Satu

22 1 0
                                    

[ Selamat Tinggal Kenangan ]
*play the music*


Hujan kembali membasahi kota Jakarta. Menemani tangisan orang - orang yang berduka. Payung - payung hitam, baju berseragam hitam yang mengerumuni satu tempat. Aku berlari ke arah kerumunan dengan basah kuyup tanpa payung. Deraian air mata yang menyatu dengan tetesan hujan.

Satu persatu orang - orang yang mengerumuni satu tempat, meninggalkan tempat tersebut. Aku menghampiri sebuah batu nisan, nama yang sangat jelas membuat hatiku tersayat - sayat.

"Apa ini akhir segalanya? Kebahagianku... terenggut begitu saja?!" Aku menggenggam tanah kuburan dengan kuat, berharap ini hanya mimpi.

"Reylia!" Seru seseorang dari belakang meneriaki namaku. Aku tidak meresponnya sama sekali. Jelas, sangat jelas, aku terpaku pada batu nisan dihadapanku.

"Reylia, ayo pulang! Jangan hujan - hujanan. Nanti kamu sakit, dek. Dengerin abang!" Tegas Juan setelah tepat disebelahku. Mencengkram erat kedua bahuku, memaksaku berdiri.

Aku menurut, tubuhku benar - benar lemas. Bibirku menjadi semakin dingin dan kaku. Bahkan aku tidak bisa berkata satu katapun. Hanya air mata yang mewakili segalanya. Air mata yang berbicara hari ini.

'Beristirahatlah dengan tenang, Fadlan.' Tangisku pecah, sesegukan. Aku sudah tidak bisa menahannya hanya dengan mengeluarkan air mataku bersama dengan hujan.

❣ ❣ ❣

Tenggorokanku tercekat, masih saja aku menangis sesegukan dalam mobil. Dengan keadaan basah kuyup, ac mobil pun dimatikan oleh Juan. Ia memutar radio mobil dengan volume cukup keras. Saat itu pun tangisku semakin menjadi.

"Aku tidak bisa membantu apa - apa kali ini." Juan meraih sebuah kotak tisu dari balik dashbor. Aku mengambil beberapa lembar tisu. Guna menyeka air mataku.

"Aku... menyayanginya." Juan tidak akan mendengar apa yang aku ucapkan. Aku mengucapkannya dengan sangat lirih dan suaraku terhantam oleh musik Namie Amuro - Dear Diary.

"Hujan ini menjadi sangat menyakitkan." Ucapku bahkan bisa dikatakan, aku hanya bergumam.

Juan tetap fokus pada jalan yang dihujam oleh ribuan air hujan. Sesekali bersenandung kecil.

Bunga MekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang