dikutuk. Aku akan mati~ Apa yang kutekan? Bingkai foto? Cicak malang yang kenyal-lupakan.

"Siapa disana?"

AH. MALAIKAT PENYELAMAT.

Aku segera menoleh kesana-kemari, berharap mataku dapat segera menyesuaikan dengan suasana minim cahaya seperti ini.

Ada sebuah siluet? Sepertinya perempuan.

"A-aku Grace!"

"Grace?" suara itu lagi. Sepertinya aku mengenalinya. "Diam di tempat! Listrik sedang padam, jadi aku akan berusaha menemukanmu!"

"O-oke.."

Tapi aku tidak melepaskan mataku dari siluet itu. Aku sudah mengenali pemilik suara yang tadi–Alka, sih. Tapi aku tidak yakin itu siluetnya...

Tapi dia mendekat.

Suara langkah kaki dan siluet itu mendekat.

Tidak sinkron.

"Kau tetap disana, Grace?"

Aku mengangguk walau Alka tidak melihatnya. "Iya!"

Dan siluet itu semakin mendekat. Tetap saja, suara langkah kakinya tidak sama dengan siluet itu.

Aku menggerakkan tanganku, mencoba menyentuhnya. Dia Alka, bukan?

Satu tepukan di pundak. "Untunglah aku segera menemukanmu. Ini aku, Alka. Cepat kembali ke kamarmu!"

Tepukan dari belakang.

Dan siluet yang tidak bergerak sama sekali. Berada di depanku.

Tidak mungkin.

Aku gemetar, merinding dan tidak dapat bergerak. Itu tadi, bukan Alka?

Dia mendekat, dan perlahan sepasang mata merah menyala di kegelapan. Aku tidak tahan lagi. Tubuhku lemas dan aku duduk di lantai kayu. Aku menangis sekuatku. Aku muak dengan semua yang terjadi disini. Si sialan Mira itu....

The OrphansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang