Dor! Dor! Dor!
"Hhhhh"
Hembusan nafas panjang keluar dari bibirnya ketika 3 tembakan beruntun yang berakhir di kepala membuat korban tak bernyawa seketika. Kaki itu melangkah mendekat, berjongkok tepat disebelah tubuh yang baru menjadi mayat beberapa menit lalu. Menatap wajah dengan mata melotot itu tanpa dosa."Sorry, aku hanya melakukan tugas. Tapi sepertinya kau orang baik, tenanglah di surga."
Suara sol sepatu dengan lantai semen menggema didalam gedung kosong itu. Malam menjadi saksi atas tindakan keji seorang pembunuh bayaran handal. Dunia hitam tak akan asing mendengar namanya. Seorang gadis muda manis yang terjerumus masuk dalam kesalahan.
"Target sudah mati." Ucap gadis itu membalas perkataan dari orang di sebrang telepon genggamnya.
"Good job! Agen B! Akan aku transfer sekarang!"
------
Langit sore tertutup mendung semakin menambah kesan sendu dalam pelaksaan acara pemakamam. Pendeta sedang memberikan kutbah sebelum peti tertimbun tanah. Banyak para pelayat berpakaian serba hitam hadir dalam acara pemakamaman tersebut. Derian Junionatha, bapak berusia 42th. Seorang pengusaha yang pernah berjaya pada masanya ditemukan tewas di gedung kosong dengan 2 tembakan di dadanya dan 1 tembakan tepat dikepalanya. Hingga sampai detik ini polisi masih belum menemukan pelaku dan motif pembunuhan secara halus ini.Beberapa pelayat tak kuasa menahan air mata saat seorang gadis cantik tengah menangis sejadi-jadinya disamping kuburan sang ayah yang baru saja tertutup tanah. Gadis cantik yang kini menjadi seorang yatim piatu. Ibunya meninggal saat berjuang melahirkannya kedunia dan sekarang ayahnya lah yang pergi meninggalkan dirinya sendiri.
"Nyonya Shania, anda harus tabah." Ucap Margareth, wanita paruh baya pengasuh gadis itu sejak bayi.
Ia tak henti-hentinya menangis hingga acara pemakaman berakhir. Satu persatu pelayat mulai meninggalkan pemakaman. Dan tersisalah 3 orang disana, Shania putri Derian, Lucy dan Tommy adik dari Derian Junionatha.
"Ayahmu telah tenang bertemu Tuhan disana."
Tommy merangkul tubuh keponakannya yang lemah itu dengan erat. Mencoba menenangkan Shania kedalam dekapannya.
"Aku tidak punya siapa-siapa lagi om." Ucap Shania dengan terisak.
"Om akan menjaga kamu, jangan takut. Kamu tidak sendiri."
Tetesan hujan mulai turun membasahi bumi. Shania yang telah merelakan ayahnya kini beranjak dari samping kubur dipapah oleh Margareth dan Tommy. Dari kejauhan tatapan seseorang tak pernah lepas dari anak tunggal Derian. Sejak awal acara pemakaman seseorang itu telah berada disana. Menyaksikan semuanya, menyaksikan orang yang ia bunuh kemarin terbujur kaku didalam peti.
------
"Biarkan ia beristirahat, ia pasti lelah menangis seharian." Perintah Tommy pada Margareth.
Ia kecup sejenak kening keponakannya sebelum pergi. Betapa berantakan wajah gadis yang selalu terlihat ceria itu. Dirumah megah ini hanya terdapat 3 orang yang menempatinya sekarang. Shania, Margareth dan Lary supir kepercayaan Derian. Sedangkan Tommy memilih tinggal dirumahnya sendiri yang jaraknya tak terlalu jauh dengan rumah Shania.
Malam ini hampir semua orang rumah berkumpul diruang tengah. Hujan deras disertai angin membuat tubuh Shania sedikit menggigil meski ia berada dekat dengan perapian. Margareth yang melihatnya dengan sigap membawakan selimut tebal untuk lebih menghangatkan tubuh sang majikan.