Chapter 0

2.5K 119 4
                                    

Seduction
(c) 2015 by Ichika Fearbright. All right reserved.
-----------------
NARUTO FANFICTION

Warning for Gay, Homo, Yaoi, Bullying, Adult Content (Rated 18+ akan di privasi. Untuk menghindari masalah dari sebagian yang tidak menginginkan SasuNaruSasu tercemar dengan sex scene. Jadi yang bisa mengakses part ini hanya follower).
Attention for homophobia and naruto haters or whoever you always made a war over mere stuff like pairing, please get LOST.
-----------------

Disclaimer: Gambar visualisasi bukan milik maupun hasil karyaku. Source: google.

Terakhir. Aku masih belajar menulis.

Ada pertanyaan? Silahkan tanyakan dikomen atau kirim pm.
----------------

Semua siswa Konoha Senior High School tahu kalau Naruto Namikaze adalah mixed-blood tertampan di sekolah. Attention-seeker. Dan HOMO. Pertebal dan garis bawahi yang paling akhir, kalau perlu pakai huruf kapital. HOMO.

Lalu? Kenapa kalau aku homo? Gay? Pecinta sesama jenis? Please guys, sekarang sudah zamannya LGBT beraksi dan bersuara!

Kembali lagi dengan pertanyaanku. Lalu kenapa kalau aku homo?

Aku memilih jadi homo dan tiba-tiba masalah selalu datang padaku. Kadang aku heran sendiri, dari benua Eropa nan jauh di ujung barat sampai ke benua Asia nan asri damai di ujung timur, kenapa masalah tidak pernah lelah mengikuti?

Apa salahku? TUHAN, APA DOSA YANG KUPERBUAT DI KEHIDUPAN MASA LALU SAMPAI KAU MEMBIARKAN SI MASALAH INI SELALU MENEMPEL PADAKU?!

Oh Tuhan. Kau tahu kalau aku mencintaimu kan? Aku harap kelak kau bisa mengenyahkan masalah ini dari hidupku. Dari ke-homo-an ku. Biarkan aku mencintai lelaki tampan ber-abs sempurna yang bisa kusentuh dan kupeluk sesuka hatiku setiap aku ingin tidur. Dengan mata indah yang bisa menarik semua perhatianku. Dan penis panjang besar yang bisa memuaskan lubang nakal berstatus virgin milikku, err tidak, maksudku aku pernah sekal- baiklah beberapa kal- oke oke! Maksudku setiap kali aku masturbasi, aku selalu memasukan satu atau dua jariku ke lubang analku. TAPI! Lubang anusku masih bersih dari penis-penis indah di luar sana. Damn!

Lupakan. Aku akan memberitahu kenapa akhir-akhir ini moodku turun. Salah satunya, aku dibully. LAGI. Itu karena mereka sudah tahu kalau aku homo. Aku sudah berusaha menyembunyikan orientasi seksualku. Sebaik dan serapih mungkin. Tapi apa mau dikata kalau para siswa kurang kerjaan yang iri karena banyak siswi menempel padaku setiap jam makan siang selalu mencari titik lemahku dan akhirnya. BOOM!!! Kemarin adalah hari keduaku berperang dengan para homophobia. Menghindari jebakan. Kabur dari perangkap. Adu otot. Dan masih banyak tingkah kekanakan yang kualami.

Terparahnya! Calon pacar masa depanku mulai menjauh dan menghindariku. Shit! Shit! Shit! Semua gara-gara Suigetsu dan Juugo.

Aaaagh!!!!

Kenapa mereka tidak tutup mulut saja. Dan aku bisa tetap menjalankan misiku membelokkan Sasuke Uchiha yang lurus selurus tiang listrik menjadi belok lalu menerima cintaku dengan tangan terbuka siap memelukku, oh jangan lupakan senyum indahnya yang bahkan jarang kulihat.

"Get the hell down you brat! Eat your breakfast right now!"

Ah, my beloved daddy. Mulutnya memang menyebalkan. Tidak bisa berkata lembut sedikit saat memerintah anaknya. "Yeah!! I'll be there in a minute." Aku mengambil tas sekolahku yang hanya berisi sebuah buku catatan kecil dan ipad. Sebuah bolpoin. Smartphone. Kunci mobil. Dan satu lagi yang paling penting, parfum. Well, untuk memperjelas saja, aku suka menjadi homo dan aku akan tetap suka menjadi homo, karena itu aku akan tetap menarik perhatian sesama jenisku, ehem, Sasuke Uchiha dengan hal sekecil apapun termasuk bau tubuhku.

Saat aku sampai di meja makan yang tergabung dengan dapur, aku melihat Ayah dan Shion--adikku, sudah mulai dengan sarapan mereka. "Woaah, kalian memulai tanpaku!" Aku duduk di kursiku berpura-pura kecewa dan sedih. Hanya mendapat tatapan bosan seperti biasanya. Ck, bisa kutebak kalau bakat aktingku mulai tumpul. Lihat saja mereka tidak merasa bersalah sama sekali setelah memulai ritual pagi tanpaku.

