Seperti biasanya, angka di jam tangan Han Sunhee menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh menit. Gadis itu berulangkali menengok ke arah datangnya bus yang mengantarnya ke sekolah setiap pagi. Tak menunggu lama, bus yang ia tunggu muncul dari kejauhan. Sunhee berdiri seketika dan bersiap untuk masuk ke dalam bus.
Di dalam bus sudah ada beberapa pelajar seperti dirinya. Manik matanya mencari sosok yang akhir-akhir ini menarik perhatiannya setiap pagi. Anak lelaki yang tampak seumuran dengan Sunhee mengenakan jaket denim dan topi baseball yang menutupi separuh wajahnya. Dia selalu duduk di ujung belakang bus dekat dengan jendela. Tatapan kosong dan permen lollipop yang terselip di antara kedua bibirnya selalu menemani sosoknya di setiap pagi.
Han Sunhee ialah siswi tingkat akhir di salah satu sekolah menengah atas di kota kecil ini. Sudah tiga pekan Sunhee berangkat pukul setengah enam karena ada jam tambahan di kelasnya dan selama tiga pekan ini pula Sunhee selalu menemukan anak lelaki tersebut duduk di bangku yang sama setiap paginya. Tidak seperti pelajar yang lain, anak lelaki tersebut menutupi seragamnya dengan jaket denim dan tidak ada tas yang menggantung di bahunya. Hanya ada satu buah permen lollipop di genggaman tangannya. Hal yang membuat Sunhee makin penasaran dengan sosok tersebut adalah anak lelaki tersebut selalu turun di depan sekolah Sunhee namun langsung berbelok ke arah jembatan di sebelah sekolah Sunhee.
Bus pun berhenti tepat di depan sekolah Sunhee. Sunhee ikut mengantri untuk turun dengan ekor matanya yang mengawasi anak lelaki berjaket denim itu. Seperti biasanya pula, anak lelaki tersebut berbelok ke arah jembatan di dekat sekolah Sunhee. Kali ini Sunhee memutuskan untuk mengekori anak lelaki tersebut. Ia melirik jam tangan, angkanya menunjukkan pukul enam kurang lima menit. Hanya sebentar saja, aku hanya ingin memenuhi rasa penasaranku bukan ingin memata-matainya, batin Sunhee.
Anak lelaki tersebut berjalan perlahan menuju tengah jembatan lalu jongkok dan menggumamkan sesuatu. Sunhee tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang anak lelaki tersebut gumamkan dari tempat ia sembunyi. Sepertinya ia menangis, batin Sunhee ketika ia melihat tangan anak tersebut mengusap airmata secara sembarangan. Tiba-tiba anak tersebut mendongak dan seketika mata mereka berdua bertemu. Sunhee merasakan tatapan kosong, sedih dan marah bercampur menjadi satu dari kedua mata anak lelaki tersebut yang tertutupi topi baseball. Karena panik tertangkap basah telah mengikuti anak lelaki tersebut, Sunhee berlari kencang berusaha menghilang ke dalam sekolah.Keesokan harinya, Sunhee berangkat seperti biasanya. Namun ada yang janggal pagi ini. Anak lelaki yang selalu menatap lurus ke luar jendela tersebut, kali ini menatapnya. Tak merasa risih sedikitpun, Sunhee akhirnya duduk di bangku sebelah anak lelaki tersebut. Tampak sekilas kilatan terkejut dari mata anak lelaki tersebut.
"Kau tidak takut gigimu akan rusak?" Sunhee memulai pembicaraan tanpa menghiraukan ekspresi kaget dari sosok di sebelahnya.
Merasa tidak ada tanggapan dari si lawan bicara, Sunhee menatap mata tajam yang dimiliki anak lelaki tersebut.
"Permen itu." Sunhee menunjuk permen lollipop yang terselip di antara bibir anak itu.
"Han Sunhee.." anak lelaki tersebut membaca nametag yang terpasang di seragam Sunhee. "Sudah berapa lama kau mengikutiku?" tanya anak tersebut tanpa menjawab pertanyaan yang lebih dulu Sunhee lontarkan.
Sunhee terkesiap, tidak mengira akan diberi pertanyaan seperti itu.
"Dua pekan? Ah, tidak. Tiga pekan ini kau memandangiku terus kan?" anak lelaki tersebut melontarkan pertanyaan yang hanya bisa Sunhee jawab dengan anggukan. Baru kali ini Sunhee tidak bisa berbicara di depan orang lain. Tidak biasanya pula Sunhee kebingungan menjawab pertanyaan. Apa yang kau lakukan di tengah jembatan setiap hari itu? Sunhee ingin menanyakan itu kepadanya, namun baru saja mulut Sunhee terbuka, anak lelaki tersebut tiba-tiba berdiri.
"Kau tidak turun?" Suaranya yang dalam menyadarkan lamunan Sunhee. Seketika Sunhee ikut turun dari bus dan pertanyaan yang tadi ingin ia lontarkan terlupakan.Sudah enam hari berlalu semenjak percakapan singkat antara Sunhee dan anak lelaki tersebut berlangsung. Dan selama enam hari itu pula bangku ujung belakang dekat jendela kosong. Sosok dengan jaket denim, topi baseball dan selipan permen lollipop itu menghilang. Sunhee yang sedang menatap kosong ke depan tiba-tiba seorang bapak tua duduk di sebelah Sunhee sambil membentangkan koran di hadapannya.
"Diduga stres, seorang pemuda ditemukan tewas mengapung di bawah jembatan" judul pada kolom koran tersebut berhasil menarik perhatian Sunhee seketika. Ditambah dengan foto sesosok mayat dengan jaket denim yang tampak familier terpasang di bawah judul artikel tersebut.
Hati Sunhee mencelos seketika ketika bapak tua yang membawa koran tersebut tiba-tiba bergumam pelan, "Tsk, kasian sekali anak ini. Gara-gara adik perempuannya tewas di jembatan tersebut, anak ini nekat bunuh diri demi menuntaskan rasa bersalahnya."
"Adik perempuannya tewas?" Sunhee tak sadar melontarkan kalimat tersebut yang membuat bapak tua itu menoleh padanya.
"Iya, kata koran ini, adiknya korban dari kecelakaan tabrak lari ketika adiknya itu belajar mengendarai sepeda dengannya. Karena lepas pengawasan, adiknya tertabrak truk yang hingga kini belum ditemukan siapa pengendaranya. Mereka anak yatim piatu, sejak kecil hanya hidup berdua saja. Mungkin karena ia merasa sudah tidak punya siapa-siapa lagi akhirnya ia mengakhiri hidupnya. Kasian sekali." ujar bapak tua tersebut.
Sunhee terdiam. Jadi karena itu anak lelaki tersebut selalu menatap kosong ke luar jendela dan datang ke jembatan dekat sekolahnya.
Ketika ia mencoba membaca lagi artikel tersebut, dia menemukan nama yang tak asing.
Jeon Wonwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT BOY
FanfictionLelaki bertopi dengan jaket denim yang selalu duduk di ujung belakang dekat jendela bus membuat Sunhee penasaran. Siapakah dia?