Pray, And Let The Time Devour Everything

95 10 3
                                    

Hitungan mundur, dimulai dari 10.

Nafasnya tercekat. Likuid kemerahan menyembur kecil dari perut, lalu menyusul di dada—bilah besi tipis menembus tubuhnya dari depan dan belakang. Matanya membulat sempurna, mulut membentuk sedikit celah dimana cairan merah itu keluar perlahan—muncul di sudut kecil dan turun perlahan menuruni dagu, tes.. tes.. tes.. , dan mendarat di jaket seragamnya.

Semua orang berteriak. Suaranya bergema ditengah kesadaran semu.

" HIJIKATA!!"

.

.

.

.

.

....9..

Perlahan energi tersedot keluar, dan tubuh itu limbung—sampai seseorang datang untuk menangkapnya.

" Hijikata! Astaga, kamu—Ya Tuhan. Bertahanlah, Hijikata!"

Sekelebat perak menutupi bulatan kecil matahari di langit. Daripada siang yang terang, dia malah bertemu dengan warna kelabu yang siap meneteskan hujan. Mata merah diselimuti ketakutan tak kentara.

Ah, kakinya mulai mati rasa.

.

.

.

.

.

... 8.

Gintoki langsung membawa Hijikata ke dalam hutan, diikuti beberapa orang di belakang. Sebagian besar musuh berhasil dikalahkan, sementara beberapa yang masih hidup memilih untuk mundur. Kini hamparan tanah hanya dipenuhi oleh mayat-mayat kedua kubu yang nantinya akan disantap oleh para gagak. Kelompok Gintoki segera menarik diri, dan sekarang fokus ke arah sang tuan putri yang dalam masa kritis. Tensi semakin menegang.

" Tim medis! Mana tim medis?!"

" Ya Tuhan—Toshi, Toshi, Toshi. Sadarlah!!"

Birunya cerulean hampir kehilangan cahayanya. Nafas pelan berhembus dari bibir. Bulu mata lentiknya semakin turun. Peluh dingin menghiasi wajah pucat yang terlalu rileks. Dada masih kembang-kempis dengan ritme lambat. Jantung agak mulai melambat, dan—

" Hijikata, bangun, oke? Bangun, bangun, bangun, sialan! A-Aku ada disini, ya? Lihat kesini, oke? Ayo.. ayo—"

Sial, sekujur kaki benar-benar mati rasa.

.

.

.

.

.

... 7..

Tangan kasar menangkup wajah Hijikata, nafas hangat menyapa kulit porselen tanpa cela, hingga sebuah sapuan di bibir membuatnya berusaha sekuat mungkin untuk tidak menutup matanya rapat-rapat.

" Aku." di kening. " Ada." di alis. " Disini." di mata. Lalu, " Aku mencintaimu jadi JANGAN PEJAMKAN MATAMU, KEPARAT!!"

" KUMOHON, LIHAT AKU! LIHAT AKU! LIHAT WAJAH BODOH SEMUA ORANG DISINI!!"

" TATAP AKU, CELA AKU, MARAHI AKU, PUKUL AKU, ATAU APAPUN SESUKAMU—ASAL KAMU BANGUN SEKARANG!!"

Tim medis terus mengecek kondisi sang Oni no Fukuchou, ekspresi mereka dari menit ke menit kian sulit ditebak. Hijikata berkedip pelan, pelan sekali.

Aku juga mencintaimu—keriting goblok gak guna, jadi jangan terus menangis di depan mukaku. Dramatis banget kamu, sialan.

.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 20, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Count Down To--Where stories live. Discover now