Sebenarnya pagi ini, kalau aku tidak salah hitung sudah yang kedua puluh tiga kalinya mereka sarapan tanpa menungguku. Kalau bisa genap seratus kali, aku akan memberikan mereka hadiah paling buruk besok di malam natal. I swear.

"Calm bro, kau sendiri yang bangun kesiangan. Jangan salahkan kami." Shion memprotes sambil mengunyah. Ew, menjijikan. "Telan dulu sandwichmu baru bicara, lil' girl." Aku duduk berhadapan dengan Shion. Mencoba mengabaikan tatapan mematikan dari monster di sebelahku.

"You already know what i want to-"

Tidak mau mendengar kalimat ayah sampai selesai, aku mengangguk cepat-cepat. "You said it every fucking morning when we have our breakfast, Dad. I'll behave at school but im not promise when they're the one who want to try my fist." Memotong kalimatnya dengan kalimat yang akhir-akhir ini kususun dan menjadi jawaban tetap dari pertanyaan ayah. Yeah! Hidup otak cerdas!

Aku melihat ayah menghela napas dan Shion dengan wajah tidak pedulinya. Seharusnya aku mengajari adik kecilku untuk sedikit simpati dan peduli pada kakaknya yang tampan ini. Tapi, bagaimana dia mau menurut padaku kalau  melihatku saja seperti melihat seorang kakak yang tidak pantas dibanggakan. Ugh, hurt so bad.

"Bro."

Aku mengangkat sebelah alisku, menyadari kalau ayah sudah pergi berangkat kerja. Tinggal Shion yang mengulurkan tangan kirinya padaku. "Apa?"

"Aku ingin menyetir. Berikan kunci mobilnya padaku, pretty please?" Aku menatapnya ragu tak menjawab. Setelah menghabiskan susu di gelas, aku mengabaikannya dengan membawa peralatan makanku ke wastafel. Mencucinya sampai bersih. "Bro!" Aku nyaris menjatuhkan peralatan makanku, menemukan Shion tiba-tiba berdiri di hadapanku saat aku berbalik ingin meletakkan kembali piring dan gelas.

"What the fuck! Jangan muncul tiba-tiba! Gelas dan piringku bisa pecah, Shion!"

"I wanna drive!"

"No."

"Please! Please! Please!" Shion melompat dengan ponytailnya bergoyang lucu. Oh Tuhan, adikku yang lucu. Kuatkan aku agar tidak jatuh dalam godaannya. Amin. "No means no. Are you deaf, lil' girl?"

Shion berdecak kesal lalu menendang tulang keringku sebelum berlari keluar dapur. "Fuck! Thats so fucking hurt, son of a bitch!" Aku mengelus kakiku yang baru saja ditendang oleh adik kesayanganku dengan tenaga penuh. Dasar kekanakan. Untung saja aku bukan kakak yang gampang memukul adiknya sendiri. Kalau tidak, kupastikan dia operasi plastik setiap kali membuatku jengkel.

.

Dalam perjalan ke sekolah di dalam mobil hanya ada suara radio seperti biasa. Shion masih marah karena tidak kuizinkan menyetir mobil. Memangnya siapa yang mau, bocah middle schooler dijadikan sopir lalu tidak berapa lama akan muncul kabar berita kalau kecelakaan lalu lintas menewaskan si pria tampan Naruto Namikaze dan adiknya yang bodoh Shion Namikaze. Membayangkannya saja sudah membuatku mual.

Saat di lampu merah terakhir menuju sekolah, aku menoleh ke arah Shion, merasakan kalau bocah nakal itu sejak beberapa menit lalu terus memandangiku. "What is it?" Aku menatapnya ingin tahu.

"Turunkan aku di depan gerbang. Kau tidak membiarkanku menyetir dan aku tidak mau ikut ke tempat parkir." Bibirnya sedikit maju ke depan dengan dua tangan terlipat. Sulking huh? Kenapa adikku bisa semanis ini padahal tingkahnya menyebalkan seperti setan. "Whatever."

Sesuai keinginan Shion, tepat di gerbang masuk aku menghentikan mobil. Membiarkan si bocah setan turun seperti tuan putri buangan yang baru saja diantar supir kerajaan. Setelah pintu dibanting dengan sangat keras, aku baru menjalankan mobil ke area parkir. Mematikan mesin lalu meletakkan kepalaku yang tiba-tiba terasa berat di setir kemudi. Mengingat apa yang telah kuhadapi kemarin akan terulang kembali seharian nanti. Serta jadwal latihan basket sepulang sekolah yang menunggu, membuatku malas masuk kelas.

God, let me tell you something, you suck.

----------------

Vote + comment. Thats the rules guys.

SeductionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang