A Day

109 7 0
                                    



I will leave my heart at the doorI won't say a wordThey've all been said before, you know

Fara menatap pria di depannya. Laki-laki yang terjebak diantara hidup dan mati. Bodoh, lelaki itu tersenyum.

"Fara, temani aku kelilingi kota tua." Fero, memegang lembut tangan Fara penuh kasih.

Air mata menggenangi pelupuk mata Fara. Ia tertawa sendu dan menjawab, "Harusnya aku. Aku yang harusnya meminta hal itu darimu."

So why don't we just play pretendLike we're not scared of what is coming nextOr scared of having nothing left

"Aku rasa tidak mungkin aku yang membawa mobil. Kau saja Far," ujar Fero melempar kunci mobil kesayangannya.

"Kita kemana?" Fara bertanya di perjalanan. Fero mengelus dagunya sebentar, "Ah, kamu parkir dulu deh. Masalah kemana mudah dipikirkan."

Tangan kekar yang terlihat pucat itu menepuk jok sepeda di belakangnya, "Fara sini naik sepeda."

Tawa dan canda mengalir dengan mudahnya. Tangan mungil Fara, memeluk erat kekasihnya. Sesekali, Fero akan menoleh, dan tersenyum padanya.
Dulu, dulu sekali. Senyuman pria itu, hanya untuknya. Sekarang pun akan terus begitu, kan?

"Fara gendut ih. Berat banget," canda Fero seraya mengerucutkan bibirnya. Yang disindir pun hanya memukul punggung pria itu, dan tertawa ringan.

Look, don't get me wrongI know there is no tomorrowAll I ask is

"Fero, Fero! Temani aku ya! Fotoin aku sama setan ini." Lagi, wanita mungil itu meminta kepada si pria.

"Haha, iya-iya." Fero mengambil foto Fara dengan manusia yang berkostum hantu terkenal.

Semua orang memperhatikan mereka. Mereka lucu, seperti tidak memiliki hari lain saja.

Pasangan itu mengambil foto dengan pose-pose mereka yang imut. "Mba, tolong ambilin foto saya sama pacar saya dong."
Mereka mengambil posisi layaknya ingin tempur. Fara, berdiri memeluk Fero. Sedangkan pria itu tertawa manis sekali.
Sekali.

Bisakah aku memohon, berikan aku waktu sekali lagi agar bisa mengulang ini bersamanya?

If this is my last night with youHold me like I'm more than just a friendGive me a memory I can useTake me by the hand while we do what lovers doIt matters how this ends

"hiks, hiks. Kenapa? Kenapa sekarang Fer? Kenapa kamu ha--"

Tangisan itu terpotong. Fero, meletakkan tangannya di bibir kekasihnya.

"Engga, Far. Engga sekarang, ataupun besok. Kamu, akan tetap jadi pendamping aku. Selamanya." Kalimat itu diselingi oleh senyuman manis, namun, tersirat kesedihan.

Fara memeluk kekasihnya, "buktikan, Fer. Aku tunggu janji kamu."

I don't need your honestyIt's already in your eyesAnd I'm sure my eyes, they speak for meNo one knows me like you doAnd since you're the only one that mattersTell me who do I run to?

"Kamu beneran gendut." Fero tertawa melihat Fara yang mengembungkan pipinya.

Fara berdecak, "Barusan bilang kurus. Sekarang gendut. Apa tau."

"Ah, emang gendut."

Fara terkejut, memajukan tubuhnya. "Anjir! Beneran gendut?!"

"B-bhahahaha!" Fero tidak tahan untuk mengeluarkan tawa terpendamnya.

"Sialan ah lo Fer!"

Let this be our lesson in loveLet this be the way we remember us

Sirine ambulan terderngar memekakkan telinga. "Fer, Fero ..."

Pria itu tergeletak tak berdaya. Tubuhnya tak bergerak, membuat air mata mengalir lebih deras.

"Kamu barusan janji. Kamu janji, kan?" Fara memegang erat jemari Fero, "Kamu, janji. Akan terus di samping aku." Percuma, tidak ada balasan. Tidak akan ada balasan. Tangis Fara jauh lebih kencang saat ia sadar, kalau mungkin Fero mendengar semua perkataannya.

Usaha ia bertahun-tahun, hilang?

I don't wanna be cruel or viciousAnd I ain't asking for forgiveness

"Fara, tolong relakan Fero. Fara sayang kan sama Fero?" Ibunya, mengelus pelan bahu Fara.

"Ma, Fara engga mau Fero pergi! Fara, Fara belom sempet bilang semuanya Ma," jawab Fara seraya menunduk lemah.

"Yaudah, kamu bilang apa yang mau kamu luapkan. Mama pergi dulu." Wanita paruh baya itu menutup pintu.

"Fer, aku egois ya? Kamu ingetkan dulu?" Fara menatap sendu kekasihnya, "Aku yang kena dare or dare, harus nyatain cinta ke kamu."

•••

"Enak aja! Ogah! Gua harus nyatain cinta ke Fero Dirgantara?! Cowok tengil yang selalu sama dayang-dayangnya?!" Fara menggebrak meja.

Nia memainkan rambutnya, "Yang sportif dong kalo main cyin."

"Sialan!" Fara berdiri dari kursinya, "Fine!"
Disinilah Faradila Gera berada. Di lapangan, ditatap oleh banyak pasang mata, dengan cowok tampan dihadapannya.

"Hm, Fer." Fara memanggil Fero dengan kikuk.

"Apa?"

"Gua udah suka sama lo dari dulu. Lo mau ga jadi cowo gua?"

Tolak kek, tolak Ya Allah.

"Mau."

"Ehhh?!" Fara membelalakkan matanya.

•••

Fara tersenyum kecut mengingat semuanya. "Engga aku sangka, Faradila Gera akan jatuh cinta dengan seorang Fero Dirgantara, player kelas kakap."
Ia kembali memandang pria ini, menunggu jawaban.

Nihil.

Tidak ada tanggapan sedikitpun.
Fara kembali menitikkan air matanya. "Aku rela Fer, aku sayang kamu. Aku, aku rela kamu pergi."

Suara nyaring tanda Fero telah tiada terdengar sekali. Tangisan Fara meledak sejadinya. Mengeluarkan rasa sayangnya yang tumpah.

"Aku-- Aku ga salah kan, Fer?"

•••

Daun-daun melambai sedih. Angin, menyapa dirinya.
Fara berlutut di sebelah gundukan tanah itu, membersihkan permukaannya.

"Udah 5 tahun Fer. Tapi, aku engga ada bosannya kesini." Fara mengelus batu itu.

"Aku pergi dulu, ya. Ada seminar yang harus aku urus." Fara berdiri, berjalan meninggalkan pusara itu.

Cause what if I never love again?



End

a/n
Ya Allah, selesai juga karya hambamu.
Ini oneshot, jadi jangan harap ada lanjutannya. Terima kasih!

By : xxkurolyf

One Shot StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang