Luka

1.1K 24 0
                                    



AUTHOR POV

"Aku harap kau bisa meyakinkan putrimu Ris ,"

"Akan kucoba sebisaku Vin, aku tidak bisa berjanji. Aku tidak pernah memaksakan kehendak pada putriku. Tapi aku akan terus meyakinkannya, akupun tidak ingin mengecewakanmu dan Mas Bram. Kau tau, kau dan Mas Bram sudah banyak membantuku dan Almarhum suamiku ,"

"Aku sangat berharap banyak padamu Ris, aku benar-benar butuh gadis seperti putrimu ,"

"Tapi, apa kita tidak bisa menunggu sampai putriku genap berusia dua puluh tahun, saat ini putriku baru berusia sembilan belas tahun, aku takut di tidak siap Vin ,"

"Aku mengerti, tapi aku benar-benar tidak tahan melihat putraku seperti ini, jika dia memiliki istri setidaknya putraku ada yang mendampingi. Kau tau kan, bertahun-tahun kami menantikan pendonor tapi tetap tak ada hasil, sepertinya aku dan Mas Bram harus bergerak ke luar negri untuk mencarikan donor itu, dan yang aku takutkan putraku akan merasa kesepian dan tidak terurus jika kami bepergian. Tentunya kau tau pasti, kami tidak bisa sembarangan mencarikan jodoh untuk putraku. Gadis seperti putrimu lah yang aku rasa benar-benar cocok untuk putraku. Aku masih ingat jelas bagaimana sabarnya putrimu waktu merawat Almarhum suamimu ketika sakit dulu. Bahkan gadis kecilmu itu rela meninggalkan kuliahnya demi merawat ayahnya. Kau tau Risa, hatiku sangat terenyuh melihat semua itu. Putrimu itu sangat penyayang, aku rasa dia akan mudah menyayangi putraku nantinya ,"

Kedua wanita paruh baya itu menghela nafas berat. Risa benar-benar merasa ragu melepaskan putrinya menikah di usia yang masih sembilan belas tahun. Tapi di satu sisi wanita itu tidak enak hati jika menolak permintaan Vina yang notabennya adalah orang yang sudah banyak membantunya. Suami Vina, Bramasta dulunya adalah rekan kerja Almarhum suami Risa. Dua tahun yang lalu perusahaan milik Tedy, suami Risa mengalami kebangkrutan ditambah lagi penyakit gagal ginjal Tedy semakin parah membuat perekonomian mereka lumpuh total. Dan orang yang selalu membantu Risa adalah Vina dan Bram, bahkan mereka dengan suka rela memberi modal untuk Risa membuka cafe kecil untuk menyambung hidup. Namun empat bulan yang lalu Tedy benar-benar menyerah dengan penyakitnya, membuat Risa kembali dirundung duka dan kekhawatiran. Dia takut jika umurnya tak panjang, nasib putri semata wayangnya akan terkatung-katung. Dan saat pertama Vina dan Bram menyampaikan keinginannya Risa seperti mendapat sebuah pencerahan. Ia dan Vina sudah lama saling mengenal dan Risa tau betul bagaimana kepribadian Vina dan Bram. Risa merasa masa depan putrinya akan lebih baik jika menjadi menantu di keluarga Vina.

Namun lagi-lagi Risa harus berfikir panjang. Ia tak bisa berlaku egois pada putrinya. Putrinya masih sangat muda untuk berumah tangga, apalagi rumah tanggnya nanti tidak seperti orang kebanyakan dan bukan didasari oleh cinta.

Dan disinilah Risa berada. Duduk tepat di depan putrinya. Setelah tadi Vina berpamitan pulang dan mengatakan menunggu kabar darinya, Risa merasa ia harus membicarakan hal ini lagi dengan putrinya. Ia tak ingin membuat Vina terlalu lama menanti kepastian darinya. Memang seminggu yang lalu Risa sudah menyampaikan semua ini pada putrinya, dan putrinya pun belum bisa mengambil keputusan. Risa sangat percaya dengan kebijaksanaan putrinya, putrinya tentu bisa menimbang-nimbang mana yang harus dia pilih.

"Bie, kamu tau kan tadi tante Vina kesini ?" Risa meraih jemari mungil putrinya yang duduk di hadapannya. Putrinya itu mengangguk pelan dan tersenyum.

"Jadi, bagaimana keputusan kamu ?"

Gadis itu menghela nafas sejenak dan diam beberapa detik.

"Aku mau ma ," Risa mengelus pipi putrinya lembut dengan airmata yang membasahi pipi keduanya.

"Maafin mama sayang, kamu harus mengambil langkah ini demi membalas budi pada orang yang sudah banyak membantu kita, maafin mama bie ,"

"Mama jangan ngomong gitu, aku ikhlas kok ma, asalkan mama selalu ada di sampingku itu sudah lebih dari cukup. Mama harus janji, mama nggak akan ninggalin aku juga ,"

"Mama janji sayang ,"

Keduanya berpelukan saling menguatkan satu sama lain. Hari itu Risa bisa tersenyum lega dengan keputusan putrinya. Dan dengan antusias Risa langsung menghubungi Vina untuk memberi kabar ini.

"Halo ,"

"Halo Vina, apa kau sedang sibuk ?"

"Ah tidak, kami baru saja selesai makan malam. Ada apa ? Apa kai sudah punya jawabannya Ris ?"

"Iya, aku ingin mengabarkanmu. Putriku sudah mengambil keputusan, diaa..... Diaa mau ,"

"Apaaa ?? Kau tidak sedang bercanda kan Ris ? Ya tuhan, demi apa ?? Prilly benar-benar mau ?"

"Iya, aku seruis Vin, mana mungkin aku bercanda soal ini ,"

"Ya tuhan, aku bahagia sekali. Terima kasih Risa, terima kasih banyak, aku akan memberitahu Mas Bram soal ini. Dan kita akan mengatur pertemuan mereka secepatnya ,"

"Baiklah Vina, aku hanya ingin mengabari itu. Nanti kau telfon saja aku, selamat malam ,"

"Selamat malam ,"

Risa menutup telfon dan langsung memeluk hangat putrinya serta mencium pucuk kepala putrinya dalam-dalam.

         ••••••••••

PRILLY POV

Setelah dua hari yang lalu aku menerima perjodohan ini, pagi ini mama membawaku ke rumah tante Vina. Saat ini aku sudah melangkahkan kakiku memasuki rumah megah tante Vina. Saat aku dan Mama masuk ke dalam rumah ini Tante Vina sudah menyambut kami dan mempersilahkan kami masuk. Di ruang tamu ini sudah ada Om Bram dan seorang lelaki duduk di sofa. Kurasa pria ini yang akan dijodohkan denganku. Aku memilih duduk berhadapan dengan pria ini. Kami hanya dihalangi  meja yang bertatakan minuman dingin dan beberapa cemilan yang disediakan tante Vina. Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria ini karna sejak tadi dia hanya menundukkan kepalanya, kulihat dari gestur tubuhnya dia tampak seperti pria dewasa yang normal, lalu dimana letak kekurangannya seperti yang mama katakan. Lihat saja cara duduknya. Kepalanya menunduk menatap ke arah bawah, kedua sikut bertumpu pada kedua lututnya dengan duduk yang sedikit mengangkang khas seorang laki-laki dewasa serta kedua tangannya yang ditautkan oleh jemarinya.

Tidak ada yang aneh dengan laki-laki ini.

"Prilly, kenalkan ini anak tante. Namanya Ali ,"

Aku tersenyum dan mengulurkan tanganku, pria itu langsung mengangkat wajahnya dan tante Vina menuntun tangannya agar menyambut salamanku.

Astaga, tampan sekali !!

Kenapa pria setampan dia disebut memiliki kekurangan ?? Tapi tunggu, ada yang aneh ! Kenapa tante Vina harus menuntun tangannya ?? Dan kulihat dia tak balas menatapku. Pandangannya kosong.

Ya tuhan, dia tidak bisa melihat !

Kami masih bersalaman. Bukan bersalaman tepatnya, dia hanya menempelkan tangannya pada tanganku tanpa membalas genggamanku. Aku menarik tanganku begitu juga dengannya. Aku merasa kikuk sekali karna sejak tadi dia hanya diam dan mukanya datar sekali. Bahkan dia tak menghiraukan obrolan-obrolan orang tua kami. Apa dia juga tuli ?? Ah, aku rasa tidak karna tadi saat tante Vina memperkenalkan kami dia langsung mengangkat wajahnya. Mungkin dia hanya merasa canggung, sama seperti diriku.

          ••••••••••


Hooollllaaaaaaaaa 😄😄
Story baru lagi 😊😊
Sumpah ini ide yang lewat begitu aja, gk tau gimana alurnya nih hihiyyyy
Moga suka ya, jangan lupa vote biar ane cemungudd ☺️☺️☺️

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang