2. Sahabat Terbaik

20.8K 1K 17
                                    

Riana tersenyum lebar saat melihat Lio datang dan duduk di hadapannya.

Pria itu berkeringat dan tampak ngos-ngosan seperti dikejar sesuatu.

"Gue capek banget anjir," desisnya sambil mengambil botol mineral yang di sodorkan oleh Riana. Diteguknya air itu hingga habis bahkan tak tersisa setetespun.

Riana lagi-lagi hanya tersenyum. Tapi senyumannya tidak selebar tadi. Ada kilasan getir yang melewati matanya sekian detik tadi. Tapi sudah menghilang sekarang.

Mereka berada di kampus. Tepatnya kantin kampus sambil menunggu sesi selanjutnya.

Riana dan Adelio memang satu fakultas walaupun beda jurusan. Riana yang mengambil jurusan akuntansi sedangkan Adelio mengambil jurusan manajemen.

Yang penting satu fakultas, pikir Riana waktu itu. Asal bisa sering melihat pria di hadapannya ini.

"Gue habis ngantar Lia tadi," lanjut Adelio saat nafasnya sudah mendingan.

Lio dan Lia. Ck. Lebih cocok jadi saudara kembar tau ngga sih. Riana mendengus dalam hati.

Lia, gadis yang disebutkan Lio tadi adalah pacar Lio sekarang. Tipe gadis-gadis jahat yang kalian temui di kebanyakaan novel. Cantik, matre, munafik plus sifat manja yang dibuat-buat.

Riana mengenalnya. Karena ada beberapa kali Lio membawa gadis itu saat berpergian dengannya.

"Eh, Na. Gue boleh minta tolong ngga?" Wajah Lio memelas. Tampak kesusahan membuat Riana mamasang raut kasihan.

"Dosen gue kasi tugas akuntansi tadi. Bantuin gue yah? Please," Riana masih tersenyum saat mengangguk mengiyakan. Apasih yang tidak untuk pria yang ada di hadapannya ini.

Apalah arti sebuah tugas kalau jiwa dan raga sudah ku berikan untukmu, Riana menjerit sendiri dalam hati.

"Soalnya gue mau jemput Lia bentar, jadi ngga bisa kerja," lanjut Lio. Dan seolah tak melihat raut Riana yang berubah, pria itu mengucapkan terima kasih dengan penuh syukur.

"Lo itu pacarnya bukan sih? Kok kayak supir begitu? Mendingan kamu pacaran sama aku aja. " Riana mengedipkan matanya ke arah Lio yang langsung mendelik.

"Yeee, ngga bisa dong. Lo kan sahabat terbaik gue. Kalo lo jadi pacar, yang jadi sahabat baik gue siapa dong," Lio bangkit berdiri lalu mengacak-acak rambut Riana dengan gemas, "gue kelas dulu yah. Inget tugas gue dikerjain."

Lalu pria itu pergi meninggalkan Riana yang masih terdiam dengan hati yang menciut. Sakit.

Dan Riana sudah biasa.

Sudah sering Lio membalasnya seperti itu. Mau dia berbicara dengan serius atau hanya bercanda soal perasaannya, Lio pasti menggunakan alasan itu.

Mungkin pria itu sudah nyaman pada zona sahabat dengannya. Riana tersenyum kecut.

***

"Aku suka sama kamu. Jadi pacar aku ya?"

Riana menunduk saat menyatakan perasaannya pada Adelio yang sedang duduk di depannya.

Cowok itu sedang megunyah chiki yang tadi diberikan oleh Riana. Dia terdiam. Menatap dengan pandangan berkerut seolah Riana adalah gadis aneh.

Lalu beberapa saat kemudian dia tertawa. Bukan tawa mengejek. Tapi lebih seperti tawa prihatin yang entah mengapa membuat Riana sakit hati.

"Apaan sih, Na? Gue tuh ngga suka sama lo. Kitakan temen." Matanya bersinar geli kekanakan menatap Riana yang hanya bisa semakin menunduk.

Setelah beberapa lama kenal dengan cowok yang ada di hadapannya ini, Riana jadi tahu cowok seperti apa dia.

Adelio bukan cowok dingin yang sering orang katakan. Cowok itu malah pribadi yang jahil dan juga mesum disaat bersamaan.

Riana mencengkram kedua tangannya sendiri untuk mengalihkan rasa sakit hatinya. Tapi seberapa keras dia meremas. Seberapa kebas kedua tangannya. Rasanya tidak tertandingi dengan rasa perih di hatinya. Dan Riana ingin menangis mengetahui hal itu.

Tubuhnya bergetar karena menahan tangis lalu menegang saat tiba-tiba sebuah tangan mengelus kepalanya dengan pelan dan teramat halus.

"Kita jadi sahabat saja ya," ini pertama kalinya Lio mengatakan kata "kita" tapi entah mengapa itu tak membuat Riana senang sama sekali.

Lalu tanpa perasaan seperti tidak mau peduli dengan perasaannya yang sedang hancur, Lio langsung pergi meninggalkannya.

***
Riana lagi-lagi tersenyum kecut. Saat tadi dia ingin meneriaki Lio yang datang ke kampus menggunakan motor besarnya, tapi tidak jadi saat dia melihat sosok lain yang memeluk pinggang Lio dengan begitu erat dari belakang. Nenek lampir!

"Pagi Riana," suaranya halus. Tapi halusnya dibuat-buat. Riana menjerit dalam hati.

Lio dan Lia sudah berada di hadapannya sekarang. Dengan Lia yang merangkul lengan Lio dengan mesrah.

Riana hampir mengelus dadanya saat tadi ada tangan tak kasat mata yang meremas jantungnya dengan pelan.

Gadis itu hanya tersenyum hambar merespon sapaan Lia dan tatapannya langsung beralih ke arah Lio.

"Ini tugas lo udah selesai." Riana menyerahkan beberapa kertas yang sudah dijilid jadi satu ke arah Lio.

Pria itu langsung tersenyum dengan lebar, "yess. Makasih ya, Na."

Riana hanya mengangguk lalu segera berlalu. Tapi tangannya di tahan oleh Lio membuatnya kembali berbalik dan menatap cowok itu dengan pandangan bertanya.

"Gue sama Lia mau sarapan dulu. Mau ikut ngga?" Dan dengan cepat di balas oleh Riana dengan gelengan. Enak saja! Jadi obat nyamuk lagi?!

Ogah!

"Gue...eeh...ada tugas yang belum selesai. Jadi...yaa..gue duluan ke kelas ajalah." Riana menarik tangannya dari genggaman Lio lalu segerah pergi tanpa berbalik lagi.

Banyak temannya yang bertanya. Kenapa? Kenapa masih mengejar Lio? Padahal pria itu tak pernah melihatnya.

Riana juga tak tahu.

Jujur, dia capek. Ingin menjauh saja dan mencari pria lain. Tapi pria itu cinta pertamanya yang belum sanggup Riana lupakan.

Dan itu tak apa.

Tidak apa-apa Lio masih menolaknya. Riana sudah terbiasa.

Riana masih sanggup. Masih banyak cadangan tenaga yang tersisa di relung hatinya. Dan tenaga itu hanya untuk Lio seorang.

Jadi dia akan menggunakan tenaganya itu dengan sebaik-baiknya. Sampai disaat tenaganya habis diikuti oleh kesabarannya yang menipis. Mungkin disana Riana akan mulai menyerah dan merelakan Lio.

Tapi kini bukan saatnya.

***

Tbc

*enjoy (y)

SWEETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang