Maybe i'd better go (part 2)

92 4 0
                                    


Seperti om Frans dan tante Siska yang semasa di jakarta sangat menyayangiku jauh lebih besar dari orang tua kandungku. Namun kini mereka telah pindah ke amerika dengan anaknya, Dimas.

Waktu seakan berjalan dengan cepat,kini saatnya pembagian hasil belajar siswa. Kebetulan, aku dan kak Dara berbeda kelas dan sekolah. Kalau aku masih berada dikelas satu SMA, sedangkan ia sudah berada di kelas dua. Semua terjadi karena aku pernah tak naik kelas sewaktu disekolah dasar. Kalau kak Dara sengaja papa sekolahkan di sekolahan terfaforit di jakarta, sedangkan aku bersekolah di SMA yang didalamnya hanyalah siswa buangan dari sekolah lain yang tidak menerima kami.

Karena, nilaiku tak sehebat kak Dara dan kak Virgo. Mereka memiliki IQ yang jauh lebih tinggi dari pada aku. "Pa, ambilin rapot Dera ya." Pintaku pada ayah. "papa sudah janji sama Dara kalau papa yang akan mengambil rapotnya. Kaliankan beda sekolah." Jawab ayahku. "ma,ambilin rapot Dera ya!" pintaku lagi pada mama. "mama udah janji sama Virgo untuk ngambil rapotnya, dia kan udah kelas tiga jadi harus diwakilin."jawab mama. "oh gitu ya," balasku dengan kecewa.

Aku hanya bisa menangis sendirian didalam kamar. Tidak ada satu pun yang mau mengambilkan rapotku. Jalan terakhir adalah bi Imah. Dan tentu saja ia sangat mau mengambil rapotku. "gimana hasilnya, bi?" tanyaku dengan penasaran. " non Dera juara 1 non." Ucap bi Imah dengan semangat. "hah?beneran bi?" sahutku tak kalah semangat.

Ternyata usahaku tak sia-sia, akhirnya aku bisa menyamai prestasi kak Dara. Setibanya dirumah, semua orang yang sedang tertawa ria melihat hasil belajar kak Dara dan kak Virgo menjadi terdiam disaat kedatanganku dan bi Imah. " gimana hasilnya Ra?pasti jelek." Ucap kak Virgo menyindirku. " gak kok,aku juara 1." Ucapku dengan semangat.

"ah juara 1 disekolahmu pasti juara terakhir dikelas Dara." Ledek ayah padaku. Aku kecewa, benar-benar kecewa karna semua prestasi yang aku raih sama sekali tidak dihargai. Dengan kecewa aku berlari menuju kamarku, kuratapi semua ketidakadilan ini. Aku tidak keluar kamar selama dua haripun tak ada yang peduli. Semua orang dirumah hanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tak terkecuali bi Imah yang hampir setiap jam membujukku untuk keluar. Maagku kambuh,rasanya teramat perih dari yang biasanya. "oh tuhan, kuatkan aku!" pintaku.

Dihari ketiga aksi diamku dikamar,tiba-tiba terdengar sebuah suara yang amat kukenal. Ternyata hari ini, keluarga om Frans sudah tiba dijakarta untukberlibur bersama keluarga kami. "Dimas,aku merindukanmu."ucapku tertunduk lesu dikamar. Aku keluar kamar untuk menemuinya, namun ternyata ia sudah berubah dan tak lagi peduli denganku. Semuanya benar-benar berubah, dan kini janjinya ia ingkari untuk menemuiku.

Penantianku sia-sia, semua orang telah membenciku dan menjauhiku. Aku sendirian dirumah, bi Imah pulang kampung karena anaknya sakit. Sedangkan yang lain sedang makan malam di hotel. Dan aku? Tertinggal disini.


Aku hanya makan dan terus memasukan roti berselai srikaya kemulutku. Sedangkan yang lain sedang asyik berbincang-bincangdengan topik kak dara dan kak dimas. Yang aku tahu, mereka terus membanggakan dua orang yang berprestasi tersebut. Hingga om Frans dan tante Siska juga turut berubah padaku. Semua orang mengucilkanku disini. Sesudah sarapan pagiku habis, aku menuju taman belakang yang ternyata disana ada kak Dara dan seseorang yang aku sayangi, kak Dimas. Disana, aku sedang melihatnya memberikan setangkai mawar pada kak Dara. Ternyata mereka jadian dan aku tahu,bahwa kak Dimas telah melupakanku.

Akhirnya hari yang telah lama ku nantikan tiba juga hari ini pertamdingan karateku akan berlangsung. Namun sayang semua orang yang kusayang tak ada yang mau hadir disini. Semuanya memilih hadir di lomba kak Dara, olimpiade sains. Walau sedikit kecewa,akan ku buktikan bahwa aku adalah Dera yang hebat. Keinginanku terwujud,aku menang dan juara 1 dipertandingan karate nasional yang diadakan di jakarta. "kita panggil, juara nasional karate taun ini. Alderaya Zivanna dari jakarta." Panggil pembawa acara. Dengan diiringi tepuk tangan meriah,ku naiki podium kebesarannku, dan kurasakan aku sangat dihargai disini.

Setibanya dirumah,kuletakkan foto keberasilanku di ruang tamu,namun disaat kedatangan kak Dara dan yang lainnya, kulihat kemurungan disana. Dan setelah melihat foto keberasilanku, kak Dara malah menangis dan berlari menuju kamarnya.

"kamu sengaja meledek Dara?" tanya papa sinis. " gak pa! Maksud papa apasih?"tanyaku tak mengeri. "Dara kalah sedangkan kamu menyombongkan diri dengan memajang fotomu diruang ini. Kamu tau kan bahwa diruang ini hanya foto-foto keberasilan Dara yang boleh menepatinya."jawab papa yang membuatku sangat kecewa. "lepas fotomu!!" ucap mama dengan agak ketus kepadaku.

Kulepas foto yang sangat aku harapkan menjadi penghubung agar keluargaku menyanjungku. Sebuah harapan yang selama ini aku harapkan. Karna aku selalu iri disetiap kak Dara dipuji dan disanjung oleh papa dan mama, serta semua tamu yang berkunjung kerumahku. Sekarang pertanyaan terbesarku adalah, "apakah aku anaak kandung mama dan papa?" pertanyaan yang tak pernah terjawab oleh lisan, namun terjawab oleh perbuatan mereka kepadaku.

Hari demi hari terus berganti,dan semenjak itu kak Dara menjadi seseorang yang terpuruk. Yang kutahu,saudari kembarku ini terlihat lemah dari biasanya. "udahlah kak,gak ada gunanya ditangisi terus."ucapku menyemangati. "udahlah Ra, kamu senengkan ngeliat aku kaya gini? Kamu senengkan ngeliat aku kalah?" jawabnya dengan menangis. "gak ka,gak. Aku gak ada niatan seperti itu." Sahutku. " udahlah,pergi kamu dari kamarku,pergi......"ucapannya terpotong karena ia terjatuh tepat didepanku.

Maybe i'd better goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang