Extended Part, I

2.2K 117 15
                                    

Gumpalan awan hitam dan semilir angin menemaniku sore ini di pemakaman. Aku sendirian, menatap nama indah yang terukir pada pusara berbentuk salib ini. Wanita yang aku cinta telah pergi, membawa segala harapan yang pernah kami buat dahulu.

Aku berhenti menaburkan bunga di atas pusara Veranda. Dadaku sesak mengingat semua harapan dan cita-cita yang pernah kubuat bersamanya.

Hujan kemudian turun membasahi semua yang ada di atas bumi tempatku berpijak. Dan akhirnya aku menangis bersamaan dengan guyuran air hujan.

Aku meluapkan segala emosi yang aku tahan, membiarkan tubuhku basah, memanggil nama yang sangat kurindukan.

"Veranda..."

*flashback*

Aku membenahi pakaian yang kukenakan saat keluar dari mobil, ingin memberikan kesan pertama yang baik saat aku mulai memasuki lingkungan dan orang-orang baru.

Hari ini, aku resmi menjadi seorang mahasiswi di Universitas paling bergengsi di kota Bandung. Tidak, aku tidak mendapatkannya dengan mudah. Aku menolak jika harus menggunakan harta atau status orangtuaku untuk bersekolah di Universitas ini. Aku mendapatkannya dengan usahaku sendiri, tidak ada campur tangan orangtuaku.

Aku berjalan menuju kelas yang sudah tertulis pada jadwal, sembari melihat-lihat orang yang berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Aku memang tidak berharap ada orang yang aku kenal, karena aku tahu bahwa kemungkinan itu tipis sekali. Aku pindahan dari Singapura, dan teman-temanku tentu jarang melanjutkan pendidikannya di Indonesia. Sedangkan aku memilih untuk pindah ke Indonesia karena aku ingin hidup mandiri dan tidak melulu dimanjakan oleh kedua orangtuaku.

Aku memilih duduk di kursi bagian belakang. Dari tempat ini, aku bisa leluasa memperhatikan semua orang yang berada di kelas. Masih ada waktu sebelum kelas pertama dimulai dan kursi-kursi yang tadinya kosong, kini mulai terisi dengan mahasiswa baru sepertiku.

Pandanganku tiba-tiba beralih pada sesosok gadis yang baru saja melewati pintu kelas. Tubuhnya tinggi, rambutnya panjang dan kacamata bulat fullframe membingkai wajahnya yang sedikit dipoles oleh makeup.

"Eum.. sorry. May I sit here?" tanya gadis itu padaku. Aku sedikit memicingkan mataku, memperhatikan setiap lekuk wajahnya. "Of course! There's no other people here" Jawabku sambil sedikit menggeser kursi. Gadis itu duduk, lalu tersenyum padaku. "Thank you..." cukup lama gadis itu berpikir, aku langsung menyadari bahwa gadis ini hendak menyebutkan namaku, tapi kita bahkan belum berkenalan. "Jessica Vania, and You?" kusodorkan tangan pertanda awal perkenalan "Ah! I'm Jessica Veranda" lalu kami berjabat tangan sambil terkekeh karena memiliki nama yang sama, Jessica.

And the story has just begun...

Sama sepertiku, Veranda dulu bersekolah di Singapura. Obrolan-obrolan kami terasa begitu nyambung karena latar belakang negara kami yang sama. "Ve" begitulah ia disapa, dan ia memanggilku "Vania" disaat semua orang memanggilku "Jeje". Selama berteman dengan Ve, aku banyak mengetahui sebagian dari dirinya yang tidak pernah ia ceritakan pada orang lain selain diriku.

Ve adalah pribadi yang sangat tertutup, bahkan sangat jarang aku melihatnya bersama mahasiswa lain selain diriku. Ve susah untuk membuka percakapan dengan orang lain, apalagi jika harus berbicara panjang lebar. Saat aku bertanya bagaimana ia berani memulai percakapan denganku dulu, ia hanya menjawab "because there was only one chair left, and I didn't have another choice selain bertanya untuk duduk disampingmu". Ah, aku sampai lupa bercerita, sekarang Ve sudah mulai fasih berbahasa Indonesia meskipun kadang mencampurnya dengan Bahasa Inggris.

Pertemanan kami kemudian berubah menjadi persahabatan. Aku dan Ve bagai kepala dan ekor, kemanapun aku ada maka Ve juga akan ada bersamaku.

Setiap hari aku lewati bersama Ve, bahkan terkadang aku menjemput Ve untuk berangkat ke kampus bersama.

Lalu... Perasaan ini mulai menjadi tidak wajar..

Ketika Veranda masuk ke mobilku, aku melihat wajah sampingnya yang begitu menenangkan. Rambutnya ia gerai dan poninya yang panjang menutupi sebagian matanya. Ada yang kurang saat itu. Veranda tidak menggunakan kacamata seperti biasanya.

"Where's your glasses, Ve?" tanyaku sambil menoleh ke arahnya. "On my bag. I'm trying to use softlens today, cocok ga?" kini tubuh Veranda menghadapku dan tiba-tiba jantungku berdetak tidak wajar ketika Ve tersenyum hingga guratan di pipinya muncul.

"Ah.." aku berusaha menenangkan diri. "Cocok. Tapi poni kamu terlalu panjang, nanti menusuk mata. Kamu harus lebih hati-hati jika menggunakan softlens" ujarku sambil menyelipkan poni Ve kebelakang telinganya. Tiba-tiba Ve tertegun melihat perlakuanku padanya. Mata kami kemudian bertemu, tenggelam dalam kenyamanan yang tidak bisa dideskripsikan. Rasanya saat itu kami tengah merasakan hal yang sama. Hal yang tidak lazim dimiliki oleh manusia pada umumnya.

Setelah kejadian itu, hubunganku dengan Ve menjadi lebih intim. Bahkan kami secara tidak sadar sering melakukan Skinship di area umum. Ve sering menggandeng tanganku, padahal dulu saat pertemanan kami belum menjadi seperti ini, bergandengan tangan adalah hal yang wajar dilakukan. Namun sekarang rasanya berbeda. Setiap aku mendapat sentuhan kecil dari Ve, tubuhku seperti mendapat sengatan listrik yang tidak terhitung berapa besar voltasenya.

Apakah aku jatuh cinta pada Veranda?

Tidak ada yang memulai, dan tidak ada yang bisa diakhiri. Begitulah hubungan kami terus berlanjut, entah apa yang sebenarnya aku rasakan, namun kini aku merasa bahwa yang kami lakukan telah melebihi batas norma yang berlaku dalam kehidupan.

Orang-orang kini memandang kami aneh. Rasanya setiap aku melewati koridor kampus, semua mata tertuju padaku, lalu orang-orang yang sebagian tak aku kenali berbisik sambil melihat ke arahku.

"Heey, done for today? Pulang yuk!" sebuah lengan melingkar di leherku dari belakang. Tanpa menoleh kearah belakang, aku tentu tahu sang empunya lengan ini.

"Eh Ve. Udah selesai kok. Ayo kita pulang" ujarku sembari melepaskan rangkulan lengan Veranda.

Selama perjalanan, aku berkutat dengan pikiranku sendiri. Entah apa yang Veranda ceritakan padaku, aku hanya memberinya respon biasa. Menganggukan kepala atau sekedar berkata "oh ya?"...

Sesampainya di kamar, aku terus mempertanyakan kebimbangan hatiku. Akhirnya aku bersimpuh didepan altar sambil menyatukan kedua tanganku. "Tuhan, apa aku benar jatuh cinta pada Veranda? Atau ini hanya perasaan biasa terhadap sahabat? Aku resah, Tuhan. Jika aku tersesat, bimbinglah aku menuju jalan yang benar sesuai ajaran-Mu. In the name of Father, Son and Holy Spirit, Amin"

Kemudian aku terlelap dalam tidur malamku..

-TBC-


******

Halo! Cerita ini ternyata masih berlanjut. Awalnya memang cerita tentang VeNom, tapi setelah dibikin draft, rasanya author pengen kasih cerita awal mula JJ bs sama Ve hahaha.

semoga kalian terhibur ya!

jangan lupa vote, comment dan follow akun twitter crackpair!

Have a nice Sunday! Salam #2JV

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TenShintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang