Halo, silakan dinikmati lanjutannya :)
Cinta terbangun hampir bersamaan dengan gema adzan subuh. Segera dia bangun dan menunaikan kewajiban sebagai hambaNya. Beberapa saat kemudian dia sudah sibuk di dapur, memasak sarapan untuk dirinya sendiri.
Sudah hampir empat tahun dia hidup sendiri, bukan karena sok mandiri atau apa, tetapi dia ini seorang mahasiswi tingkat akhir di perguruan tinggi. Yogyakarta adalah kota yang dia pilih untuk menempuh pendidikan. Jadilah selama ini, dia hidup terpisah dari keluarga besarnya yang sebagian besar berada di Jakarta. Meski begitu, orang tuanya rutin mengunjunginya disini.
Dibawanya masakan yang telah selesai dia masak ke meja makan. Bosan rasanya makan sendirian seperti ini setiap hari. Oleh karena itu, setiap malam dia selalu makan di kafe yang sudah menjadi favoritnya sejak setengah tahun lalu. Apalagi coklat panasnya yang pas dengan seleranya.
Nah, ngomong-ngomong soal kafe, Cinta mulai ingat jika dia selalu menyebutkan nama Cinta jika ditanya oleh waiter/waitress. Apa mungkin lelaki semalam salah satu pegawai disana? Tetapi, rasanya tidak mungkin. Lelaki itu bahkan memiliki mobil. Jadi, siapa sebenarnya lelaki itu? Ah! Membuatnya penasaran saja.
*
Mentari bersinar amat terik ketika Cinta akhirnya menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatannya di kampus. Sudah beberapa bulan ini ritme rutinitasnya menjadi membosankan. Ke kampus pagi hari untuk bertemu dosen yang akan mencoret-coret skripsinya, pulang ke rumah mengerjakan revisi, dan malam harinya pergi ke kafe. Benar-benar tak berwarna kehidupannya sekarang.
Baru saja dia membuka pintu mobil, saat dia mendengar seseorang dari kejauhan memanggil namanya.
"Via...Via...."
Via—kependekan dari Celovia, adalah nama yang biasanya digunakan oleh teman-temannya untuk memanggilnya. Meski begitu, ada juga yang memanggilnya Celo ataupun Ovi. Tak ada yang memanggilnya Cinta, karena hanya keluarga dekatnya saja yang tahu cerita di balik nama panggilan itu.
Seseorang yang tadi dia sebutkan memanggil namanya adalah seorang gadis, teman karibnya—Indira. "Ada apa?" tanyanya pada gadis yang masih terengah-tengah karena berlari saat menghampirinya tadi.
"Via tadi bimbingan ya?"
DIa mengangguk. "Kenapa memangnya?"
"Bu Kitty bilang kalo aku udah boleh daftar sidang barengan sama Via." Saat bimbingan tadi, dosen pembimbingnya memang menyebutkan kalau skripsinya sudah layak untuk dibawa ke sidang skripsi. Dan dari penjelasan Indira tadi, sepertinya dia akan punya teman saat sidang nanti.
"Bagus dong kalo gitu, semoga nanti kita bisa lulus bareng ya." Indira dengan semangat menanggapi ucapannya. "Iya, aku berharap juga gitu. Semoga kita lulus bareng ya." Mereka berduapun serempak mengucap Amin, berharap doa mereka akan dikabulkan.
Cinta akhirnya memutuskan mengikuti Indira ke tempat kosnya. Ini lebih baik daripada dia harus sendirian di rumah. Lagipula, Indira tadi meminta bantuannya dalam merevisi skripsinya.
Mereka berduapun larut dengan skripsi kami. Sesekali mereka berdua saling berdiskusi mengenai hal-hal yang membingungkan untuk mereka pecahkan sendiri masalahnya. Ada manfaatnya juga memiliki teman yang topik bahasan skripsinya tak jauh berbeda. Cinta jadi tak kebingungan sendirian.
Saat jam makan siang, mereka memutuskan untuk makan di warung makan depan kos Indira. Meskipun Cinta berasal dari keluarga berada, namun mereka tak risih jika harus makan di tempat sederhana. Baginya, selama makanannya enak, makan di pinggir jalan pun tak masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess Answer
ChickLitJelita Celovia Auriga, memiliki masa lalu yang ingin ia lupakan. Ketika dia bertemu dengan seorang lelaki yang mencoba melepaskannya dari bayang-bayang masa lalunya, dia menolak. Bagaimana jika akhirnya mereka memutuskan berbagi cerita? Akankah mer...